Mental Sebagian Kepala Daerah, Jarah Keuangan Daerah

Kamis, 13 Desember 2018 | 20:58 WIB
0
412
Mental Sebagian Kepala Daerah, Jarah Keuangan Daerah
Ilustrasi PNS (Foto: Merdeka.com)

Dengan otonomi daerah harusnya bisa membangun daerahnya masing-masing. Tapi dalam kenyataannya bukan membangun daerah, malah menjarah keuangan daerah. Para kepala daerah bukan membangun daerahnya, malah berlomba-lomba menyalahgunakan jabatan atau wewenangnya dengan menerbitkan ijin dengan imbalan uang atau korupsi.

Dulu banyak daerah meminta otonomi daerah atau dari sentraslisasi pusat ke desentralisasi daerah dengan harapan untuk keadilan dan daerah bisa membangun dengan anggaran bagi hasil atau dana alokasi transfer daerah.Tapi justru otonomi daerah menciptakan raja-raja kecil atau penguasa baru di daerah, dan malah mengeruk sumber daya daerah untuk kepentingan sendiri atau kelompoknya. Bukan untuk kemakmuran atau membangun daerahnya untuk masyarakat.

Kepala daerah bukan pandai menarik investor malah pemerintah daerah membuat perda-perda yang menghambat investor untuk masuk. Karena perda-perda itu malah bersifat "pungli" atau malah menghambat. Akhirnya sering kali pemerintah daerah atau kepala daerah mengeluh sendiri kepada pemerintah pusat.Padahal yang bikin ribet atau segala aturan adalah pemerintah daerah itu sendiri,seperti banyak perda-perda yang justru menghambat datangnya investasi.

Banyak kepala daerah baik itu bupati/walikota atau gubernur yang tidak pintar dalam mengelola anggaran.Anggaran yang sangat besar itu habis untuk menggaji pegawai.Kepala daerah sangat boros dalam membelanjakan anggaran dan terkesan menghabur-haburkan anggaran. Seperti anggaran perjalanan dinas atau anggaran rapat-rapat.

Anggaran pembangunan infrastruktur tidak mencapai 25%, tapi sisanya habis untuk gaji pegawai dan perjalanan dinas.

Seperti yang diutarakan atau disampaikan oleh menteri Keuangan Sri Mulyani. Menurut Sri Mulyani, dana alokasi transfer daerah dari pusat habis untuk menggaji pegawai. Bahkan menurutnya dana alokasi transfer daerah malah digunakan oleh para kepala daerah untuk kunjungan yang tidak perlu.

Seperti ada seorang kepala daerah yang ke Jakarta dalam setahun mencapai 46 kali. Dan setiap ke Jakarta tidak seorang diri tapi rombongan. Dan tentu ini sangat menguras anggaran hanya untuk membiayai perjalanan dinas kepala daerah.

Alasan kepala daerah tersebut untuk konsultasi kepada Kementerian Keuangan terkait penggunaan anggaran. Padahal kementerian Keuangan sudah menyediakan layanan konsultasi dengan website atau telekonferesnsi. Dan tidak perlu harus ke Jakarta.

Ternyata alasan untuk konsultasi ke Jakarta itu hanya modus. Mereka sengaja tidak mau konsultasi dengan memanfaatkan media website atau telekonferensi. Karena kalau ke Jakarta, kepala daerah atau pejabat daerah tersebut mendapat tunjangan perjalanan dinas. Tetapi kalau memakai website atau telekonferesnsi tidak mendapat tunjangan perjalan dinas. Dan uang tunjangan perjalanan dinas ini sangat besar.

Masak iya 23% anggaran untuk perjalanan dinas kepala daerah atau pejabat daerah.

Mental kepala daerah seperti ini bukan hanya satu atau dua, tetapi banyak dan menggejala atau lazim dilakukan.

Oleh karena itu, menteri Keuangan Sri Mulyani akan menyurati atau memberikan peringatan kepada para kepala daerah yang sering ke Jakarta, dan tidak jelas apa yang dikerjakan.

Dan meminta para kepala daerah untuk menggunakan dana alokasi transfer daerah digunakan untuk pembangunan infrastrutur.

***