Ada upaya membangun kesan Ahmad Dhani Prasetyo (ADP), adalah korban sentimen rezim, bukan semata-mata karena penerapan UU ITE. Kalau dalam tekhnik Propaganda Firehose of falsehood, ini bagian dari repetisi sebuah pesan yang dilakukan secara cepat dan konsisten, untuk menghancurkan logika kewarasan.
Kalau secara logika waras, ADP posisinya sama dihadapan hukum dengan korban lainnya dari pelanggaran kasus sesuai dengan UU ITE, artinya ADP tidak perlu diistimewakan. Nyatanya ada pihak-pihak yang menginginkan ADP dianggap sebagai "korban" sehingga perlu diselamatkan.
Proses Dramatisasi ini semata-mata hanya ingin membangun simpati publik, dan membangun sentimen keberpihakan demi menggalang dukungan. Tidak aneh sih, karena pola ini sudah terlalu seeing diulang sebagai sebuah strategi. Politik kerumunan massa dianggap efektif untuk memberikan tekanan, dengan kerumunan massa pula hukum bisa diatur sesuai dengan selera.
Pada kelompok yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa, pola strategi ini dianggap sebagai upaya pecah belah, dan jauh dari semangat membangun Nasionalisme, dan bisa berakibat perpecahan ditengah masyarakat. Kenyataannya, sejak Pilpres 2014 pola strategi ini memang sudah sangat akrab dengan kubu Prabowo.
Kemana sasaran Dramatisasi ADP.? Simpati publik golongan mana yang menjadi targetnya.? Karena saat ini untuk menggalang aksi Massa 212, moment-nya belum ada, karena tidak ada momentum kasus yang terkait dengan Agama. Maka dicari-carilah cara untuk membangun simpati publik, agar mudah digerakkan untuk kembali berkerumun atas nama "Bela ADP."
Pola propaganda yang terus berulang secara konsisten, itu adalah produk propaganda Firehose of falsehood, tidak bisa dipungkiri. Terlepas dari menggunakan Konsultan asing atau tidak, tapi pola propagandanya sudah diadobsi dan diterapkan sebagai strategi Politik.
Itu barulah sebagian kecil dari tekhnik propaganda Firehose of falsehood. Tekhnik propaganda ini tidak bisa dianggap remeh, karena tekhnik ini juga yang diterapkan oleh PKI, dalam mengaduk-aduk bangsa ini, sepanjang masa berdirinya PKI.
Kembali kesoal Dramatisasi penahanan ADP, sebetulnya ADP hanya korban dari penerapan UU ITE, dan Fadli zon juga Fahri Hamzah sangat sadar itu. Diluar dugaan mereka, UU ITE itu malah memakan korban dari kelompoknya sendiri. Sebut saja selain ADP ada Buni Yani dan Bahar Smith.
Tidak perlu dipertanyakan lagi, kenapa justeru kelompok Oposisi yang malah banyak terjerat UU ITE, karena posisi mereka sebagai penyerang, apa lagi pola menyerangnya bukan lagi menebarkan Fakta, lebih kepada menebar kebencian, maka sangat mungkin terjebak pasal UU ITE.
Sementara sebaliknya, kelompok Oposisi menganggap mereka sengaja dikorban menggunakan UU ITE. Playing victim biasa dalam propaganda Firehose of falsehood, karena memang bagian dari modus propaganda tersebut. Pelaku memutarbalikkan fakta sebagai korban, itu memang sudah menjadi bagian dari modusnya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews