“Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa” (QS. Al-Hujuraat: 12).
“jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta” (HR. Bukhari-Muslim).
Satu demi satu sumber fitnah mengakui kesalahannya. Setelah Ratna Sarumpaet mengakui fitnah yang dilontarkannya bahwa dia digebuki (dan teman-temannya lantas menudingkan pelakunya ke pihak lawan politiknya) kini La Nyalla Mattalitti mengakui bahwa dialah sumber fitnah yang menyebarkan tudingan bahwa Jokowi adalah keturunan PKI, Kristen, Cina, dan penyebar tabloid Obor yang selama ini menggemparkan tersebut. La Nyalla langsung datang untuk minta maaf pada Jokowi yang ia fitnah selama ini.
"Pertama kali, saya begitu mau mendukung Pak Jokowi, saya datang ke beliau, saya minta maaf. Bahwa saya yang isukan Pak Jokowi PKI, saya yang fitnah Pak Jokowi Kristen, Cina. Saya yang sebarkan (tabloid) Obor Rakyat di Jawa Timur dan Madura. Akhirnya, saya datang ke beliau dan sampaikan, saya mau minta maaf tiga kali. Alhamdulilllah dimaafkan," ungkap La Nyalla Mattalitti.
Jokowi memang sangat pemaaf meski dia juga belakangan sangat geram difitnah demikian. Seandainya saya yang dibegitukan mungkin La Nyalla akan saya suruh squat-jump minimal seratus kali dulu di depan wartawan sambil berteriak “Saya minta maaf… saya minta maaf…!”sebelum saya maafkan. Tapi Jokowi dengan entengnya menerima maaf La Nyalla.
Apakah dengan dimaafkannya La Nyalla maka urusan selesai? Mungkin saja Jokowi dan para pendukungnya bersedia memaafkan dan melupakan urusan fitnah tersebut tapi urusan dosa lain lagi. Tidak semudah itu, Lanyallo…!
Fitnah itu kejahatan yang besar di sisi Allah. Fitnah adalah sesuatu yang amat berbahaya. Ia tidak hanya merusak seseorang tapi bisa merusak masyarakat. Oleh sebab itu jangan heran jika fitnah disebut lebih kejam dari pembunuhan. Hukum dunia mungkin selesai dan yang difitnah tidak membawanya ke pengadilan tapi hukum Tuhan akan tetap berjalan.
Akibat dari pembunuhan bisa berakibat pada keluarga yang dibunuhnya. Tapi akibat dari fitnah bisa berdampak pada masyarakat luas dari generasi ke generasi. La Nyalla sendiri mengakui bahwa ia menyebarkan fitnah tersebut sejak pilpres sebelumnya pada 2014 dan meski pun tabloid Obor yang disebarkannya sudah lama berhenti fitnah tersebut sampai sekarang masih terus didengung-dengungkan.
Artinya akibat dari fitnah dan dosanya masih terus berlangsung sampai kini. Bahkan fitnah tersebut telah berkembang dan bukan hanya Jokowi yang difitnah tapi bahkan anaknya, Kaesang, baru-baru ini difitnah mengibarkan bendera PKI.
Bahkan karena kasus ‘Tampang Boyolali’ kemarin tersebar fitnah baru muncul yaitu bahwa Boyolali dulunya adalah sarangnya PKI. Fitnah PKI ini telah beranak pinak. Bahkan seorang mantan jendral pernah menyebarkan fitnah bahwa, “Informasinya sudah ada 15 juta pengikut plus simpatisan PKI yang jika ditotal jumlahnya bisa mencapai 60 juta orang dan diprediksi dalam satu tahun ke depan PKI akan kembali bangkit di tanah air,” demikian katanya.
Artinya fitnah dan berita bohong bisa disebarkan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan, pangkat, dan pengaruh yang besar pada masyarakat sehingga daya rusaknya bisa sangat massif. Jadi jangan heran jika banyak orang yang beranggapan bahwa bahaya timbulnya komunisme lebih besar daripada timbulnya khilafahisme yang menghendaki robohnya demokrasi dan NKRI. Lha wong mereka selama ini dicekoki fitnah demi fitnah…
Mengapa orang-orang (yang mengaku sebagai muslim) bisa melakukan perbuatan fitnah yang sangat jahat tersebut? Hampir semua fitnah dan kebohongan yang disebarkan saat ini adalah bermotifkan politik. Karena ingin berkuasa maka segala cara mereka lakukan. Mereka menghalalkan segala cara demi untuk berkuasa.
Tidak ada lagi pertimbangan dosa di kamus mereka. Yang penting bisa berkuasa dulu. Urusan dosa bisa bertaubat belakangan, mungkin begitu pikir mereka. Mereka tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa dosa fitnah yang disebarkan itu tidak akan mungkin bisa dibersihkan karena penyebaran fitnahnya bisa sangat jauh, massif, dan tak terhingga.
Seperti kisah orang yang menyebarkan serpihan kertas sepanjang perjalanan dan esoknya ia harus mengumpulkan kembali semua serpihan kertas tersebut.
Bagaimana bisa? Serpihan kertas tersebut telah tertiup angin dan tersapu hujan semalaman sehingga entah di mana serpihan kertas tersebut berada. Jadi bagaimana mungkin seorang muslim menganggap enteng setiap fitnah dan berita bohong yang ia sebarkan jika ia tahu, sadar, dan takut akan dosa?
Apakah La Nyalla dan para pemfitnah menganggap urusan dosa akan selesai dengan sekedar minta maaf? Tidak semudah itu Lanyallo...!
Jika kamu benar-benar ingin bertobat dari dosa-dosa fitnahmu maka sekarang kamu harus memunguti kembali serpihan-serpihan dosa yang telah tersebar sepanjang perjalananmu satu demi satu. Apakah kamu punya waktu dan kesanggupan untuk itu…?!
***
Surabaya, 13 Desember 2018
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews