Kita Kawal Bersama

Sekali-kali boleh kita menengok ke belakang. Namun tatapan ke depan harus menjadi arah muka kita dalam menjalani kehidupan.

Jumat, 19 Juli 2019 | 17:03 WIB
0
351
Kita Kawal Bersama
Joko Widodo (Foto: Kompas.com)

Dalam konsep demokrasi, seorang presiden bukanlah raja. Dia adalah pemegang mandat rakyat untuk merealisasikan apa yang dikehendaki rakyat. Tiga cita-cita bangsa sejak diproklamasikannya kemerdekaan adalah terlindungnya segenap bangsa dari beragam ancaman, semakin majunya kesejahteraan umum, dan semakin cerdasnya kehidupan bangsa. Ini selalu kita ingat. Ini menjadi arah kita dalam kehidupan berbangsa.

Untuk kesekian kali, Indonesia memiliki pemerintahan yang menjadi pelaksana dalam merealisasikan cita-cita itu. Secara singkat, dalam melaksanakan tugas pemerintahan, seorang presiden harus melangkah untuk melakukan tiga hal, yakni 1) membangun birokrasi efektif dan efisien sehingga seluruh urusan pelayanan administrasi rakyat dapat berjalan baik, 2) memperkuat pertahanan dan ketahanan bangsa sehingga bangsa terjaga dari gangguan bangsa lain, baik secara militer, ekonomi, sosial dan budaya, dan 3) melaksanakan pembangunan secara menyeluruh agar rakyat dapat hidup lebih makmur, cerdas, dan bahagia, secara lahir maupun batin.

Nah, kemarin pidato Presiden Jokowi sudah kita dengar bersama. Inti dari pridato itu adalah bahwa ia berencana akan melaksanakan tugas pemerintahan yang ia pimpin sebagaimana disarikan dalam bagan di bawah ini. Apakah ada hal penting yang belum terangkum? Tentu ada. Masalah HAM, korupsi, kelestarian lingkungan, misalnya, tak disebut. Mungkin agenda penting lain akan menjadi fokus pada tahap berikut. Bukan tahap awal ini.

Yang penting, mari kita kawal bersama agar apa yang ia canangkan betul-betul dapat dilaksanakan. Tentu akan banyak kendala dalam merealisasikan agenda ini. Banyak rintangan yang tak mudah dilalui. Namun, bila kita bersama-sama membantu, jalan menuju kebaikan akan lebih mudah ditempuh. Pembangunan partisipatif yang melibatkan semua pihak perlu dicanangkan.

Mari kita melangkah dan bangun budaya optimisme (culture of hope) ke depan. Rasa was-was dan takut berlebihan (culture of fear) yang melekat dalam pikiran dan hati secara berkepanjangan hanya akan membuat kita mati langkah. Demikian juga rasa sakit hati dan terzalimi (culture of humiliation) yang terus menerus kita pelihara hanya akan membawa kita pada suasana psikologis murung yang tak produktif.

Matahari tiap pagi masih bersinar terang. Udara segar di pagi hari masih banyak tersedia di sekitar kita. Hanyalah rasa syukur yang menjadikan rasa nikmat terlipat-gandakan. Mari nikmati hidup yang tersisa ini untuk melangkah ke depan.

Sekali-kali boleh kita menengok ke belakang. Namun tatapan ke depan harus menjadi arah muka kita dalam menjalani kehidupan. Kalau tidak, jempol kaki kita akan tersandung batu yang kebetulan sering ada di jalan yang kita lalui. Hehe..

***