Mari Membela Absurditas

Kalau rakyat puyeng, gimana Presidennya bisa bilang tanpa beban di periode keduanya? Tanpa beban untuk cuek pada situasi stagnan, karena turbulensi politik yang tak terkompromikan?

Rabu, 25 Desember 2019 | 05:48 WIB
0
328
Mari Membela Absurditas
Presiden Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Foto: suara.com)

37 Negara (yang majoritas penduduknya Islam, termasuk Saudi Arabia), mendukung Cina atas tindakannya pada kaum Uighur. Agustus lalu, Menlu Turki berjanji akan membantu Cina membasmi kaum Uighur. Sementara 22 negara (majoritas penduduknya bukan Islam, seperti AS, Inggris, Jepang, Perancis, Jerman, dll), mengecam Cina atas tindakannya pada muslim Uighur.

Terus, seperti kita duga, kelompok PA-212, GNPF Ulama, elite PKS, mendorong-dorong pemerintah Indonesia turut serta mengecam Cina atas persoalan Uighur itu.

Gimana sih ini? Nggak usah bingung. Coba baca tulisan yang lain: DKI mengucurkan dana sebesar Rp688.140.175.000 (688,1 milyar), untuk menebus 171 Ijazah Siswa yang ditahan sekolah, dari 79 sekolah swasta. Untuk diketahui, soal nebus ijazah oleh Pemda DKI Jakarta, bukan barang baru. Ahok juga pernah melakukannya. Tapi Rp688,1 milyar untuk 171 ijazah di rezim Anies? Yang artinya per-ijazah Rp 4 milyar lebih?

Masa’awoh! Kalau jaman Ahok dulu, paling banter karena siswa nunggak bayaran berapa bulan. Kalau pun sekolah swasta yang mahal banget, nggak sampai puluh juta, apalagi milyar!

Tapi apa hubungan antara dukungan dan kecaman negara-negara dunia atas kasus Uighur dengan tahanan ijazah bernilai milyaran? Memang tidak ada.

Yang menjadikan tampak ada hubungan, mungkin pertanyaannya; Kok ada lelakon seperti itu, di Indonesia, menyeru save Uighur dan ajakan berjihad, putus hubungan dengan Cina, tapi senyampang itu menghargai tebusan ijazah milyaran rupiah? Puyeng ‘kan mikirin semua itu? Belum lagi ada yang bikin bendera MUI nglarang ucapan selamat Natal, tapi kalau Wapres boleh. Ulama kok diskriminatif. Itu pasti ubaru.

Di beberapa negara Timur Tengah, termasuk Arab, yang mayoritas Islam, toko-toko dan rumah mereka, berhiaskan aksesoris Natal, bahkan juga boneka serta topi Santa Klaus kayak oleh-oleh wajib beli. Di sini, di Indonesia ini, punya Menteri Agama bekas jenderal TNI AD, dan mengaku mentri semua agama, bukan hanya Islam, tapi kok membiarkan lembaga ulama dan ustadz yang intoleran? Jangankan ngucapin selamat Natal, ngucapin selamat hari Ibu saja dibilang kafir. Emang kamu anak setan? Sungguh absurd

Kalau rakyat puyeng, gimana Presidennya bisa bilang tanpa beban di periode keduanya? Tanpa beban untuk cuek pada situasi stagnan, karena turbulensi politik yang tak terkompromikan? Katanya tingkat komprominya akan lebih rendah? Apakah Erick Thohir cukup menghibur? Apa artinya jika Susi Pudjiastuti digantikan bekas tentara yang ketahuan gagal jadi politikus? Apa artinya Nadiem Makarim di tengah kemampuan literasi rendah dalam balutan dogma agama? Jangan lupa, rezim ‘orang baik’ bisa disingkat jadi rezim ‘orba’ juga lho. Absurd to!

Tapi sebagaimana ujar Oliver Goldsmith, penyair Irlandia abad 18; Every absurdity has a champion to defend it. Setiap absurditas memiliki pembela fanatiknya untuk mempertahankannya. Karenanya, mari kita lihat setanpa beban apakah absurditas Jokowi periode kedua ini. 

***