Rencana Presiden Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) Said Iqbal yang ngotot akan melakukan aksi massa menolak Omnibus Law pada 30 April patut disayangkan. Rencana aksi massa yang di gelar saat pendemi Covid-19 bertentangan dengan maklumat Kapolri dan membahayakan semua orang.
Pasalnya, setiap demonstran bisa menaikkan resiko penularan COVID-19, bukan hanya untuk diri buruh sendiri tapi juga keluarganya.
Menjelang hari buruh pada 1 Mei 2020, KSPI sudah mulai mengeluarkan wacana untuk berdemonstrasi pada 30 April 2020. Pada umumnya, mereka berdemonstrasi di depan Gedung DPR atau daerah strategis lainnya. Aksi massa ini dilakukan untuk menuntut omnibus law hingga menolak pemutusan hubungan kerja selama pandemi Covid-19.
Jika dulu masyarakat sudah memaklumi demo tahunan ini, maka tidak di 2020 ini. Di tengah pandemi corona, malah ada aksi massa. Sungguh sebuah tindakan yang banyak dikecam orang. Karena mereka melanggar kebijakan social distancing. Apakah para buruh ini kurang kerjaan atau menganggap dirinya sakti dan kebal dari segala penyakit, dan meremehkan virus corona?
Jika KSPI tetap memaksakan demonstrasi. Larangan untuk keluar rumah dilanggar oleh para buruh. Bukan hanya itu, mereka berdiri berdempetan saat melakukan aksi massa, dan tentu melanggar kebijakan PSBB. Aturan pemerintah dilarang mentah-mentah. Hanya demi perayaan hari buruh dan memuaskan nafsu untuk memaki atasan yang dianggap kurang menghargai jasa mereka.
Ketika mengabaikan social distancing, maka resiko untuk menularkan corona akan jadi besar sekali. Virus itu bisa melompat dengan mudah dan melemahkan imunitas manusia. Apalagi jika ia punya penyakit bawaan seperti asma, pneomonia, atau auto imun, maka akan cepat sekali tertular.
Penyakit akibat virus corona belum ada vaksinnya dan korban terus bertumbangan. Orang yang tertular juga tidak menunjukkan gejala yang jelas. Tiba-tiba saja mereka sesak nafas dan merasa tidak enak badan. Jika tidak ada pertolongan medis, maka nyawa yang akan jadi taruhannya. Masihkah para buruh itu ngotot untuk melakukan aksi massa, dan merasa sehat, padahal bisa saja tertular COVID-19? Bagaimana jika tiba-tiba badannya lemas lalu nyawa tercabut saat itu juga?
Selain berbahaya untuk diri sendiri, maka aksi massa para buruh ini juga membuat keluarganya dalam keadaan genting. Bisa saja virus corona tertular ke pegawai tersebut lalu menulari seluruh anggota keluarganya, mulai dari istri hingga anak-anak. Hal ini menunjukkan bahwa demo ini adalah tindakan yang sangat egois, karena bisa menularkan virus dan membuat banyak orang yang tidak bersalah jadi pasien corona.
Jika di dalam rumah ada orang yang berusia lanjut seperti mertua atau ibu kandungnya, maka mereka lebih beresiko terkena corona dengan cepat. Karena suah ada penelitian bahwa para manula lebih rentan terkena virus COVID-19. Pun jika ada anak kecil di dalam rumah, juga bisa tertular corona. Akan sangat kasihan sekali jika tangan mungil itu terpaksa diinfus dan menghirup udara dengan ventilator, dan harus dirawat di ruang isolasi.
Masihkah para buruh itu ngotot untuk berdemo jika ada resiko besar untuk menularkan penyakit mematikan? Sudah seharusnya mereka sadar mengapa ada kebijakan PSBB dan social distancing.
Pemerintah pastinya sudah memikirkan dengan matang, mengapa tidak boleh ada kumpulan orang di tengah pandemi ini. Sudah seharusnya mereka memahaminya lalu membatalkan niat untuk berdemo.
Ketika ada peringatan hari buruh maka jangan dijadikan aji mumpung untuk menuntut hak-hak yang belum tercapai, seperti kenaikan gaji atau libur stay at home dengan tunjangan penuh.
Di tengah pandemi, sudah selayaknya buruh menuruti larangan berkumpul dan memahami mengapa ada kebijakan ini. Semuanya bertujuan agar virus tidak menyebar lagi ke seluruh orang di Indonesia.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews