Pembangkangan Lanjutan Itu Datang dari Enggartiasto Lukita

Pembangkangan Enggartiasto adalah kelanjutan "road map" menuju 2024 setelah "show off"-nya Surya Paloh pada dua peristiwa sebelumnya.

Rabu, 7 Agustus 2019 | 09:27 WIB
1
868
Pembangkangan Lanjutan Itu Datang dari Enggartiasto Lukita
Enggartiasto Lukita (Foto: Liputan6.com)

Seperti turunan dari pertemuan Surya Paloh dengan Anies Baswedan sebelumnya yang dinilai sebagai sebentuk perlawanan, kini apa yang dilakukan Engartiasto Lukita dianggap sebagai pembangkangan lanjjutan secara terang-terangan. Persisnya pembangkangan terhadap Presiden Joko Widodo.

Enggartiasto adalah menteri perdagangan dari unsur Partai Nasional Demokrat alias Nasdem. Bos Nasdem adalah Surya Paloh dan Anies Baswedan adalah gubernur DKI Jakarta yang selepas memudarnya pamor Prabowo Subianto, digadang-gadang sebagai bakal calon presiden di Pilpres 2024, khususnya oleh Alumni 212.

Pembangkangan Enggartiasto ditunjukkan dengan melantik tujuh pejabat Eselon I di kementerian yang berada di bawah kendalinya pada Selasa, 6 Agustus 2019. Padahal, Presiden Joko Widodo selaku atasan Enggar sebelumnya melarang tegas para menteri gonta-ganti pejabat di posisi penting hingga pelantikan pemerintahan baru pada 20 Oktober nanti.

Memang perintah atau imbauan Presiden RI tidak dalam bentuk peraturan tertulis, setidak-tidaknya memo Presiden yang kedudukannya tidak kuat. Tetapi apa yang ditunjukkan Enggartiasto dengan pelantikan pejabat Eseleon I itu tidak bisa dianggap peristiwa biasa. Ini lebih merupakan "show off" alias unjuk kekuatan politik Surya Paloh dengan Nasdem-nya di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo yang pertama. 

Media ramai memberitakan, salah satu pejabat yang dilantik adalah Oke Nurwan, Direktur Perdagangan Luar Negeri, yang menjadi Sekretaris Jenderal. Sebelumnya.

"Susunan baru Pejabat Eselon I ini diharapkan dapat memimpin kinerja Kemendag lebih baik lagi dalam memenuhi mandat Presiden," kata Enggar dalam siaran pers, Selasa itu juga usai pelantikan.

Dalam siaran pers itu juga disebutkan, pejabat lain yang diubah jabatannya ialah Suhanto yang sebelumnya menjabat Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antar Lembaga, dilantik menjadi Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Indrasari Wisnu Wardhana sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, dari sebelumnya Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sedangkan posisi Wisnu terdahulu diisi oleh Tjahya Widayanti.

Enggar juga mengangkat Dody Edward sebagai Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, mengukuhkan Arlinda menjadi Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional, dan Karyanto Suprih menjabat Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antar Lembaga.

Baca Juga: Opera Betawi (1): Beras Boleh Nawar Pak Enggar

Larangan para menteri membuat kebijakan strategis dan gonta-ganti pejabat di posisi penting hingga pelantikan pemerintahan baru pada Oktober nanti 2019 nanti disampaikan  Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada 8 Juni 2019 atas arahan berupa larangan Presiden Jokowi yang disampaikannya dalam sidang kabinet.

"Para menteri diimbau dan diminta untuk tidak mengeluarkan kebijakan strategis dan juga penggantian jabatan atau posisi tertentu, dua hal itu," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, saat itu.

Moeldoko mengungkapkan alasan larangan tersebut karena saat ini pemerintahan sudah masuk momen kritis dalam waktu tiga bulan terakhir. Sehingga, katanya, para menteri tak boleh mengganti pejabat sehingga mereka tak punya beban sebelum transisi pemerintahan.

Moeldoko menyampaikan pula, larangan Presiden tersebut berlaku untuk semua menteri, tak hanya di Kementerian BUMN. Larangan juga berlaku untuk direksi BUMN, dan juga pejabat eselon I.

Para menteri dalam kabinet kerja diminta menyelesaikan persoalan sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden. "Itu sudah perintah Presiden, jangan artikan yang lain lagi," demikian Moeldoko mengingatkan.

Apakah Enggartiasto tidak paham, tidak tahu atau tidak mengerti akan adanya larangan langsung Presiden Joko Widodo yang tidak lain atasannya itu?

Jawabannya bisa bermacam-macam. Kalau jawabannya tidak tahu atau tidak mengerti, maka pengangkatan sekaligus pelantikan ini bisa dimengerti. Tapi apa iya sekaliber menteri tidak paham? Bukankah saat rapat kabinet Menteri Enggar juga hadir?

Jika jawabannya tahu tapi tetap melaksanakan pengangkatan sekaligus pelantikan pejabat Eselon I, maka terbuka  adanya "pesan politik" yang ingin disampaikan Nasdem melalui kadernya di kabinet Jokowi, Enggartiasto. Ada unsur kesengajaan di sana. Persisnya menantang.

Sudah jadi rahasia umum, Surya Paloh telah mengungkapkan kekecewaan kepada Jokowi yang bertemu bos Gerindra Prabowo Subianto dengan berbagai cara. Bagi Nasdem, pertemuan dua musuh bebuyutan dalam dua kali Pilpres itu dimaknai sebagai bakal berkurangnya jatah menteri di Koalisi Jokowi sebelumnya dengan masuknya Gerindra.

Surya Paloh kemudian bertemu dengan para ketua umum partai koalisi minus PDIP. "Shof off" kekuatan pengaruh berpuncak pada pertemuan Surya Paloh dengan Anies Baswedan, bersamaan dengan bertemunya Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri di Teuku Umar.

Di sini seolah-olah Surya Paloh ingin menyampaikan pesan kepada trio Megawati-Jokowi-Prabowo, "Jangan main-main lho, saya juga punya kekuatan untuk memajukan Anies Baswedan di Pilpres 2024".

Pembangkangan Enggartiasto adalah kelanjutan "road map" menuju 2024 setelah "show off"-nya Surya Paloh pada dua peristiwa sebelumnya.

***