Tentang Penangkapan Edhy Prabowo

Sekali lagi, KPK itu hanya alat politik. Di sana yang berkuasa adalah "kelompok penyidik"-nya. Jajaran komisionernya itu macan ompong.

Sabtu, 28 November 2020 | 07:57 WIB
0
241
Tentang Penangkapan Edhy Prabowo
Edhy Prabowo (Foto: jpnn.com)

Edhy Prabowo ini kalau dalam daftar menteri kabinet Jokowi, memang wajar termasuk yang teratas dalam prioritas penangkapan KPK. Prabowo Subianto, sebagai juragannya, terlalu mengambil resiko ketika menempatkannya di Kementrian Kelautan dan Perikanan. Ok, itu keputusan Jokowi sebagai pemilik hak prerogatif. Tapi, membiarkan anak asuhnya ini di "sektor yang sensitif" begini semestinya bisa diantisipasi sejak dini.

Harusnya PS sadar bahwa menteri yang digantikannya adalah "public darling". Susy Puji Astuti dalam istilah saya dia ini adalah profiling "Jokowi Perempuan". Dia adalah menteri terbaik yang dimiliki Jokowi pada periode pertamanya menjabat sebagai presiden. Prestasinya tidak main-main, kelasnya dunia. Untuk pertama kalinya, negara Indonesia naik kelas: berani bersikap tegas. Membuat laut Indonesia sebagai halaman yang steril dan berdaulat dari para maling. Jadi relatif steril dari pencurian ikan.

Menenggelamkan kapal adalah metoda praktis dan efektif yang saya pikir akan selamanya dikenang dunia. Nyaris tanpa kontoversi hukum yang berbelit. Sama sekali tidak melanggar HAM. Mungkin, dari sini, lahir peribahasa baru: hancurkan pancingnya, penjarakan pelakunya. Tampak sederhana, tapi efek jeranya luar biasa. Bagaimana, mau mencuri lagi. Kalau alatnya sudah dihancurkan. Bikin kapal lagi? Halah!

Sialnya Si EP ini, sejak awal sudah menunjukkan kecongkakannya. Karakter dasarnya sebagai pesilat, alih-alih rendah hati. Ia menunjukkan kesombongannya. Lupa pada masa lalu-nya sebagai anak pungut Prabowo. Ia adalah salah satu anak yang dibesarkan, bukan sekedar kelak diberi jabatan. Namun memang sejak masa kuliahnya dibiayai oleh PS. Dalam paket ini, jumlahnya cukup banyak. Tapi karakternya nyaris mirip ya sejenis Si FZ-lah.
Manusia snob, yang mudah sekali melupakan masa lalunya yang penuh derita. OKB, karena nasib baik perkawanan!

Baca Juga: Batu Sandungan Prabowo dan Gerindra

Ketika belum apa-apa, baru beberapa waktu menjabat menteri sudah bilang ke media: "Apa salahnya saya memberi konsesi kepada sahabat-sahabat saya". Ia dengan arogan merasa tidak bersalah ketika banyak pengusaha datang kepadanya. Ia anggap itu sebagai kawan yang berkunjung. Silahkan chek di podcat sejuta umat bermasalah-nya Deddy Corbuzier kalau gak percaya. Konon ini media untuk klarifikasi banyak manusia yang nyeleb, baik itu seleb entertaintment, politik, agama, apa pun....

Persoalannya terkait rencana pembukaan lagi ekspor benih benur, yang selama Susy menjabat diharamkan. Alih-alih menjaga jarak, ia justru mempamerkan kedekatannya dengan para pengusaha itu. Tentu, mereka ini bukanlah para pengusaha dalam arti petani sesungguhnya. Jangan lupa, petani itu juga harusnya dianggap sebagai pengusaha. Mereka ini adalah kelompok pemburu rente, para pengusaha yang sekedar duduk manis mencari selisih harga.

Persoalannya bukan di situ menurut saya, dalam konteks hari ini dia ditangkap. Kalau cuma yang berkarakter maling, setengah menteri Jokowi hari ini juga sama saja.

Dalam penangkapan dini hari pagi tadi, muncul sebuah sinyalemen buruk. Sangat buruk! Kenapa ada Novel Baswedan di sana? Kenapa musti hanya dia yang disebut oleh media. Kemana penyidik lainnya? Kenapa sedemikian buru-buru, kenapa musti harus sejak pintu pesawat dibuka langsung dikerakap? Takut kabur?

Ini pertama kalinya, seorang tersangka sudah ditangkap sejak dari pintu pesawat dibuka. Kasar? Entahlah tidak ada ukuran atau kode etik untuk menangkap maling. Tapi tentu saja ini adalah show of force gaya baru.

Tapi lagi-lagi persoalannya bukan di situ!

Ini adalah sinyal dari kelompok "kadrun" yang komandannya adalah Pak Tua itu. Jangan pernah lagi menyebut Si Chaplin! Banyak yang marah, karena Charlie Chaplin adalah seorang mahadewa di dunia seni. Ia orang baik yang melegenda. Mosok, hanya karena sama berkumis nanggung, lalu di sebut demikian. Ayo dong, beri respect pada Sir Charlie Chaplin!

Kembali lagi ini adalah sinyal, atau katakanlah perlawanan balik dari kelompok JK. Bahwa nyaris semua lininya sedang kena sapu. HRS walau baru pulang, sudah dilenyapkan sementara. Di titik bisinisnya, ia tak mendapat pembelaan dari pemerintah. Ketika ia mendapat masalah dari QNB.

Kasus kredit macetnya di BRI diaduk-aduk sedemikian rupa. Dan nasib, si pionnya AB di DKI Jakarta sedang dalam kondisi genting. Kalau pemerintah betul-betul berani menegakkan hukum, harusnya si AB ini minimal diskor. Kalau tidak malah diberhentikan dan menghadapi sidang pengadilan.

Tentu saja, orang yang paling mendapat keuntungan adalah "sang wagub tiban" itu. Yang kebetulan adalah orang Gerindra. Dan sinyalemen ini sudah sangat kuat. Dan kompornya adalah PKS, yang tentu saja kalau AB berhasil dilengserkan. Merekalah yang akan mendapat durian runtuh. Lumayan lah pokoknya. Semoga dengan kasus ini, PS dan Gerindra makin sadar, janganlah suka main di dua kaki. Gak enak!

Saya cuma sedih saja, ketika seorang kawan tiba-tiba buat postingan bahwa penangkan EP ini bukti KPK tidak dilemahkan. Pret!

KPK ya tetap lemah, ia tampak kuat jika NB bereaksi ketika kepentingan "klan-nya" terganggu! Sampai kapan? Nyatanya gak ada yang berani ngusik dia tuh, sampai hari ini. Merekalah rezim korupsi sesungguhnya. Mereka lah, yang membolehkan siapa korupsi, siapa tidak.

Sekali lagi, KPK itu hanya alat politik. Di sana yang berkuasa adalah "kelompok penyidik"-nya. Jajaran komisionernya itu macan ompong. Hambok diisi bakul gudeg atau tukang sayur juga akan tampak bagus. Jika penyidiknya mau bergerak dengan obyektif. Tidak main tebang pilih, sesuai pesanan. Ya seperti kali ini...

Btw, saya ikut senang juga EP ditangkap. Ini meringankan beban moril dan citra Jokowi. Tapi saya sarankan kalau bersorak ya gak usah keras-keras. Bersorak senyap, pokoknya tanpa ke-gembira-an.

Kayak kalau orang bersenggama itu. Coitus interuptus-lah.....

***