Belum ada langkah tegas negara. Mereka merajalela bersama-sama dengan koruptor, teroris, khilafah, bandar narkoba, Ikhwanul Muslimin, Wahabi, menjadi ancaman terhadap eksistensi NKRI.
Ancaman kehancuran Indonesia di depan mata. Indikatornya adalah gerakan radikal. Mereka menguasai panggung politik, ekonomi, hukum, ASN/TNI/Polri, dan lembaga negara serta BUMN. Secara sistematis gerakan khilafah bergerak merongrong Indonesia. Mereka menggerus kebanggaan terhadap NKRI – diganti dengan kebanggaan terhadap budaya Arab.
Menggunakan Agama untuk Kebencian
Kini, pakaian hitam-hitam ala ninja para wanita jadi simbol syar’i. Celakanya busana itu jadi alat untuk menakut-nakuti. Bahwa yang tidak berpakaian seperti mereka dianggap agamanya belum kaffah. Tidak masuk surga, paham takfiri tulen.
Mereka membuat jarak dan dikotomi. Surga dan neraka ditentukan oleh baju. Identitas jidat gosong, jenggot panjang, dianggap sebagai kebenaran mutlak. Jaminan masuk surga. Surga pun ditawarkan dalam kehidupan negara.
Ada agenda tersembunyi yang rapi tengah diloloskan di DPR. Sementara publik dikecoh dengan KPK dan Papua. Saat ini revisi KUHP sedang digiring untuk mengatur perilaku seksual di ranah privat.
Pasal karet tentang zina akan digunakan oleh ormas-ormas radikal, khilafah, Wahabi, Ikhwanul Muslimin, untuk melakukan razia ke hotel, ke guest house, ke rumah kost, dan rumah pribadi. Dengan pasal di KUHP semua orang dicurigai kehidupan seksual pribadinya.
Ketentuan ini berlaku kepada semua orang – Islam, non-Islam, WNI dan orang asing. Sejatinya, tujuan mereka untuk mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Yang dipukul sektor unggulan: pariwisata. Ditambah gerakan wisata halal, salah kaprah.
Gerakan HTI yang Tidak Berhenti
Hal lain yang lebih membahayakan. HTI dan khilafah selalu mengubah dan menggunakan dalil agama. Ini cara untuk menekan kaum nasionalis, polisi, penegak hukum dan Presiden Jokowi. Contoh: bendera HTI kini disebut bendera tauhid. Padahal dalam Islam tidak ada bendera terkait tauhid. Ini cara khilafah mengelabui dan mengancam penegakan hukum.
Dengan berlindung pada dan mengatasnamakan agama, maka mereka bebas bergerak. Hukum Indonesia tidak bisa menghukum mereka.
Kini gerakan itu terus tumbuh. Panen raya radikalisme yang ditanam mulai 30 tahun lalu. Kini, radikalisme menetas di sekolah, kampus, lembaga negara . Di KPK pun ada istilah Taliban.
Baca Juga: Cegah Virus Khilafah sebagai Ideologi yang Anti Pancasila
Untuk mengelabui kaum nasionalis mereka menggunakan idiom: syariah dan syar’i dan atas nama agama. Lagi-lagi aparat dan penegak hukum tidak bisa membendung mereka.
Menghancurkan Kebanggaan terhadap Indonesia
Mereka memusuhi budaya Indonesia. Sebaliknya, mereka melakukan Arabisasi. Arab dikesankan lambang keunggulan. Bahkan kencing unta pun mereka sembah. Pohon palem diganti dengan pohon kurma.
Pengharaman dan pembencian terhadap busana nasional digerakkan masif. Aksesoris udeng, blangkon, kopiah, diganti dengan ubel-ubel Arabia. Topi putih kaum Wahabi Padri dari Sumatera Barat jadi trend.
Tradisi dan kesenian tradisional disebut syirik. Padahal kebudayaan adalah menjadi perekat sosial di masyarakat. Pesta adat seperti selamatan, Nyadran di Jawa, bersih desa, ruwatan, melarung, disebut syirik.
Suasana batin saat ini persis sama dengan kedatangan Wahabi pertama kali di Indonesia – di Sumbar. Kaum Padri menyalahkan keislaman kaum Adat.
Lebih lanjut mereka membenci karya anak bangsa. Esemka misalnya. Esemka menjadi bahan olok-olok kaum bebal, para eks Kampret yang berubah menjadi Kadal Gurun. Juga provokator bernama Tungku Dengkul Zul. Mental pembenci NKRI.
KPAI berisi orang bermasalah. KPAI ingin dianggap sebagai bagian dari gerakan untuk merusak olahraga bulutangkis – sebagai satu-satunya alat untuk menunjukkan kebanggaan Indonesia. Karena bulutangkis setiap 4 tahun sekali menyumbang pengibaran Merah Putih di Olimpiade. Maka bulutangkis menjadi target. KPAI berperan di sana.
Pengikut khilafah pada Agustus 2019 secara terang-terangan tidak mau memasang bendera. Mereka benar-benar membenci NKRI, yang ditanamkan sejak PAUD.
Indonesia Menunggu Ajal
Gerakan membenci Indonesia. Mengadu domba sesama agama. Membenci keyakinan orang lain. Intoleransi. Merongrong kewibawaan Pemerintah yang sah. Mengejek produk karya anak bangsa. Korupsi sebagai alat perjuangan khilafah. Terorisme sebagai perbuatan jihad.
Kehidupan bermasyarakat pilu serasa pilu. Sedih. Mencekam. Kaum nasionalis, pencinta NKRI, minoritas suku, minoritas agama tersingkir. Rasa takut. Tidak nyaman. Tidak sejahtera. Terancam. Saling curiga. Tumbuh dalam masyarakat.
Semua gambaran di atas nyata di depan mata. Belum ada langkah-langkah tegas dari Negara. Mereka merajalela bersama-sama dengan koruptor, teroris, khilafah, bandar narkoba, Ikhwanul Muslimin, Wahabi, menjadi ancaman terhadap eksistensi NKRI. Mau apa kita?
Ninoy N. Karundeng, penulis
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews