Menjelang pemilihan presiden untuk periode 2019-2024, suasana tegang sudah meliputi negeri. Bagaimana tidak, mulai dari level elit hingga level masyarakat bawah ramai perbincangan tentang sosok yang layak dipilih untuk memimpin negara ini selama lima tahun mendatang. Bahkan tidak terbatas pada bincangan biasa, tetapi sudah sampai masuk ke ranah perdebatan.
Masing-masing masyarakat, terutama mereka yang memiliki hak pilih vokal menyuarakan kelebihan idolanya. Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU, tercatat sebanyak 185.732.093 orang nantinya akan menggunakan hak pilihnya pada 17 April 2019.
Karena Pilpres 2019, masyarakat kini sudah terbelah dan terpolarisasi dalam dua kubu. Kubu pendukung pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan kubu pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Masyarakat lupa bahwa selain pemilihan calon presiden dan wakil presiden, masih ada arena pertarungan lain, yang sama-sama akan dihelat pada waktu yang bersamaan, yakni pemilihan terhadap 575 anggota DPR RI, 136 anggota DPD, 2.207 anggota DPR Provinsi dan 17.610 anggota DPRD Kabupaten/ Kota.
Seakan energi fokus dikerahkan hanya untuk kepentingan pemilihan presiden dan wakil presiden. Padahal jika dipahami, perhelatan pemilihan para wakil rakyat juga sama pentingnya. Semuanya harus sama-sama dipertimbangkan, dibincangkan dan diperjuangkan oleh seluruh masyarakat.
Ke depan, efektifitas roda pemerintahan beserta jalannya program pembangunan turut ditentukan oleh pengaruh sosok dan kualitas para wakil rakyat. Apakah itu pemerintahan di tingkat pusat maupun daerah. Tetapi sekali lagi, kebanyakan masyarakat belum sepenuhnya menyadari hal itu.
Dan ternyata, penghamburan energi besar tersebut tidak hanya dilakukan oleh masyarakat pengguna hak pilih, melainkan pula oleh para calon anggota wakil rakyat. Wajar saja bila hal serupa dilakukan para pasangan calon presiden dan wakil presiden. Namun hal yang patut disayangkan bahwa orang-orang yang justru akan menjadi pemain di arena pertarungan lain malah tidak mau ketinggalan.
Bukan fokus mengumbar kelebihan diri sendiri agar kelak terpilih, sebaliknya sibuk menghabiskan tenaga, waktu dan materi demi kesuksesan terpilihnya pemimpin nasional.
Lihat saja, hampir semua sarana dan fasilitas kampanye penuh dengan wajah para pasangan calon presiden dan wakil presiden. Mulai dari media massa, iklan, baliho, media komunikasi, selebaran hingga media sosial. Sedikit sekali tampang dan program para calon wakil rakyat terpampang dan tertulis di sana. Apalagi di media sosial, semua hashtag yang masuk trending topic terkait politik dirajai oleh isu pemilihan presiden dan wakil presiden.
Akan sangat memperihatinkan bila di kemudian hari, minimal selama lima tahun, harapan masyarakat untuk memiliki pemimpin nasional terwujud memuaskan, sedangkan impian mempunyai anggota wakil rakyat yang mumpuni terabaikan.
Ingat, pemilihan umum kali ini menawarkan paket komplit yang seluruhnya wajib diperhatikan sungguh-sungguh. Paket pemimpin lembaga eksekutif tertinggi serta paket utuh anggota legislatif dari pusat dan daerah. Masyarakat tentunya tidak ingin roda kekuasaan pincang sebelah.
Oleh sebab itu, dalam waktu yang tersisa tinggal beberapa bulan lagi, masyarakat termasuk para calon anggota wakil rakyat sadar dan mau membagi energinya. Daya kontribusi hasil pemilihan presiden dan wakil presiden tidak cukup untuk menjaga stabilitas pemerintahan dan mewujudkan cita-cita kemajuan negeri ini.
Agar kesadaran dan kemauan di atas terfasilitasi dengan baik, peranan media juga penting untuk membuka pintu dan memberi ruang yang sama terhadap dua kepentingan besar nasional yang amat rumit ini. Media tidak boleh larut saja pada kepentingan pribadi dan koorporasi, tetapi juga harus konsisten menjadi sarana edukasi bagi masyarakat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews