Adakah anda menyadari turbulensi estafet politik yang dialami oleh AHY terkait berjangkitnya syahwat reifikasi yang di bawah sadar terekstensi akibat mimpi "offside" dari seorang ayahanda?
Tanggal 11 Maret, genap sudah 17 tahun yang lalu SBY cabut dari kabinet namboru Megawati Soekarnoputri. Dia resmi meninggalkan jabatannya sebagai Menkopolhukam RI tahun 2004.
Rupanya dia pengen fokus menyiapkan pendirian partai politik yang baru. Parpol besutannya bernama Partai Demokrat. Dia pun bertarung untuk kontestasi pemilihan presiden RI. Jabatan pemuncak pemimpin tertinggi di republik ini.
Ternyata beberapa bulan kemudian, persisnya 20 Oktober 2004 dia berhasil memenangkan pilpres tersebut dan dilantik menjadi orang nomer satu dinegeri ini. SBY resmi menjadi Presiden RI ke-6 menggantikan presiden sebelumnya, namboru Megawati Soekarnoputri.
Kumplit sudah kesuksesan yang berhasil dicapai oleh SBY. Dunia membikin standarnya, yaitu 4 ukuran kesuksesan.
Pertama, KEPINTARAN. Gak ada yang meragukan kecerdasannya sebagai penyandang titel doktor.
Kedua, KEKAYAAN. Tentu saja, dia piawai mengkultivasi guanxi dengan para pebisnis selama ini.
Ketiga, KETENARAN. Siapa yang gak tahu posisinya sebagai mantunya tokoh legendaris Jenderal (Purn) Sarwo Edhie.
Keempat, KEKUASAAN. Sebagai presiden tentulah kekuasaan eksekutif tertinggi negeri ini ada ditangannya.
Dalam tolok ukur alias standar kesuksesan manusia modern ini sempurna banget. Kecenderungan masyarakat modern yang acap menggunakan ukuran kesuksesan yang fana inilah yang disebut dengan reifikasi. Saya menyebut reifikasi ini sebagai syahwat.
Adakah anda menyadari, turbulensi estafet politik yang dialami oleh AHY hari-hari ini terkait dengan berjangkitnya syahwat reifikasi yang di bawah sadar terekstensi akibat mimpi yang "offside" dari seorang ayahanda?
( Bersambung)
Tulisan sebelumnya: Guanxi dan AHY (3)
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews