74 Tahun HMI dalam Pusaran Zaman, Harapan dan Kehancuran

Harapan yang muncul adalah HMI di usianya yang semakin tua harus di isi oleh kader yang berpikiran muda dan mampu mengemban dan mencapai kualitas cita yang digambarkan,

Jumat, 5 Februari 2021 | 15:30 WIB
0
392
74 Tahun HMI dalam Pusaran Zaman, Harapan dan Kehancuran
Ahmad Muzawir Saleh

Terbinanya insan akademis pencipta pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Begitu kira-kira bunyi dari tujuan yang harus saya hafalkan dalam satu nafas ketika berniat menjadi bagian dari suatu organisasi kemahasiswaan tertua di Indonesia. Sebut saja namanya Himpunan Mahasiswa Islam, disingkat HMI.

Hari ini genap usianya yang ke 74 tentu bukan waktu yang muda untuk usia seperti itu. Jikalau saja ia seorang manusia tentunya sudah berusia senja dan begitu terseok-seok untuk berjalan di atas titihan bambu perjuangan yang juga semakin rapuh. Pertanyaanya kemudian masih sanggupkah ia bertahan di hadapan zaman yang membentangkan jalan begitu keras dan butuh tenaga yang lebih besar?

Keislaman, Kemahasiswaan dan Keindonesiaan menjadi semangat awal didirikannya oleh salah seorang pahlawan nasional. Ini kemudian meneguhkan bahwa HMI berdiri sebagai organisasi kemahasiswaan dengan gerak langkah keislaman dan kebangsaan itu sendiri. Kisah pertamanya dimulai dari ruangan kelas di sebuah sekolah tinggi di ibu kota negara, Yogyakarta pada saat itu.

Dalam perjalanan organisasi, dinamika tentunya menjadi hal yang tak dapat di hindari dan mungkin saja bisa dianggap sebagai pelengkap dalam perjalanan hidup ataupun keorganisasian. Lazimnya sih dinamakan proses oleh para orang-orang yang menyebut dirinya sebagai seinor eh senior.

Dinamika-dinamika tersebut lah yang kemudian mengantarkan seorang Agus Salim sitompul untuk menganalisis dan menyimpulkan sebanyak 44 indikator kemunduran dalam Tubuh HMI itu sendiri.

Mungkin hal yang sudah sangat berlarut-larut adalah apa yang disebut oleh Agus Salim sebagai permasalahan "domestik" dalam diri HMI. Yaitu antara HMI MPO dengan DIPO. Namun jangan salah, beberapa hari sebelum milad HMI ini, orang orang yang menganggap dirinya paling HMI kembali menambah rentetan panjang permasalahan domestik ini. Dengan munculnya dua orang pejabat Ketua Umum PB HMI. Lucu aja kan mengingat slogan keluarga Berencana "dua anak cukup", agak mirip dengan HMI sekarang "Dua PJ Cukup".

Dinamika seperti itu yang kemudian turun merembes ke segala arah organisasi tak terkecuali pada tataran komisariat yang merupakan ujung tombak perkaderan. Pemikiran akan kekuasaan yang turut mewarnai komisariat merupakan proses pencederaan perkaderan yang merupakan harapan terakhir dari proses perbaikan tubuh himpunan.

Ditambah lagi dengan metode atau pola perkaderan yang belum mampu menjawab tuntutan perkembangan zaman sehingga proses penciptaan kondisi atas kader yang merupakan generasi turunan dari arus globalisasi gagal untuk di wujudkan. Bahkan seorang cak Nur pada suatu kesempatan untuk menyelamatkan HMI dari bulan-bulanan dan laknatan menyarankan agar HMI dibubarkan saja, bahwa latihan kader dianggap tidak dapat menghasilkan kader yang standar, koruptor bahkan Mr. Clean pun juga ada.

Wacana-wacana intelektual dan karya-karya bermutu sebagai hal yang mampu diketengahkan untuk kontribusi dalam menyelesaikan problem dalam masyarakat menjadi hal yang jarang dibicarakan oleh para kader di komisariat, kalau bicara kekuasaan tentunya agak lumayan gesit, bahkan ada saja komisariat yang memiliki dua pemimpin, atau dualisme.

Baca Juga: Pembelajaran Akhlak di Milad HMI ke-74

Permasalahan retorika kader tentunya tidak diragukan lagi, apalagi dalam forum-forum training. Akan tetapi pada akhirnya keberanian dan perlawanan berakhir tuntas dalam pembicaraan forum training di tubuh himpunan.

Begitu kira-kira cuitan salah satu kader di instastory nya. Hal tersebut ada benarnya, bahwa pembicaraan pembicaraan perkaderan terkadang seperti hal yang heroik namun pada isinya berbobot kepentingan.

Pada akhirnya harapan yang muncul adalah HMI di usianya yang semakin tua harus di isi oleh kader yang berpikiran muda dan mampu mengemban dan mencapai kualitas cita yang digambarkan oleh tujuan HMI di awal tadi, pemikiran akan pragmatisme harus di singkirkan dengan kembali pada sisi keislaman dan kebangsaan sehingga api harapan terus membesar, bukan jurang kehancuran yang semakin dalam.

***

EL,  Anggota Biasa HMI Komisariat Tarbiyah dan Keguruan, Cabang Gowa Raya