Hendropriyono, Persahabatan Ideologi Kebangsaaan sampai Talangsari

Lewat uraian tentang Kekal Akmil 1967, justru kita bisa melihat betapa kekuatan akses, koneksi, pertemanan, yang membangun kemampuan intelijen AM Hendropriyono begitu mumpuni.

Selasa, 3 November 2020 | 08:41 WIB
0
336
Hendropriyono, Persahabatan Ideologi Kebangsaaan sampai Talangsari
AM Hendropriyono (Foto: indopolitika.com)

Menerima buku hard-copy SPY SI :Sebagian Pengalaman Yang Saya Ingat dari Jenderal (Purn) AM Handropriyono membuat saya tertegun. Karena saya paham tentang sepak terjang dia sejak lama. SPY SI membuat saya lebih memahami tentang pikiran dan tindakannya. SPY SI Bagian I Zaman Revolusi Fisik ini mengenalkan AM Hendropriyono secara lebih utuh.

Gambaran peristiwa Talangsari Warsidi membuka mata kita. Dia bekerja profesional dan cermat. Dia juga memrotes penangkapan terhadap Kyai Abdul Gani Masykur dan membebaskannya. Catatan yang mencerahkan.

Secara pribadi, saya telah paham. Meski bacaan saya saat itu majalah Panji Masyarakat, saya remaja pun mendukung penumpasan terhadap gerakan politik berlatar belakang DI/TII (Darul Islam/Tentara Nasional Indonesia) Talangsari pada 1989 itu.

Akar masalah adalah yang disebut AM Hendropriyono sebagai para penganut Islam politik. Islam yang berbeda dengan Islam yang diyakini oleh mayoritas Muslim Indonesia. Akar DI/TII ini kini menjelma menjadi kaum radikal dan teroris yang harus ditumpas.

Pandangan itu sepenuhnya berdasarkan dari pemahaman yang jernih AM Hendropriyono. Sebelumnya, pada 20 Januari 1985, Mohammad Jawad dan Achmad Muladawila membom Borobudur, merontokkan 9 stupa dan 4 patung. Setelah itu mereka merancang membom Kuta, bom meladak di Sumber Kencono, Banyuwangi. Tujuh orang tewas.

Tiga orang teroris Abdul Hakim, Hamzah Supriyono dan Imam Gozali Hasan tewas. Abdulkadir Ali Al-Habsyi yang juga perancang bom Borobudur lolos dari maut. Jawad Kresna yang sampai sekarang kabur ke Iran tidak tertangkap.

AM Hendropriyono sangat mendalami pergolakan ideologi bangsa. Sekaligus membangun keyakinan ideologi berdasarkan kebangsaan, nasionalisme, religiositas, keberagamaan, internasionalisme, anti imperialism, dan keberagamaan, yang mirip Bung Karno dan Bung Hatta.

Secara jelas dia mengidolakan dwi tunggal tersebut. Karena sejak kecil dia sudah mengalami hawa suasana ambien Soekarno, Bung Hatta, termasuk keluarga mereka. Magawati dan Mas Tok alias Guntur Soekarnoputra mendapat tempat istimewa dalam jiwa mantan Kepala BIN itu.

Energi kebangsaan dan nasionalisme karena mendengarkan pidato Bung Karno telah membentuk AM Hendropriyono. Dia menjadi seorang remaja yang bernafsu membela negara. Kekecewaan gagal untuk dikirimkan ke medan perang Irian Barat zaman Trikora, karena hanya diganti dengan baris-berbaris bagi anak-anak SMP, dibayar lunas dengan semangat masuk Akademi Militer Nasional.

Energi nasionalisme dari SMP pada 1957 dan SMA pada 1960 menghasilkan pertemanan yang banyak menghasilkann para tokoh militer (ABRI termasuk polisi). Para pejuang sejati. Ada Letjen Farid Zainuddin, Mayjen Yasir Mansur, Mayjen Addy Mashud, Mayjen Oca Santosa, Kolonel Didi Sugandi, Kolonel Budi Purnama, Mayjen Glenny Kairupan, Laksamana Marsetio, Irjenpol Moh Hidayat, Kolonel Yayat Hidayat, dan lainnya yang berjumlah 71 orang. Dari anggota Kekal (Keluarga Alumni) Akmil 1967 yang gugur di medan pertempuran 15 orang, 10 di antaranya tewas di Timor Timur.

SPY SI ini memberikan informasi tangan pertama tentang intrik politik, bahkan catatan tentang salah sasaran Jenderal AH Nasution membersihkan Angkatan Darat pun muncul secara gamblang. Juga tentang penguasaan intelijen luar biasa yang dia manfaatkan untuk meluruskan kebenaran. SPY SI memaparkan intrik politik yang ditulis dengan sopan, elegan, dan cerdas tanpa kehilangan benang merah kebenaran yang dia sampaikan.

Pemahaman tentang Islam, asal-usul keturunan yang membuat dia intens berhubungan dengan pergerakan orang dan kebudayaan Sumatera Barat, memberikan dia pemahaman jernih tentang radikalisme, sejarah, yang kelak membentuk AM Hendropriyono. Hingga sikap tegasnya terhadap gerakan radikal dan terorisme.

Ketika melihat DI/TII pun, AM Hendropriyono lebih jernih melihat dari kekosongan kekuatan militer Divisi Siliwangi yang meninggalkan Jawa Barat. Pada 1949, teroris Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo pun adalah kaki tangan proxy Belanda, yang pernah bekerja sama dengan teroris Raymond Westerling, lewat Carlson dan van Kleef.

SPY SI menorehkan catatan penting dan kaya tentang PKI, Bung Karno, militerisme, pergulatan politik dalam pandangan AM Hendropriyono.

Yang sangat menarik bagi saya adalah uraian yang menyangkut kawan dan lawan dikemas tanpa menghinakan. Bahkan ketika ada perbedaan pendapat, termasuk dengan Jend A.H. Nasution, yang akhirnya sangat dekat bahkan dia dihadiahi buku 9 jilid Memenuhi Panggilan Tugas karya Jend. Dr. A.H. Nasution.

Buku ini juga memaparkan pergolakan politik sejak 1950-an sampai pasca PKI. Tampak begitu dalam pemahaman AM Hendropriyono melihat pergolakan dengan latar belakang keterikatan dan pengalaman pribadi, yang justru jauh dari sifat subyektif.

Baca Juga: Spy "Strategy Inside" AM Hendropriyono

Lewat uraian tentang Kekal Akmil 1967, justru kita bisa melihat betapa kekuatan akses, koneksi, pertemanan, yang membangun kemampuan intelijen AM Hendropriyono begitu mumpuni. Pun kemampuan bidang bidang intelijen juga didasari oleh kecerdasan dan dasar ideologi kebangsaan Pancasila yang kuat. Ada fokus tujuan dalam melakukan dan mendalami pekerjaan dalam diri AM Handropriyono. Semua berawal dari Dwi Tunggal: Soekarno-Hatta.

Catatan: Tulisan ini hanya sebagian catatan awal saya mengenai buku ini, dan saya menunggu bagian selanjutnya SPY SI yang akan membuka dan menjadi catatan sejarah penting bagi generasi muda Indonesia.

Ninoy Karundeng

***