Indonesia Suram Bila Dipimpin Seorang Pemarah

Pemimpin penuh amarah karena tidak sanggup menguasai diri tentu akan menggunakan "tangan besi" untuk mengendalikan para rakyatnya.

Kamis, 11 April 2019 | 22:34 WIB
1
338
Indonesia Suram Bila Dipimpin Seorang Pemarah
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto marah dan memukul meja podium saat berorasi di Stadion Kridosono, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (8/4/2019). Gambar: suara.com

Adakah di antara Anda yang punya anggota keluarga temperamental dan suka marah-marah? Atau jangan-jangan Anda yang berkarakter seperti itu?

Baiklah, seandainya bukan Anda tetapi anggota keluarga atau pun orang lain yang tiap saat berhubungan dengan Anda. Bagaimana Anda menjalani aktivitas bersama seorang pemarah? Nyamankah?

Anda mungkin akan berkata bahwa di balik sisi buruk orang terdekat Anda tersebut sebenarnya terdapat juga sisi positif, misalnya pekerja keras, gagah, ganteng, pintar dan sebagainya. Dan sementara Anda menilai kemarahan yang kerap diluapkannya adalah bentuk ketegasan dalam bersikap.

Ya terkadang untuk menunjukkan sikap tegas diungkap dengan ekspresi marah, itu harus diakui dan wajib diterima ketika hal itu terjadi. Sikap dan tindakan marah merupakan hal yang wajar dan sangat manusiawi. Akan sangat aneh kalau pada suatu waktu amarah semestinya diluapkan namun hal itu tidak dilakukan. Yang penting setelah terluapkan suasana kembali pada posisi awal, normal, stabil dan hangat.

Sekali lagi, marah tidak salah diekspresikan, asal dinyatakan pada saat yang tepat dan dengan tujuan jelas. Amarah tanpa arah dan tujuan pertanda gangguan jiwa.

Kalau ditanya nyamankah bersama seorang pemarah? Tergantung situasi, kondisi dan kepentingan. Intinya sesuai kebutuhan dan dirasakan seperlunya. Jadi jawabannya mungkin nyaman-nyaman saja. Sepanjang tidak mengganggu pikiran dan merusak hubungan, siap dijalani dan dinikmati.

Selama tidak berpotensi mempengaruhi atau mengatur kehidupan pribadi, pun banyak orang, berelasi dengan seorang pemarah tidak masalah. Ya tentu berharap frekuensi amarah semakin hari semakin berkurang, waktu berubah amarah juga kian terkendali.

Lalu bagaimana bila pemarah itu adalah orang yang kemungkinan segala tindakannya sedang atau akan mempengaruhi kehidupan pribadi dan banyak orang, misalnya dia seorang (calon) kepala negara?

Bagaimana pula jika amarah diumbar demi memuaskan emosional saja? Apakah ketika hendak mengkritik sesuatu harus diekspresikan dengan cara kasar terus-menerus?

Adakah amarah bisa menyelesasikan persoalan dalam sekejap? Bukankah dengan berkepala dingin solusi yang dikehendaki dapat ditemukan?

Buat apa mempertontonkan aksi mengerikan di hadapan rakyat yang seharusnya diberi teladan baik?

Menjadi pemimpin sekelas kepala negara bukan hanya persoalan terwujudnya impian pribadi, namun bagaimana melibatkan rakyat banyak untuk turut serta memperjuangkannya dengan sikap dan tindakan waras.

Apa yang ingin diwariskan kepada para generasi mendatang oleh seorang (calon) pemimpin temperamental dan suka marah-marah?

Apa juga yang ingin dicontoh oleh rakyat dari si pemarah? Masa depan cerah? Masih berharap nyaman dan mesra dengannnya?

Kalau karakter seorang (calon) pemimpin dominan kasar, jangan berharap kebebasan berekspresi bakal berlangsung baik ke depan. Senyum dan tertawa saja dipermasalahkan olehnya, apalagi layangan kritik atau sumbang saran. Bisa-bisa tidak hanya amarah yang keluar, tetapi amukan brutal.

Sila tonton cuplikan video di atas, mengerikan, bukan?

Jangan bermimpi bahwa setelah beliau terpilih karakter kasarnya akan berubah, tidak akan pernah terjadi. Kompetensi masih bisa diasah dan ditingkatkan, tetapi kalau sudah menyangkut karakter atau tabiat, sesuatu hal yang mustahil diangankan, apalagi diupayakan.

Memilih seorang pemarah menjadi pemimpin negeri ini hanya akan membuat bangsa kita terpuruk, terbungkam, muram dan tampak menakutkan di mata bangsa lain. Negara lain akan ogah berelasi dan bekerjasama dengan kita. Negara kita akan terisolir dan akan kembali ke masa purba, kala hukum rimba diagungkan.

Indonesia semestinya disegani, bukan ditakuti dan dihindari. Dan supaya itu terwujud, tampang ramah, damai dan sejuk sebaiknya kita pelihara. Siapa yang memberi contoh terdepan untuk itu? Ya pemimpin tertinggi, kepala negara.

Hentikanlah berdecak kagum memuja seseorang bertabiat pemarah. Masa depan cerah sulit diharapkan untuk digapai bersamanya.

Betul Indonesia ini masih banyak kelemahan di sana-sini. Dan jangan kira hanya Indonesia, negara-negara lain pun mengalami hal serupa. Lalu apakah negara-negara lain itu menyelesaikan persoalannya dengan mengabaikan norma-norma utama kemanusiaan?

Mari waras, pilihlah seseorang yang tidak cuma mengandalkan otot, tetapi otaknya juga.

Pemimpin (kepala negara) penuh amarah karena tidak sanggup menguasai dirinya sudah barang tentu akan menggunakan "tangan besi" untuk mengendalikan para pengikutnya (rakyat).

Mohon maaf, uraian tulisan ini penilaian pribadi dari hasil refleksi. Sila Anda masing-masing beri nilai dan segera ambil sikap.

Salam waras!

***