Benarkah Pamor Presiden Jokowi Periode Kedua Mulai Memudar?

Presiden Jokowi yang terkenal tegas dimata pendukungnya, sekarang lebih banyak berkompromi politik supaya tidak gaduh karena ingin mengejar pembangunan atau pertumbuhan ekonomi.

Rabu, 5 Februari 2020 | 21:29 WIB
0
210
Benarkah Pamor Presiden Jokowi Periode Kedua Mulai Memudar?
Joko Widodo (Foto: Investor.id)

Periode kedua masa pemerintahan Presiden Jokowi bukannya tambah ringan, akan tetapi semakin berat dan tertatih-tatih. Dengan segala permasalahan yang harus dihadapi dan ditangani. Padahal lawan politiknya yaitu Prabowo Subianto masuk dalam kabinet sebagai bentuk kompromi politik. Dirangkulnya Prabowo masuk dalam kabinet untuk menghindari kegaduhan atau kebisingan dan untuk meredam situasi politik yang semakin memanas.

Dan hanya menyisakan tiga partai diluar kekuasaan pemerintahan. Artinya parlemen atau DPR dalam genggaman presiden Jokowi. Apalagi ketua DPR dan MPR juga merupakan bagian dari partai koalisi atau pendukung.

Ini berbeda dengan periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi di mana baik ketua DPR dan MPR dikuasai oleh oposisi. Namun demikian, seiring berjalannya waktu ada beberapa partai yang awalnya oposisi masuk dalam kabinet atau pemerintahan presiden Jokowi (periode pertama).

Artinya pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi nyaris tanpa ada perlawanan atau gangguan dari pihak oposisi atau diluar kekuasaan pemerintahan.

Tetapi mengapa pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi terasa begitu berat dengan segudang permasalahan silih berganti bermunculan dan seolah "pamor" Jokowi mulai pudar atau meredup sampai dengan masa pemerintahannya habis pada 2024?

Meredupnya pamor Presiden Jokowi pada peridoe kedua ini seolah mengingatkan-juga pernah dialami atau terjadi pada pemerintahan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada perioden kedua. Dimana, pada periode pertama pemerintahan SBY tingkat kepercayaan masyarakat atau publik begitu tinggi. Apalagi mantan Presiden SBY waktu itu masih gagah, ganteng dan banyak pesona lainnya. Terutama dimata kaum hawa. Segala puja dan puji tertuju padanya.

Dan pada awal periode kedua SBY juga mirip seperti yang terjadi pada masa pemerintahan kedua Jokowi. Yaitu banyak partai yang masuk dalam kabinet atau pemerintahan atau koalisi gemuk. Namun, justru pada periode kedua mantan presiden SBY pamornya mulai meredup dan sering berkeluh kesah atau curhat lewat media sosial.

Partai-partai koalisi mulai tidak akur dan berani mengkritisi atau menyerang pemerintah waktu itu. Dan ini bisa juga akan terjadi pada pemerintahan kedua Presiden Jokowi. Bibit itu sudah ada. Misal: Nasdem. Sekalipun masuk dalam pemerintahan, akan tetapi partai ini juga kritis kepada pemerintah Jokowi pada periode kedua.

Inilah yang dinamakan "Deja Vu politik".

Deja Vu politik sering terjadi dalam perjalanan sejarah politik tanah air. Ada kesamaan atau kemiripan atau polanya. Seolah-olah peristiwa atau kejadian ini pernah terjadi  dan seperti melihat suatu cermin.

Pada masa pemerintahan mantan SBY pada periode kedua ada kasus besar yaitu kasus bank Century. Demokrat waktu itu menolak adanya Pansus. Tetapi sekarang dalam kasus Jiwasraya, Demokrat mendukung dibentuknya Pansus.

Dan pada masa periode kedua  pemerintahan Presiden Jokowi ada juga kasus yang sekarang lagi bergulir di DPR terkait dibentuknya Panja atau Pansus Jiwasraya. Sekalipun kedua kasus tersebut berbeda.

Baik mantan Presiden SBY maupun Presiden Jokowi sama-sama cinta dan sayang dengan "anak Lanang". Namanya juga orang tua, biasanya akan lemah dengan keinginan seorang anak. Anak sekarang kalau punya keinginan harus dituruti.Kalau engga malah bisa berabe.

Mantan Presiden SBY saking sayang dengan anaknya yang masih berdinas aktif di militer untuk mengundurkan diri dan mencoba peruntungan di Pilkada DKI. Sekalipun belum beruntung, namun sebagai pendatang baru-suara yang didapatkan cukup lumayan. Dan mencoba lagi dalam pilpres 2019, namun gagal lagi.

Presiden Jokowi juga sayang dengan anak Lanangnya yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk ikut dalam bursa pilkada 2020 sebagai calon walikota Solo. Dan sebagai orang tua, presiden Jokowi memberi izin atau restu kepada anak Lanangnya. Dan tidak melarangnya dengan alasan itu adalah hak warga negara. Dan ini bukan politik dinasti atau aji mumpung.

Sebenarnya memudarnya pamor presiden Jokowi adalah hal yang wajar dan alamiah dalam suatu pemerintahan atau kekuasaan. Yang dulunya mendukung jadi tidak mendukung. Dan menimbulkan banyak kekecewaan di mata pendukungnya dengan berbagai sebab.

Presiden Jokowi yang terkenal tegas dimata pendukungnya, sekarang lebih banyak berkompromi politik supaya tidak gaduh karena ingin mengejar pembangunan atau pertumbuhan ekonomi.

Yang menurunkan pamor Presiden Jokowi mulai memudar sebenarnya dimulai dari SP-3 kasus-kasus Rizieq Shihab, bahkan kelompok mereka sempat diundang ke Istana Bogor. Setelah itu terpilihanya Ma'ruf Amin sebagai cawapres (kompromi politik). Setelah itu masuknya Prabowo dalam kabinet (kompromi politik). Ini menurunkan pamor Presiden Jokowi dimata pendukungnya atau fans berat.

Adalagi yang berkontribusi atau punya andil menurunnya pamor Presiden Jokowi yaitu Revisi UU KPK dan tidak tegasnya presiden Jokowi dalam penanganan intoleransi dan penanganan HAM. Ini didominasi dari kalangan akademisi atau aktivis.

Biarlah waktu yang akan membuktikan.

***