Masih Berpikiran "Jokowi Yes, PDIP No"?

Minggu, 6 Januari 2019 | 11:06 WIB
0
795
Masih Berpikiran "Jokowi Yes, PDIP No"?
Presiden Joko Widodo. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Pada pemilihan presiden 2014 berkembang fenomena 'Jokowi Yes, PDIP No'. Di antaranya banyak calon pemilih yang semula penganut mazab golput, pesimis dengan semua partai politik yang ada, tiba-tiba terkesima dengan figur Jokowi.

Sepak terjangnya sejak menjadi Wali Kota Solo sudah menempati ruang pemberitaan nasional. Orang-orang yang sudah malas dengan performa partai politik dengan berbagai alasan termasuk identik dengan pabrik koruptor, lantas menjatuhkan pilihan pada Jokowi, tapi tidak partai pengusungnya, PDI Perjuangan. 

Jokowi sendiri sejak awal mengatakan hanya mau bergabung dengan PDI Perjuangan. Ada apa dengan PDI Perjuangan? Apa istimewanya? Kenapa orang-orang yang jatuh cinta pada Jokowi tidak serta-merta jatuh cinta pada PDI Perjuangan?

Tampaknya sangat benar ungkapan tak kenal maka tak sayang. Tampak luar, PDIP sepertinya garang. Pemilihan banteng sebagai simbol partai sepertinya menyeramkan.

Tunggu dulu.

Ternyata terkandung makna mulia di balik lambang PDI Perjuangan berupa gambar banteng hitam bermoncong putih dengan latar merah di dalam lingkaran bergaris hitam dan putih.

Warna dasar merah melambangkan berani mengambil risiko dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran untuk rakyat. Mata merah dengan pandangan tajam melambangkan selalu waspada terhadap ancaman dalam berjuang. 

Moncong putih melambangkan dapat dipercaya dan berkomitmen dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Lingkaran melambangkan tekad yang bulat dan perjuangan yang terus-menerus tanpa terputus.

Bukan sekadar lambang.

Di belakang PDI Perjuangan ada Bung Karno Presiden pertama Republik Indonesia. Sosok yang tidak diragukan lagi kecintaannya pada Indonesia. Ia yang mati-matian menolak orang asing menguasai tambang emas di Papua.

Namun, belum sebulan Pak Harto menjadi Presiden kedua RI, tambang emas itu dikuasai asing. Dan kini, belum lama ini Jokowi telah merebutnya kembali. Freeport sudah berada dalam kendali Ibu Pertiwi. 

Jokowi seperti jelmaan Bung Karno, melanjutkan cita-cita Bung Karno untuk mewujudkan bangsa ini berdiri di atas kaki sendiri. 

Rasanya, sudah tidak ada alasan lagi untuk bertahan pada pandangan 'Jokowi Yes, PDIP No'. Karena kalau hal demikian dipertahankan, artinya tidak membantu Jokowi. 

Jokowi bisa saja jadi presiden, tapi ia bisa dikepung lawan politiknya di parlemen. Akan banyak energi harus dihabiskan untuk membahas hal-hal yang tidak perlu. Jauh dari spirit kerja kerja kerja. 

Tapi, bukankah PDIP identik dengan PKI?

"Itu tidak benar," tegas Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Jakarta, Sabtu (5/1/2019).  

"Pemikiran seperti itu merupakan hasil cuci otak 32 tahun Orde Baru. Lawan-lawan politiknya, orang-orang yang tidak sepaham dicap PKI," lanjut Hasto. 

Tapi, bukankah kader PDI Perjuangan banyak yang melakukan korupsi?

Seorang teman menganalogikan dengan merek Honda dan Toyota. Motor dan mobilnya paling laku, ya paling banyak rusak.

Dan yang tak bisa diingkari, dalam catatan KPU terdapat 40 caleg eks napi korupsi maju dalam Pileg 2019. Tak satu pun dari PDIP.

Jelang ultah ke-46, PDIP mengokohkan diri sebagai partai politik yang membangun peradaban. Langkah-langkah perbaikan dilakukan terus-menerus, baik di dalam tubuh mereka sendiri maupun perjuangan keluar dengan tujuan utama membangun peradaban bangsa. 

Jadi, kalau percaya Jokowi, kenapa tidak percaya partai politik yang dipercayai oleh Jokowi?

Seorang teman berkata:

"Menurut saya yang pernah hidup dengan enam presiden sudah. Jokowi adalah presiden terbaik. Tapi juga terrusuh. Terkerja sekaligus terbising hal-hal yang gak perlu. Yah ada sedikit pencitraan. Wajar wajar saja bikin oposisi kepanasan, ya kan....

Pertanyaannya dengan kualitas terbaik seperti ini kenapa masih rusuh dan bising?

Kalau menurut saya, alasannya karena Anda gak ikhlas pilih Jokowi. Anda hanya pilih Jokowi sebagai presiden, PDIP sebagai partai pendukung utama tidak Anda coblos, karena brainwash 10 tahun di era SBY.

Jadinya Jokowi presiden tanpa peluru yang cukup untuk bertempur. Jokowi habis diperkosa oleh FZ dan FH di DPR. Sampai dibilang banci dan coba dibuka celananya. Semua itu dilakukan oknum yang dekat dengan penguasa di dewan. Dewan yang Anda pilih karena Anda gak suka sama PDIP.

Dan kebodohan jalan terus. Pilih Jokowi tapi jangan PDIP nya. Biar kejadian yang lalu dan sekarang terulang lagi. Biarkan Jokowi terpaksa koalisi sama yang tak jelas loyalitasnya. Biarkan Jokowi terpaksa ngemis-ngemis kesetiaan dari pengkhianat politik.

Suka tak suka Jokowi adalah PDIP. Kalau ingin pemerintahan yang solid, jadikan Jokowi penguasa dan PDIP mayoritas di DPR. Rasakan periode berikut bagaimana maksimalnya kerja kerja kerja Jokowi, kalau hal itu terwujud.

Lalu memangnya apa dampaknya kalau pilih partai koalisi? Selain PDIP?

Dampaknya adalah suatu waktu bila ada masalah, dukungan mereka bisa menjadi belati yang mengancam menggorok leher Jokowi.

Ingat baik-baik, pada zaman dahulu kala, Hanura, Nasdem, Gerindra, Pohon Beringin, Demokrat, pernah berwujud Golkar."

Iya juga ya. Bagaimana Jokowi bisa bekerja dengan tenang dan cepat kalau terus diganggu parlemen. 

Jadi, masih bertahan pada pandangan 'Jokowi Yes, PDIP No?'

Masih tidak percaya partai politik yang dipercaya Jokowi?

***