Sang Bupati dan Pisang Kepok Jumbonya

Menurut Bupati Malinau Dr. Yansen T.P., M.Si. terdapat banyak pisang di kabupatennya. Selama ini sebagian besar masih menjadi konsumsi lokal, selain menjadi komoditas.

Minggu, 19 Juli 2020 | 17:17 WIB
0
419
Sang Bupati dan Pisang Kepok Jumbonya
Yansen TP (Foto: tribunnews.com)

Indonesia itu salah satu surga pisang dunia. Tidak kurang dari 5.000 jenis pisang ada di negeri ini. Lebih dari setengah jenis pisang dunia. Tak salah jika banyak orang Indonesia menggemari pisang. Termasuk saya.

Setiap kali berkunjung ke Malinau Kalimantan Utara, suguhan pisang tak pernah saya lewatkan. Pisang dari pedalaman Kalimantan itu, rasanya maknyus. Apalagi jika sudah digoreng dengan tepung khas, yang ketika digigit berbunyi ‘kressss’. Sepuluh potong pisang goreng bisa dengan cepat beralih dari piring ke dalam perut. Kadang, saya tidak makan nasi. Cukup dengan pisang saja, sudah kenyang seharian. Tak apalah disamakan dengan monyet.

Pisang di Kalimantan Utara yang biasa saya konsumsi adalah pisang Kepok. Menurut data BPS, pisang jenis inilah yang paling banyak di Kalimantan, terutama Timur dan Utara. Ukurannya besar-besar. Bisa dua kali lebih besar dibanding pisang Kepok yang biasa saya konsumsi di Bogor. Pisang Kepok Malinau istimewa selain karena ukuran jumbonya, juga tekstur yang mantap, serta segar. Wajar, karena pisang di sana tumbuh alami bersama pohon-pohon raksasa di hutan. Tak ada sentuhan kimiawi. Ketika dikonsumsi langsung atau digoreng, cita rasanya berbeda.

Kalimantan punya lahan yang sangat luas untuk budidaya pisang. Jauh lebih luas dibanding tiga provinsi yang selama ini menjadi produsen pisang terbesar, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, dan Lampung. Komoditas pisang termasuk yang laku ekspor. China, Singapura, UAE, Jepang, dan Malaysia, adalah lima negara tujuan ekspor pisang terbesar Indonesia. Tahun 2018 lalu, nilai ekspor pisang Indonesia mencapai US$ 14 juta.

Menurut Bupati Malinau Dr. Yansen T.P., M.Si. terdapat banyak pisang di kabupatennya. Selama ini sebagian besar masih menjadi konsumsi lokal, selain menjadi komoditas.

Di kebunnya sendiri, terdapat banyak pisang Kepok, yang biasa menjadi sajian gorengan ketika menyambut tamu. Pisang goreng pak Bupati itulah yang sering saya santap.

Bupati Malinau ini aktif menulis dan rajin berkampanye literasi. Saya dan beberapa kawan sering diundang untuk membantu menulis dan mengadakan pelatihan menulis di Malinau. Semangat literasinya luar biasa. Bukan hanya bicara, tapi dia buktikan dengan menghasilkan beberapa buku yang diterbitkan oleh Gramedia Grup. Lead by example...

Saya dan kawan-kawan penulis yang terbiasa membantu pak Bupati, menganggap pisang Kepok Malinau istimewa. Setiap kali berkunjung ke sana, sajian yang ditunggu-tunggu adalah pisang goreng.

Menjadi lebih istimewa lagi karena setiap kali pak Bupati bertandang ke Jakarta, pisang Kepok Malinau tak pernah ketinggalan. Oleh-oleh buat kami. Bukan sesisir dua sisir tapi bertandan-tandan. Tanpa ke Kalimantan pun, saya dapat menikmati pisang Kepok Malinau bersama keluarga.


Pisang Kepok-nya istimewa, Bupati-nya pun istimewa. Jarang ada pemimpin yang mau repot-repot membawakan oleh-oleh selevel pisang, buat kami koleganya yang berprofesi sebagai penulis. Tak mudah mengangkut beberapa tandan pisang dari Malinau ke Jakarta. Harus pakai pesawat terbang dan transit beberapa kali. “Mungkin ini satu-satunya pisang pedalaman hutan di Malinau, yang dikonsumsi orang Jakarta...” ujar pak Bupati sambil terkekeh.

Tak salah jika Pepih Nugraha – mantan wartawan Kompas dan pendiri Kompasiana – menuliskan kalimat yang pas seperti ini. “A great leader is not a man with a big mouth, but a man who brings us a great banana!” Kami tersenyum lebar dan sepakat. Hal kecil bermakna jumbo yang kadang luput dari perhatian seorang pemimpin.

Terima kasih pak Bupati. Terima kasih pisang Kepok jumbonya.

***