Partai sebagai sebuah wadah organisasi politik, adalah manifestasi dari pencetak generasi para pemimpin Nasional, dan Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP), adalah sebuah partai yang memiliki latar belakang perjuangan berdarah-darah. PDIP satu-satunya Partai yang sudah melahirkan 2 dari 7 Presiden Republik Indonesia.
Cikal bakal PDIP adalah Partai Nasional Indonesia (PNI), yang didirikan pada tanggal 4 Juli 1927. PNI lahir dari hasil rapat antara Ir. Soekarno bersama beberapa rekan seperjuangannya seperti Mr. Iskaq Tjokrodisuryo, Soedjadi, Mr. Budiarto, Mr. Soenarjo, dan Dr. Cipto Mangunkusumo. Pada awalnya dinamakan Perserikatan Nasional Indonesia, namun tahun 1928 berubah menjadi Partai Nasional Indonesia.
Artinya, dari Trah Partai PNI sudah melahirkan 3 dari 7 Presiden Republik Indonesia. Wajar saja, karena PDIP adalah partai yang paling tua dibandingkan partai-partai yang ada saat ini. PNI dibawah Kepemimpinan Ir. Soekarno, memimpin pergerakan melawan penjajahan, yang menggelorakan semangat untuk mencapai Indonesia Merdeka.
Perjuangan tersebut tidaklah sia-sia, karena Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, tidak terlepas dari hasil perjuangan tersebut.
Perjuangan Megawati Soekarno Putri, menghidupkan PDIP sejak masa Orde Baru, yang saat itu masih PDI belum ada embel-embel Perjuangan, sama beratnya dengan perjuangan Ir. Soekarno menghidupkan panji-panji demokrasi dijaman penjajahan. Bagaimana PDIP yang awalnya hanya merupakan Partai Demokrasi Indonesia, harus berdarah-darah menghadapi kekuasaan rezim Orde Baru Soeharto.
Politik pecah belah yang dilakukan Soeharto, yang memecah belah PDI menjadi PDI Soerjadi dan PDI Mewagati.
Hanya PDI Mewagati yang pada akhirnya bertahan sampai sekarang, Setelah berubah menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Perjuangan Megawati tidaklah mudah dimasa Orde Baru, dimana Demokrasi dipasung Kekuasaan, sehingga demokrasi tidaklah berjalan dengan semestinya.
Peristiwa 27 Juli 1996
Kekuasaan rezim otoriter militeristik, dibawah Kepemimpinan Soeharto, sangatlah zolim. Menciptakan berbagai konflik ditanah air menjadi modus untuk melanggengkan Kekuasaan. Tekanan Demi tekanan yang dihadapi Megawati yang mengawal panji Partai Demokrasi Indonesia, terus dilakukan rezim, puncaknya adalah Peristiwa 27 Juli 1996.
Masa pendukung Megawati menggelar Mimbar Demokrasi di halaman Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro hingga 27 Juli 1996. Hari itu, kantor DPP PDI diserbu ratusan orang berkaos merah yang bermaksud mengambil alih kantor DPP PDI. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa 27 Juli yang banyak menelan korban jiwa.
Pasca peristiwa 27 Juli, Megawati beserta jajaran pengurus tetap eksis walaupun dengan berpindah-pindah kantor dan aktivitas yang dilakukan di bawah pantauan pemerintah. Pada Pemilu 1997 Megawati melalui pesan hariannya menyatakan bahwa PDI di bawah pimpinannya tidak ikut kampanye atas nama PDI.
Pemilu 1997 diikuti oleh PDI di bawah kepemimpinan Soerjadi dan hasil Pemilu menunjukkan kuatnya dukungan warga PDI kepada Megawati karena suara PDI merosot tajam dan hanya berhasil meraih 11 kursi DPR.
Tahun 1998 membawa angin segar bagi PDI Megawati. Di tengah besarnya keinginan masyarakat untuk melakukan reformasi politik, PDI di bawah kepemimpinan Megawati kian berkibar. Pasca-lengsernya Soeharto, dukungan terhadap kepemimpinan Megawati semakin kuat.
Lahirnya PDI Perjuangan
Dengan semangat membangun peradaban politik yang mengedepankan demokrasi, Megawati Soekarno Putri berjuang keras membentuk kader-kader Partai yang berkualitas, untuk mengisi Kepemimpinan, baik secara regional maupun Nasional. Demi eksistensi PDI dipanggung Politik Nasional, maka Pada 8-10 Oktober 1998, PDI Megawati menyelenggarakan Kongres V PDI di Denpasar, Bali. Dalam Kongres ini, Megawati terpilih kembali menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1998-2003 secara aklamasi.
Meskipun pemerintahan sudah berganti, yang diakui Pemerintah masih tetap PDI di bawah kepemimpinan Soerjadi dan Buttu Hutapea. Perjuangan Megawati belum berakhir, agar dapat mengikuti Pemilu 1999, Megawati kemudian mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 yang disahkan oleh Notaris Rakhmat Syamsul Rizal. Nama ini kemudian dideklarasikan pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta.
Sebagai Partai pemenang Pemilu 1999, PDIP berhasil menempatkan wakilnya di DPR sebanyak 153 orang. Bahkan, Megawati terpilih sebagai Wakil Presiden mendampingi KH Abdurahman Wahid yang terpilih didalam Sidang Paripurna MPR sebagai Presiden Republik Indonesia ke-4. Padahal, seharusnya Megawati berpeluang menjadi Presiden RI ke-4, hanya karena adanya jargon "Asal Bukan Megawati."
Tidak ada manusia yang bisa menghalangi Kehendak Allah, meskipun Megawati dihalangi untuk menduduki kursi Presiden, atas kehendak Allah, dengan lengsernya Gus Dur maka Megawati menggantikan Gus Dur sebagai Presiden.
Itulah contoh bahwa seharusnya Presiden ke-4 adalah Hak Megawati Soekarno Putri, namun secara politis Megawati dihalangi dengan berbagai Cara. Akhirnya Megawati menjadi Presiden ke-5 RI, dan salah satu kader PDIP,Ir. Joko Widodo menjadi Presiden RI yang ke-7 sampai sekarang.
Melihat sejarah PDIP dan Megawati, sulit rasanya kita mencari alasan untuk mengatakan PDIP adalah manifestasi dari Partai Komunis Indonesia (PKI), karena tidak ada sama sekali korelasinya dengan PKI, terlebih perjuangan PDIP dalam menghidupkan Api demokrasi sangatlah konsisten, tidak pernah berhaluan Kiri. Semangat membangun peradaban manusia, menjadi cita-cita dasar PDIP.
***
Sumber :
1.https://m-liputan6-com.cdn.ampproject.org/v/s/m.liputan6.com/amp/2823169/darah-dan-air-mata-dalam-sejarah-pdip
2. https://sejarahlengkap.com/organisasi/sejarah-pni-partai-nasional-indonesia
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews