Jangan harap Indonesia bisa maju, jika rakyatnya masih banyak yang buta huruf, mayoritas tamat SD, dan hanya 9% yang mengenyam pendidikan tinggi.
Menang atau kalah itu biasa. Jika track yang sedang ditempuh serta prosesnya sudah benar. Tapi kalau kalah terus gak pernah menang, atau sangat sering kalah daripada menang, sering menunduk malu ketimbang mengangkat tropi juara. Itu namanya keterlaluan. Itu sudah gak biasa.
Negara tidak diurus dengan benar, diurus abal-abal. Mulai dari dunia bola sampai BUMN, semua bangkrut. Gak ada kebanggaannya.
Para pengelola negara sangat abal-abal dalam bekerja, nasionalismenya hilang ketutup dolar, ketutup suap dan korupsi.
Oligarki berjaya mengatur parlemen, mengatur presiden karena terlalu banyak hutang budi. Di negeri ini semua diatur. Bahkan sampai pengaturan skor hasil sepak bola juga diatur.
Para pengelola negara hanya memikirkan nasib diri, partai, dan nasib golongannya semata. Kehormatan negara, kesejahteraan rakyat, prestasi bangsa gak ada yang mengurus dengan serius.
Para politisi bermain mata satu sama lain. Parlemen dengan eksekutif bermain main dengan nasib rakyat. Hampir tidak ada yang berkerja serius untuk kebaikan bangsa dan penduduknya. Kecuali hanya sebatas klaim kosong penuh pencitraan.
Kelakuan pejabat dan para pengelola negara kita sangat memprihatikan. Korup, malas, arogan, bodoh, anti kritik, dan berlagak seperti Tuhan di depan Tuhan.
Jangan harap Indonesia bisa maju, jika rakyatnya masih banyak yang buta huruf, mayoritas tamat SD, dan hanya 9% yang mengenyam pendidikan tinggi.
Inilah jihad besar kita sebenarnya yang harus diprioritaskan. Bukan terus menerus memikirkan nasib diri, golongan, partai, apalagi cuma sekedar mikirin nasib kelompok dan jamaah masing masing.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews