Kivlan dan Teori Agenda Setting

Sebelum penetapan tersangka, tidak pernah melalui gelar perkara yang menghadirkan sejumlah pihak, termasuk orang yang dituduh, para tersangka serta kuasa hukumnnya.

Kamis, 13 Juni 2019 | 07:40 WIB
0
833
Kivlan dan Teori Agenda Setting
Kivlan Zen (Foto: Kompas.com)

Kasus yang dialami Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen, menjadi topik paling panas dalam beberapa hari ini. Hal ini setelah Kepolisian secara sepihak mengungkap peran mantan Kepala Staf Kostrad tersebut, dalam dugaan rencana pembunuhan empat tokoh.

Kivlan disebut sebagai sosok pemberi perintah kepada pria berinisial HK alias Iwan untuk mencari eksekutor pembunuh empat tokoh. “Peran Kivlan memberi perintah kepada tersangka HK untuk mencari eksekutor pembunuh," kata wakil direktur reserse kriminal umum (wadireskrimum) Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Ary Syam Indradi di Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

Menurutnya, Kivlan memberi uang Rp150 juta kepada tersangka HK untuk membeli senjata api. Senjata itu yang akan digunakan saat mengeksekusi atau membunuh empat tokoh nasional serta satu orang pimpinan lembaga survei.

Selain itu, Kivlan juga menyerahkan uang Rp5 juta kepada tersangka lainnya, yakni IT, untuk melakukan pengintaian terhadap satu orang pemimpin lembaga survei yang juga digadang-gadang untuk dibunuh.
Bahkan polisi memutar kesaksian tersangka kasus senjata api ilegal, Kurniawan alias Iwan atau HK. HK mengaku diperintahkan Kivlan Zen untuk mencari senjata dan membunuh empat tokoh tersebut.

Versi kubu Kivlan

Pengacara Kivlan Zen, Muhammad Yountri meragukan pengakuan HK tersebut. Menurutnya, justru HK yang mendatangi Kivlan dan mengatakan, mantan Kepala Staf Kostrad tersebut akan dibunuh empat tokoh itu.

Baca Juga: Habis Manis, Kivlan Dibuang [1]

"Sampai saat ini kita mau ketemu Iwan enggak bisa, dikhawatirkan cerita Iwan dengan yang kami terima dari Pak Kivlan itu berbeda. Iwan justru datang ke Pak Kivlan mengatakan bahwa Pak Kivlan mau dibunuh oleh empat orang itu," kata Yountri dalam keterangan persnya, Selasa (16/11/2019).

Dia mengatakan, Kivlan Zen memang meminta HK untuk mencarikan senjata. Senjata itu akan digunakan untuk berburu babi hutan, karena di lingkungan rumah Kivlan di Gunung Picung masih ada hutan.

Senjata yang diberikan Iwan, tak cocok sehingga Kivlan menolaknya. "Iwan bilang, 'ini ada senjata, Pak'. Pak Kivlan bilang, itu bukan untuk bunuh babi tapi bunuh tikus," kata Yountri.

Versi dia, uang Rp 150 juta atau 15 ribu dolar Singapura itu akan digunakan untuk aksi saat Supersemar, Maret 2019. Dia membantah Kivlan Zen merencanakan pembunuhan pada empat jenderal purnawirawan, yakni: Menko Polhukam, Wiranto; Menko Kemaritiman, Luhut Panjaitan; Kepala BIN, Budi Gunawan; dan Staf Khusus Presiden bidang intelijen, Gories Mere.

"Untuk lebih pastinya kita tidak mau berspekulasi. Kita mau minta polisi gelar perkara. Karena Pak Kivlan ini dibidik dengan tiga kasus, kasus makar, kepemilikan senpi dan perencanaan pembunuhan," tutupnya.

Agenda setting

Kasus ini menarik, karena sebelum penetapan tersangka, tidak pernah melalui gelar perkara yang menghadirkan sejumlah pihak, termasuk orang yang dituduh, para tersangka serta kuasa hukumnnya. Sehingga barang bukti yang dituduhkan tidak diketahui secara jelas. Padahal kasus yang membidik Kivlan ini, terkait kasus makar, kepemilikan senjata api, dan perencanaan pembunuhan.

Melihat pemberitaan pers, kasus ini tidak bisa dipisahkan dari teori agenda setting. Teori ini diperkerkenalkan oleh Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw dalam tulisan berjudul “The Agenda Setting Function of Mass Media” yang diterbitkan dalam Public Opinion Quarterly pada 1972.

Menurut kedua pakar komunikasi ini, jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting (Effendy, 2003:287)

Baca Juga: Habis Manis, Kivlan Dibuang [2]

Dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media memberikan petunjuk tentang mana isu yang lebih penting. Media lebih memilih menonjolkan pernyataan dari sumber yang mana. Karena itu, model agenda setting mengasumsikan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan media kepada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak kepada persoalan itu.

Singkatnya, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Begitu juga sebaliknya. Apa yang dilupakan media, akan luput juga dari perhatian masyarakat.

Selamat Ginting, Jurnalis

***

Keterangan: Tulisan telah tayang di blog Selamat Ginting dengan judul sama.