Presiden Jokowi yang terkenal tegas dimata pendukungnya, sekarang lebih banyak berkompromi politik supaya tidak gaduh karena ingin mengejar pembangunan atau pertumbuhan ekonomi.
Periode kedua masa pemerintahan Presiden Jokowi bukannya tambah ringan, akan tetapi semakin berat dan tertatih-tatih. Dengan segala permasalahan yang harus dihadapi dan ditangani. Padahal lawan politiknya yaitu Prabowo Subianto masuk dalam kabinet sebagai bentuk kompromi politik. Dirangkulnya Prabowo masuk dalam kabinet untuk menghindari kegaduhan atau kebisingan dan untuk meredam situasi politik yang semakin memanas.
Dan hanya menyisakan tiga partai diluar kekuasaan pemerintahan. Artinya parlemen atau DPR dalam genggaman presiden Jokowi. Apalagi ketua DPR dan MPR juga merupakan bagian dari partai koalisi atau pendukung.
Ini berbeda dengan periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi di mana baik ketua DPR dan MPR dikuasai oleh oposisi. Namun demikian, seiring berjalannya waktu ada beberapa partai yang awalnya oposisi masuk dalam kabinet atau pemerintahan presiden Jokowi (periode pertama).
Artinya pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi nyaris tanpa ada perlawanan atau gangguan dari pihak oposisi atau diluar kekuasaan pemerintahan.
Tetapi mengapa pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi terasa begitu berat dengan segudang permasalahan silih berganti bermunculan dan seolah "pamor" Jokowi mulai pudar atau meredup sampai dengan masa pemerintahannya habis pada 2024?
Meredupnya pamor Presiden Jokowi pada peridoe kedua ini seolah mengingatkan-juga pernah dialami atau terjadi pada pemerintahan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada perioden kedua. Dimana, pada periode pertama pemerintahan SBY tingkat kepercayaan masyarakat atau publik begitu tinggi. Apalagi mantan Presiden SBY waktu itu masih gagah, ganteng dan banyak pesona lainnya. Terutama dimata kaum hawa. Segala puja dan puji tertuju padanya.
Dan pada awal periode kedua SBY juga mirip seperti yang terjadi pada masa pemerintahan kedua Jokowi. Yaitu banyak partai yang masuk dalam kabinet atau pemerintahan atau koalisi gemuk. Namun, justru pada periode kedua mantan presiden SBY pamornya mulai meredup dan sering berkeluh kesah atau curhat lewat media sosial.
Partai-partai koalisi mulai tidak akur dan berani mengkritisi atau menyerang pemerintah waktu itu. Dan ini bisa juga akan terjadi pada pemerintahan kedua Presiden Jokowi. Bibit itu sudah ada. Misal: Nasdem. Sekalipun masuk dalam pemerintahan, akan tetapi partai ini juga kritis kepada pemerintah Jokowi pada periode kedua.
Inilah yang dinamakan "Deja Vu politik".
Deja Vu politik sering terjadi dalam perjalanan sejarah politik tanah air. Ada kesamaan atau kemiripan atau polanya. Seolah-olah peristiwa atau kejadian ini pernah terjadi dan seperti melihat suatu cermin.
Pada masa pemerintahan mantan SBY pada periode kedua ada kasus besar yaitu kasus bank Century. Demokrat waktu itu menolak adanya Pansus. Tetapi sekarang dalam kasus Jiwasraya, Demokrat mendukung dibentuknya Pansus.
Dan pada masa periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi ada juga kasus yang sekarang lagi bergulir di DPR terkait dibentuknya Panja atau Pansus Jiwasraya. Sekalipun kedua kasus tersebut berbeda.
Baik mantan Presiden SBY maupun Presiden Jokowi sama-sama cinta dan sayang dengan "anak Lanang". Namanya juga orang tua, biasanya akan lemah dengan keinginan seorang anak. Anak sekarang kalau punya keinginan harus dituruti.Kalau engga malah bisa berabe.
Mantan Presiden SBY saking sayang dengan anaknya yang masih berdinas aktif di militer untuk mengundurkan diri dan mencoba peruntungan di Pilkada DKI. Sekalipun belum beruntung, namun sebagai pendatang baru-suara yang didapatkan cukup lumayan. Dan mencoba lagi dalam pilpres 2019, namun gagal lagi.
Presiden Jokowi juga sayang dengan anak Lanangnya yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk ikut dalam bursa pilkada 2020 sebagai calon walikota Solo. Dan sebagai orang tua, presiden Jokowi memberi izin atau restu kepada anak Lanangnya. Dan tidak melarangnya dengan alasan itu adalah hak warga negara. Dan ini bukan politik dinasti atau aji mumpung.
Sebenarnya memudarnya pamor presiden Jokowi adalah hal yang wajar dan alamiah dalam suatu pemerintahan atau kekuasaan. Yang dulunya mendukung jadi tidak mendukung. Dan menimbulkan banyak kekecewaan di mata pendukungnya dengan berbagai sebab.
Presiden Jokowi yang terkenal tegas dimata pendukungnya, sekarang lebih banyak berkompromi politik supaya tidak gaduh karena ingin mengejar pembangunan atau pertumbuhan ekonomi.
Yang menurunkan pamor Presiden Jokowi mulai memudar sebenarnya dimulai dari SP-3 kasus-kasus Rizieq Shihab, bahkan kelompok mereka sempat diundang ke Istana Bogor. Setelah itu terpilihanya Ma'ruf Amin sebagai cawapres (kompromi politik). Setelah itu masuknya Prabowo dalam kabinet (kompromi politik). Ini menurunkan pamor Presiden Jokowi dimata pendukungnya atau fans berat.
Adalagi yang berkontribusi atau punya andil menurunnya pamor Presiden Jokowi yaitu Revisi UU KPK dan tidak tegasnya presiden Jokowi dalam penanganan intoleransi dan penanganan HAM. Ini didominasi dari kalangan akademisi atau aktivis.
Biarlah waktu yang akan membuktikan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews