Membahayakan, Demonstrasi Buruh Saat Pandemi Corona

Di tengah pandemi, sudah selayaknya buruh menuruti larangan berkumpul dan memahami mengapa ada kebijakan ini. Semuanya bertujuan agar virus tidak menyebar lagi ke seluruh orang.

Sabtu, 25 April 2020 | 05:28 WIB
0
222
Membahayakan, Demonstrasi Buruh Saat Pandemi Corona
Said Iqbal (Foto: merdeka.com)

Rencana Presiden Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) Said Iqbal yang ngotot akan melakukan aksi massa menolak Omnibus Law pada 30 April patut disayangkan. Rencana aksi massa yang di gelar saat pendemi Covid-19 bertentangan dengan maklumat Kapolri dan membahayakan semua orang. 

Pasalnya, setiap demonstran bisa menaikkan resiko penularan COVID-19, bukan hanya untuk diri buruh sendiri tapi juga keluarganya.

Menjelang hari buruh pada 1 Mei 2020, KSPI sudah mulai mengeluarkan wacana untuk berdemonstrasi pada 30 April 2020. Pada umumnya, mereka berdemonstrasi di depan Gedung DPR atau daerah strategis lainnya. Aksi massa ini dilakukan untuk menuntut omnibus law hingga menolak pemutusan hubungan kerja selama pandemi Covid-19.

Jika dulu masyarakat sudah memaklumi demo tahunan ini, maka tidak di 2020 ini. Di tengah pandemi corona, malah ada aksi massa. Sungguh sebuah tindakan yang banyak dikecam orang. Karena mereka melanggar kebijakan social distancing. Apakah para buruh ini kurang kerjaan atau menganggap dirinya sakti dan kebal dari segala penyakit, dan meremehkan virus corona?

Jika KSPI tetap memaksakan demonstrasi. Larangan untuk keluar rumah dilanggar oleh para buruh. Bukan hanya itu, mereka berdiri berdempetan saat melakukan aksi massa, dan tentu melanggar kebijakan PSBB. Aturan pemerintah dilarang mentah-mentah. Hanya demi perayaan hari buruh dan memuaskan nafsu untuk memaki atasan yang dianggap kurang menghargai jasa mereka.

Ketika mengabaikan social distancing, maka resiko untuk menularkan corona akan jadi besar sekali. Virus itu bisa melompat dengan mudah dan melemahkan imunitas manusia. Apalagi jika ia punya penyakit bawaan seperti asma, pneomonia, atau auto imun, maka akan cepat sekali tertular.

Penyakit akibat virus corona belum ada vaksinnya dan korban terus bertumbangan. Orang yang tertular juga tidak menunjukkan gejala yang jelas. Tiba-tiba saja mereka sesak nafas dan merasa tidak enak badan. Jika tidak ada pertolongan medis, maka nyawa yang akan jadi taruhannya. Masihkah para buruh itu ngotot untuk melakukan aksi massa, dan merasa sehat, padahal bisa saja tertular COVID-19? Bagaimana jika tiba-tiba badannya lemas lalu nyawa tercabut saat itu juga?

Selain berbahaya untuk diri sendiri, maka aksi massa para buruh ini juga membuat keluarganya dalam keadaan genting. Bisa saja virus corona tertular ke pegawai tersebut lalu menulari seluruh anggota keluarganya, mulai dari istri hingga anak-anak. Hal ini menunjukkan bahwa demo ini adalah tindakan yang sangat egois, karena bisa menularkan virus dan membuat banyak orang yang tidak bersalah jadi pasien corona.

Jika di dalam rumah ada orang yang berusia lanjut seperti mertua atau ibu kandungnya, maka mereka lebih beresiko terkena corona dengan cepat. Karena suah ada penelitian bahwa para manula lebih rentan terkena virus COVID-19. Pun jika ada anak kecil di dalam rumah, juga bisa tertular corona. Akan sangat kasihan sekali jika tangan mungil itu terpaksa diinfus dan menghirup udara dengan ventilator, dan harus dirawat di ruang isolasi.

Masihkah para buruh itu ngotot untuk berdemo jika ada resiko besar untuk menularkan penyakit mematikan? Sudah seharusnya mereka sadar mengapa ada kebijakan PSBB dan social distancing.

Pemerintah pastinya sudah memikirkan dengan matang, mengapa tidak boleh ada kumpulan orang di tengah pandemi ini. Sudah seharusnya mereka memahaminya lalu membatalkan niat untuk berdemo.
Ketika ada peringatan hari buruh maka jangan dijadikan aji mumpung untuk menuntut hak-hak yang belum tercapai, seperti kenaikan gaji atau libur stay at home dengan tunjangan penuh.

Di tengah pandemi, sudah selayaknya buruh menuruti larangan berkumpul dan memahami mengapa ada kebijakan ini. Semuanya bertujuan agar virus tidak menyebar lagi ke seluruh orang di Indonesia.

***