Kabar duka datang dari Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol. Muhammad Roem Ohoirat yang membenarkan informasi mengenai salah satu komandan kompi di satuan Brimob Polda Maluku, yakni Iptu LT meninggal dunia pada Minggu 4 April 2021.
Iptu LT meninggal dunia usai divaksin AstraZeneca. “Benar, almarhum meninggal dunia. Almarhum meninggal setelah divaksin pada tanggal 30 Maret 2021, namun pada tanggal 31 meriang dan sesak napas,” ujar Roem.
Roem mengatakan, setelah mengalami gejala tersebut, Iptu LT diantar istrinya ke rumah sakit namun saat diperiksa dokter tidak ada penyakit yang menyebabkan korban mengalami gejala seperti itu.
Akhirnya, Iptu LT diberi obat. Setelah itu beraktivitas seperti biasa. Tidak lama dari situ, Iptu LT mengalami gejala sesak napas hingga meninggal dunia. Roem belum bisa menjelaskan apakah meninggalnya karena divaksin atau tidak.
Setelah dinyatakan meninggal, tim Satgas Covid1-9 melakukan pemeriksaan terhadap jenazah Iptu LT. Dari sana didapatkan ternyata Iptu LT positif Covid-19.
Melansir VIVA.co.id, Minggu (4 April 2021 | 18:16 WIB), menurut Roem, pihaknya tak tahu apakah sebelumnya almarhum sudah positif lalu divaksin atau bagaimana. Akhirnya jenazah Iptu LT langsung dimakamkan dengan protokol Covid-19.
Dokter masih menelusuri riwayat penyakit Iptu LT. Roem belum bisa sepenuhnya menyebut, korban menginggal akibat divaksin. “Yang jelas kita tidak bisa katakan itu meninggal karena divaksin,” ujarnya.
Sebelumnya, kasus serupa menimpa Sulaiman Daeng Tika (50). Warga Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan ini meninggal dunia di RS Haji Kota Makassar, Senin (22/3/2021) malam. Seminggu atau tujuh hari sebelumnya, ia sempat disuntik vaksin Sinovac tahap pertama.
Daeng Tika dibawa ke RS karena demam tinggi dan nyeri di seluruh persendian. Namun, ia tak tertolong meski telah mendapat penanganan.
Di rumah duka Desa Batu-Batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, suasana kesedihan tampak dirasakan keluarga almarhum. Mereka tak menyangka, almarhum yang sebelumnya sehat, tiba-tiba mengeluh sakit dan meninggal dunia.
“Bapak sebelumnya sehat-sehat aja, gak punya sakit kronis atau sakit-sakitan,” ujar Mahmud, anak almarhum, Selasa (23/3/2021).
Mahmud menceritakan, ayahnya divaksin pada 15 Maret silam di tempat kerjanya. Beberapa hari kemudian mengeluh sakit, tapi tetap masuk kerja. Dua hari setelah vaksin kemudian ada gejala panas tinggi. Demam dan nyeri seluruh badannya.
Peristiwa serupa terjadi di Banyumas, Jawa Tengah. Salah satu lansia merupakan wanita yang sudah menjalani vaksinasi Covid-19 pada Senin, 8 Maret 2021. Perempuan berusia 75 tahun itu divaksin pada Senin, 8 Maret 2021.
Hari itu ada 2.500 lansia yang mendapatkan vaksinasi Covid-19. Menurut Bupati Banyumas Achmad Husein, lansia tersebut sudah lolos skrining, sehingga dia dinilai layak mendapatkan vaksinasi Covid-19.
Namun beberapa jam kemudian setelah lansia itu kembali ke rumah sekitar pukul 11.30 WIB, tak lama sore harinya pukul 17.00 WIB dia jatuh terduduk di lantai dan dibawa ke RS hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Kejadian tersebut membuat Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Hindra Irawan Satari buka suara. Hendra menyebut, kedua lansia tersebut meninggal bukan karena vaksinasi Covid-19.
“Penyebab meninggal bukan disebabkan vaksinasi Covid-19,” ujar Hindra kepada Merdeka.com, Senin, 15 Maret 2021. Kasus ini diungkap kembali oleh Bupati Husein kepada wartawan di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa, 9 April 2021.
Di Kabupaten Cilacap, Jateng, seorang nakes diketahui meninggal dunia usai beberapa hari divaksin Covid-19. Nakes itu meninggal, Jumat (5/2/2021) sekitar pukul 07.00 WIB.
Tapi, Kepala Dinkes Cilacap dr Pramesti Griana Dewi mengatakan, nakes berjenis kelamin laki-laki itu meninggal bukan karena disuntik vaksin Covid-19, melainkan demam berdarah.
“Dokter penanggung jawabnya menyatakan, nakes itu meninggal akibat Dengue Shock Syndrome (DSS) atau demam berdarah,” kata dr Pramesti Griana Dewi seperti dilansir Hestek.id, Sabtu (2021-02-06,15:34).
Ia membenarkan jika sang nakes sempat menjalani vaksinasi Covid-19 di RSUD Cilacap, tempatnya bertugas, 27 Januari 2021. Kondisi nakes, disebut Pramesti tak mengalami efek dari vaksin dan bekerja seperti biasa.
Bahkan, nakes itu juga bertugas merujuk pasien ke RSUD Sardjito Jogjakarta. “Sepulang dari Jogjakarta, badannya nggreges dan Minggu (31/1/2021) yang bersangkutan izin tidak masuk kerja,” paparnya.
Kemudian Rabu (3/2/2021) yang bersangkutan masuk IGD RSUD Cilacap karena lemas dan BAB berwarna hitam. Saat itu juga langsung masuk ICU, trombositnya jauh di bawah normal dan langsung dilakukan transfusi trombosit. Nakes tersebut meninggal, Jumat (5/2/2021) sekitar pukul 07.00 WIB.
Kasus serupa menimpa Direktur Pascasarjana STIK Tamalatea Makassar dan juga Bendahara Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Dr Eha Soemantri SKM, MKes.
Eha meninggal di ICU RS Wahidin Sudiro Husodo, setelah salat subuh. Kabar yang beredar, sebelumnya Eha dirawat karena terinfeksi Covid-19. Eha sendiri sebelumnya sudah divaksin. Namanya masuk dalam penerima vaksin pertama di Sulsel, 14 Januari 2021.
Pada 28 Januari 2021, Eha menerima vaksinasi tahap dua di RSKD Dadi. Eha juga sempat membagikan testimoninya. Setelah divaksin beberapa waktu lalu. Ia mengimbau masyarakat untuk tak takut divaksinasi.
“Saya telah mendapatkan suntik vaksin tanggal 14 Januari setelah pencanangan vaksinasi Covid-19 oleh Pak Gubernur,” ujarnya dalam video testimoni tersebut.
Setelah divaksin Eha mengaku tidak mengalami keluhan apa-apa. Ini salah satu bukti yang menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 aman. Kepada masyarakat, ia mengajak mensukseskan pemberian vaksin ini, sebagai ikhtiar kita agar terlindungi dari virus covid-19.
Dokter Tifauzia Tyassuma mengatakan, dua orang senior dan gurunya wafat pasca suntikan pertama vaksin. Begitu suntik ke-1 langsung masuk ICU dan saturasi oksigen 60%. “Ngga ada satupun Dokter yang boleh bilang kalau beliau berdua kena KIPVI,” ujarnya.
Keduanya Lansia dengan Comorbid. Menurutnya, kalau disebutkan Institusi mana pasti ia di-bully lagi lahir bathin. Dan semua bungkam diam seribu bahasa. Sebetulmya ini adalah tamparan bagi Seluruh Dokter di Indonesia.
“Ayo dong bicaralah jujur sesuai hati nurani Anda semua. Saya tidak mau memusuhi kalian dan apalagi dimusuhi kalian. Saya cinta kalian semua dan sangat mengkhawatirkan keadaan ini,” pesan Medical Scientist, Pakar dan Praktisi Nutrisi ini.
Sayangnya, kasus-kasus kematian dokter dan nakes lainnya yang terjadi di Indonesia paska vaksinasi Covid-19, selalu dijawab dengan dalih “bukan KIPI”. Mungkinkah kasus-kasus kematian pasca vaksinasi ini bisa dilakukan gugatan terhadap Pemerintah?
Menurut Advokat Subagyo, gugatan pada Pemerintah terkait kematian pasca vaksinasi bisa saja dilakukan. “Asalkan ada keterangan ahli yang menerangkan bahwa itu termasuk kesalahan,” katanya.
Apakah otopsi masih perlu dilakukan atas jazadnya? Otopsi itu kalau ada proses pidananya. Jadi, pertama harus menanyakan kepada ahli kesehatan dulu. Hukum akan mengikuti fakta. Jika fakta itu menurut ahli adalah malpraktik, maka hukum baru bisa bertindak.
Kesalahan atau malpraktik ini apa termasuk jika menurut aturan, yang punya komorbid itu tidak bolah divaksin, tetapi tetap saja divaksin, sehingga menyebabkan kematian? “Ya bisa seperti itu. Yang penting ada analisis ahli tentang risiko, seberapa besar risikonya,” ujarnya.
Pernyataan senada disampaikan Advokat Sumarso. Bisa digugat, tapi metodanya Citizen Lawsuit. “Gugatan oleh warga negara. Hanya saja, proses pembuktiannya harus akurat. Nda gampang juga untuk otopsi. Yang bisa minta otopsi hanya penyidik, kecuali kasus pembunuhan,” katanya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews