Pembelajaran Akhlak di Milad HMI ke-74

Nilai-nilai Islam bukan untuk menyakitkan orang lain atau mengorbankan orang lain dengan bom bunuh diri.

Selasa, 2 Februari 2021 | 22:01 WIB
0
294
Pembelajaran Akhlak di Milad HMI ke-74
HMI (Foto: kompasiana.com)

Sebentar lagi, anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memperingati Milad ke-74 atau hari lahir ke-74. Seperti sama-sama kita ketahui, HMI didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947, atas prakarsa Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (sekarang Universitas Islam Indonesia).

Lafran Pane tidak ingin menyebut dirinya sebagai pendiri HMI. Ia menyebut bersama teman-teman mendirikan organisasi Islam tersebut. Kemuliaan jiwa Lafran Pane inilah yang kemudian organisasi Islam tersebut bertambah besar dalam kuantitas, juga bertambah banyak kader-kader yang dihasilkannya, tetapi dalam kualitas dapat dihandalkan.

Ketika diselenggarakan Peringatan Hari Pahlawan 2017, salah seorang yang memperoleh gelar Pahlawan Nasional tersebut adalah Lafran Pane. Panggilan abang di HMI sekarang ini lumrah, karena panggilan kepada pendiri HMI itu juga adalah abang.

Ia lahir di Padang Sidempuan, sehingga banyak di kalangan HMI memanggil seniornya dengan panggilan "abang." Bukan tidak ada juga yang menanggil sesama HMI dengan panggilan "mas." Tetapi entah apa lagi panggilan kepada seniornya, tetapi yang penting adalah pembinaan akhlak.

Nabi Muhammad SAW diutus oleh sang pencipta ke dunia adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia di samping tugas-tugas lainnya dari sang pencipta. Seseorang boleh saja pintar setinggi langit, tetapi tidak berakhlak, ia samalah dengan menenggelamkan dirinya sendiri ke lumpur yang dalam. Itu sebabnya, seorang anak diajarkan ber-etika. Ia diajarkan meminta izin kepada orang tuanya, jika pergi dan pulang memberitahu.

Sulit kiranya kita melihat generasi penerus kita berjuang di tengah-tengah era globalisasi. Dengan cepat anak-anak kita lebih tahu perkembangan dibandingkan orang tuanya. Adalah hal wajar pula orang tua ikut mendampingi anaknya, mungkin salah satu faktor bekalnya menanamkan akhlak kepada mereka.

HMI dan Keindonesiaan, Islam di belakang Himpunan Mahasiswa juga tidak semata-mata mendalami berbagai hal dalam Agama Islam, tetapi memahami sejarah perjuangan bangsa sebelum merdeka dan sesudahnya.

Bagaimana proses perjuangan tokoh-tokoh kemerdekaan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Bukan mendasari diri pada paham kiri atau kanan. Kiri, lebih ke arah bagaimana negara ini pernah dibawa ke negara berbentuk Komunis. Mungkin kita masih ingat ada poros Jakarta, Phnompenh, Peking, meski sebatas konsep, hal itu tidak terwujud.

Tentang akan dibawanya negara ini ke kanan, kita masih ingat gerakan Darul Islam, Tentara Islam Indonesia. Bersyukurlah bahwa kedua konsep itu tidak terwujud, melainkan hingga hari ini, kita tetap menjadikan Pancasila sebagai dasar negara.

Bagaimana pun kita menyaksikan bagaimana misalnya Islam di Irak dan Suriah pernah dibentuk Negara Islam yang disebut ISIS. Betapa nama Islam dijadikan alat yang keliru dengan membom rakyat tidak berdosa.

Itulah sekelumit cerita perjalanan saya di dunia nyata melihat langsung ke Irak untuk keduakalinya di bulan September 2014. Ketika pertama ke Irak di bulan Desember 1992, kehancuran Irak belum tampak sekali. Oleh karena itu, nilai-nilai Islam bukan untuk menyakitkan orang lain atau mengorbankan orang lain dengan bom bunuh diri.

***