Mainkan Jurus "Rampok Rumah Tetangga yang Terbakar" Demi Incar Keuntungan

Sabtu, 19 Januari 2019 | 21:40 WIB
0
520
Mainkan Jurus "Rampok Rumah Tetangga yang Terbakar" Demi Incar Keuntungan
Pencatutan foto Gatot Nurmantyo (Foto: Tribunnews.com)

Di saat Jurgen Klopp tengah uring-uringan lantaran starting IX Liverpool besutannya belum juga mampu menjebol jala Brighton, Gatot Nurmantyo mengunggah kicauannya setelah mengetahui foto dirinya dicomot dan dilekatkan pada baliho Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
 
Gatot Nurmantyo
 
@Nurmantyo_Gatot
 
Mngenai brita spt tsb diatas & ada foto saya pd baliho Posko BPN Prabowo-Sandi di Solo, saya nyatakn bhw saya tdk tahu menahu, tdk prnah dmintai prsetujuan atau dberi pmberitahuan baik sc lisan maupun verbal. Utk itu, Saya mohon agar foto saya dturunkn dri baliho trsbut scepatnya
 
5.934 orang memperbincangkan tentang ini
 
 
Kicauan yang di-post-kan Gatot pada 12 Januari 2019 pukul 22.30 lewat akun Twitter-nya itu sontak berbalas cecuitan warga net, termasuk anggota BPN Prabowo-Sandi, Priyo Budi Santoso.

Kata "segera" yang dituliskan oleh mantan Panglima TNI dalam cuitannya itu dimaknai sebagai ungkapan kegeramannya. Sangat manusiawi jika Gatot sampai meradang. Sebab lelaki kelahiran Tegal itu sudah berulang kali membatah dukungannya pada Prabowo-Sandi sekaligus menegaskan bahwa dirinya mengambil posisi netral dalam Pilpres 2019.

Pertanyaan menariknya, kenapa kubu paslon 02 sampai nekad mengambil Gatot Nuramantyo tanpa izin dan kemudian memajangnya di Posko Badan Pemenangan Nasional yang baru diresmikannya di Solo pada 11 Januari 2019?

Okelah, dalam proses disain dan pembuatan baliho, BPN 02 tidak tahu menahu karena tidak ikut cawe-cawe alias tidak campur tangan. 

Tetapi sangat tidak masuk akal jika tim pemenangan Prabowo-Sandi ini masih juga tidak tahu setelah baliho berfotokan Gatot tersebut dipajang di poskonya. Terlebih saat peresmian posko, sejumlah penggede BPN Prabowo-Sandi turut menghadirinya.

Dan dari sejumlah pemberitaan media tersirat bila baliho Prabowo-Sandi yang ditempeli foto Gatot tersebut bukan satu-satunya yang dibuat dan dipajang. Apalagi, foto Gatot pada baliho Prabowo-Sandi tersebut sudah menyebar lewat pemberitaan media.

Jika saja Gatot tidak melontarkan protes kerasnya, baliho tersebut pastinya masih dipajang dan orang yang melihatnya akan terus bertambah dari waktu ke waktu.

Berapa banyak orang yang melihat baliho-baliho tersebut dan mengambil kesimpulan jika Gatot Nurmantyo mendukung Prabowo? Tetapi, berapa banyak dari mereka yang mengetahui klarifikasi yang disampaikan oleh Gatot?

Adanya selisih inilah yang dispekulasikan oleh kubu 02. Kalau ada sejumlah orang yang melihat baliho tetapi tidak mengetahui informasi yang mengklarifikasinya, berarti ada keuntungan yang berhasil digondol oleh kubu 02.

Pemasangan baliho dengan foto Gatot hasil comotan itu sebenarnya tidak ada bedanya dengan pernyataan ngawur yang dilontarkan oleh pasangan Prabowo-Sandi.

Pernyataan ngawur juga dilontarkan Prabowo saat di ajang Debat Pilpres 2019 yang digelar 17 Januari 2019. Ketika itu Prabowo menyinggung penahanan kepala desa di Mojokerto karena mendukung Prabowo-Sandi.

"Kami ingin bertanya bahwa Bapak (Jokowi) kan sudah memerintah selama 4 tahun lebih. Yang kita ketemukan, ada perasaan di masyarakat, kadang-kadang aparat itu berat sebelah. Contoh kalau ada kepala daerah, gubernur, yang mendukung paslon nomor 01, itu menyatakan dukungan tak apa. Tapi ada kepala desa di Jatim menyatakan dukungan ke kami sekarang ditangkap, Pak," kata Prabowo di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan (Sumber: Tribunnews.com)

Saat menyerang Jokowi, Prabowo seolah tidak tahu jika Kepala Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Suhartono yang dimaksudnya dijatuhi hukuman 2 bulan penjara bukan lantaran mendukung Prabowo-Sandi, melainkan melakukan tindak pidana berupa tindakan yang menguntungkan peserta Pemilu 2019.

Prabowo pun pernah mengatakan hanya 1 persen dari bangsa Indonesia yang menikmati kekayaan Indonesia. Sisanya, hidup pas-pasan dan kesulitan. Katanya, data itu didapatnya adalah fakta yang diakui Bank Dunia dan lembaga internasional lainnya.

Sebelumnya veteran dua kali pilpres ini mengatakan tentang Indonesia yang akan bubar pada tahun 2030. Katanya, pernyataan itu berdasarkan kajian yang dilakukan negara lain. Lebih parah lagi, mantan Danjen Kopassus ini malah mengatakan bahwa Indonesia akan punah jika kelompoknya kalah dalam Pemilu 2019.

Demikian juga dalam Pidato Kebangsaan yang diberi judul "Indonesia Menang", Prabowo malah berkali-kali melontarkan pernyataan-pernyataan ngawur. Dari gaji dokter di bawah tukang parkir, klaten dibanjiri beras impor, maskapai Garuda Indonesia bangkrut, sampai harga gula lebih mahal dari harga durian. 

Dan, jika melongok ke belakang atau tepatnya saat debat capres-cawapres dalam Pilpres 2014, Prabowo pernah mengeluarkan pernyataan ngawurnya. Katanya APBN bocor sebesar Rp 1.134 triliyun. Padahal APBN ketika itu 1.800 triliyun.

Begitu juga dengan Sandiaga Uno. Pasangan Prabowo dalam Pilpres 2019 ini juga kerap kali mengeluarkan pernyataan ngawurnya. Penguasaha kaya ini mengatakan jika saat ini 100 ribu rupiah hanya bisa dibelikan bawang dan cabai. Katanya lagi, tempe sekarang ini lebih tipis dari kartu ATM.

Pernyataan-pernyataan duo jagoan yang diusung Partai Gerindra, PKS, PAN, dan Partai Demokrat ini memang bisa dibilang ngawur. Tetapi, ngawur belum tentu ngasal alias belum tentu asal bicara. Seperti dalam kasus baliho, Kubu 02 sudah mengukur untung-ruginya. Itulah kenapa ke-ngawur-an tersebut dilakukan secara terus menerus.

Dalam sepak bola, ke-ngawur-an ini ibarat tendangan spekulasi. Bola ditendang sekeras-kerasnya ke arah gawang. Tendangan tidak perlu akurat, yang penting mengarah ke gawang. Membuahkan gol atau tidak, itu perkara belakang. Tapi, biarpun tidak sampai menggetarkan jala lawan, tendangan spekulasi tetap saja menimbulkan gemuruh tepuk tangan dan sorak-sorai penonton seantero stadion.

Begitu juga dengan serangan ngawur duet Prabowo-Sandi dan pemain-pemain di Kubu 02 lainnya. Setiap serangan ngawur yang ditembakkannya, kubu yang bermarkas di Solo ini berhasil menyedot perhatian media. Netijen pendukung Prabowo Sandi langsung memviralkannya. Sementara, warganet pendukung Jokowi-Ma'ruf Amien sibuk berupaya menangkisnya. Lini masa media sosial pun gempar dibuatnya.

Bagi kubu 02, melancarkan serangan dengan berpelurukan materi ngawur itu juga seperti memainkan jurus "Merampok Rumah yang Sedang Kebakaran".

"Strategi kelima bunyinya loot a burning house rampoklah rumah yang sedang terbakar. Arti daripada strategi ini, penjelasan aslinya adalah: jika rumah seseorang sedang terbakar, gunakan kesempatan daripada kekacauan yang timbul, untuk mencuri harta kekayaannya. Saya ulangi, jika rumah seseorang sedang terbakar, gunakan kesempatan daripada kekacauan yang timbul, untuk mencuri harta kekayaannya," papar Prabowo dalam video yang dapat ditonton dari YouTube.

Dengan jurus maut ala "loot a burning house" yang dikenalkan Prabowo pada 2004 lalu ini, Prabowo berhasil meningkatkan pundi-pundi elektabilitasnya sekaligus menggerogoti tingkat elektabilitas Jokowi.

Keberhasilan jurus maut ini bisa dilihat dari hasil survei terakhir Indikator yang dirilis pada 8 Januari 2019. Menurut lembaga survei yang di-boss-i oleh Burhanduddin Muhatadi itu, tingkat elektabilitas Prabowo naik 2,5 %. 

Sementara tingkat elektabilitas Jokowi merosot 2,8% dari survei terakhir yang digelar pada Oktober 2018. Artinya, dengan membakar rumah Jokowi, Prabowo berhasil merampok 2,8 % pemilih Jokowi.

Dari hasil survei Indikator itulah dapat ditarik kesimpulan jika ke-ngawur-am dalam pernyataan-pernyataan kubu Prabowo-Sandi tidak dilontarkan secara asal-asalan. Terlebih, Kubu 02 pastinya sudah mengukur militansi dan kekompakan netijen pendukungnya yang menurut beberapa pemantau mengungguli warganet pendukung Jokowi.

"Pembakaran rumah" Jokowi ini juga membuat pendukung Paslon 01 kebingungan dan serba salah. Apalagi, peluru-peluru bermuatan hoax juga ditembakkan oleh pendukung Kubu 02. 

Sebagian dari pendukung Jokowi menyerukan untuk tidak menanggapi serangan Kubu 02. Katanya, itu sama saja dengan menari di atas genderang lawan. Sementara, sebagian lagi keukeuh untuk tetap menghadapinya.

Pendapat Kubu 01 yang menghendaki kelompoknya untuk tutup mata pada serangan Kubu 02 jelas salah besar. Karena, bagaimana pun juga kebakaran harus sesegera mungkin dipadamkan. Jika tidak, api akan merembet ke bagian rumah lainnya. Dan, pada akhirnya akan membumihanguskan seluruh bangunan rumah berikut isinya.

Para pendukung Jokowi harusnya menyadari jika kontestasi Pilpres 2019 bukan hanya melibatkan kedua kubu yang telah terpolarisasi, melainkan juga disaksikan oleh kelompok swing voter dan undecided voter. Kedua kelompok ini pun menerima konten-konten yang berlontaran dari kedua kubu. Jika sebuah serangan ngawur atau hoaxtidak dipatahkan, maka akan dianggap sebagai sebuah kebenaran.

Menghadapi serangan memang menghabiskan lebih banyak energi ketimbang menembakkan serangan. Karena satu kalimat serangan membutuhkan berkalimat-kalimat bahkan berparagraf-paragraf untuk mematahkannya.

Misalkan, Jokowi diserang dengan kalimat "Ekonomi di era Jokowi amburadul". Untuk mematahkan serangan itu pastinya harus mengeluarkan serentetan kalimat yang mungkin sampai berparagraf-paragraf.

Atau, serangan terhadap Jokowi bisa juga dilakukan hanya dengan mengunggah foto Jokowi yang kebalik saat memakai pakaian ihrom. Hitung saja berapa banyak kalimat yang dibutuhkan untuk menegaskan jika foto tersebut hoax.

Tapi, itulah konsekuensi dalam menghadapi serangan lawan. Karena itulah dalam sepak bola jumlah pemain belakang lebih banyak dari jumlah penyerang lawan. 

Menyerang pun jauh lebih mudah ketimbang bertahan. Sebab, menyerang tidak membutuhkan data. Tetapi, untuk bertahan dibutuhkan data yang akurat dan valid. Untuk bertahan juga dibutuhkan kuota internet yang lebih banyak. 

Contohnya, Jokowi diserang dengan satu kalimat "Janji tidak impor beras". Nah, hitung berapa banyak data yang dibutuhkan untuk menjawab serangan tersebut dan berapa kuota internet yang harus digunakannya.

Dalam sebuah pertandingan sepak bola penyerang bisa mengeluarkan tendangan spekulasi. Sekalipun tidak menghasilkan gol, tetap saja membuahkan tepuk tangan membahana bagi penendangnya. Tetapi, pemain yang sedang bertahan dari serangan tidak boleh sedikit pun melakukan kesalahan.

Bagi pemain yang sedang bertahan, salah sedikit saja bisa mendatangkan blunder yang bisa menghasilkan hujatan luar biasa dari penonton. Tidak mengherankan jika kartu kuning dan merah banyak diganjarkan kepada pemain yang sedang dalam posisi bertahan.

Melihat gaya dan intonasi suara Prabowo yang cocok dengan pola permainan menyerang, bisa dipastinya jika mantan menantu HM Soeharto ini akan terus melontarkan serangan-serangannya sampai peluit panjang ditiupkan tepat pada pukul 13.00 WIB 17 April 2019 nanti.

Prabowo pun dipastikan akan kembali tampil menyerang di setiap ajang debat capres-cawapres. Karena, bagi Prabowo ajang itu merupakan kesempatan baginya untuk lebih "membakar rumah" Jokowi. 

Dan untuk itu, Prabowo tidak membutuhkan data sama sekali. Malah, bercermin pada ajang serupa yang dihelat lima tahun yang lalu, tidak menutup kemungkinan jika Prabowo akan kembali mengeluarkan angka ngawur-nya.

Kalau Jokowi tidak mampu men-takle serangan Prabowo dengan baik, maka Prabowo akan dengan leluasa "membakar sana-sini" sekaligus "merampok harta" milik Jokowi.

 "Pembakaran" yang dilakukan oleh Prabowo di pentas debat tersebut akan diteruskan oleh netijen pendukungnya. Jika kubu Jokowi tidak mampu memadamkannya, maka "bangunan rumah yang kebakaran" akan meluas. Ujung-ujungnya, swing voter dan undecided voter akan digasak habis oleh Prabowo-Sandi.

***