Yang Mulia Bapak Din Syamsuddin

Kalau Bapak punya rasa Indonesia, mestinya kalimat mensupport yang keluar dalam ujud suara, jangan rasan-rasan di pinggir jalan kelas lesehan.

Senin, 4 November 2019 | 17:37 WIB
0
463
Yang Mulia Bapak Din Syamsuddin
Din Syamsuddin (Foto: ahad.coid)

Assalamualaikum...

Semoga BAPAK selalu dalam lingkup rahmat Allah dan kebaikan.

Beberapa kali saya mengomentari pernyataan-pernyataan bapak di medsos dan pernah sekali saya digeruduk oleh Kokam Jatim di Polsek Waru, karena memgkritik bapak tentang pidato kesenjangan ekonomi umat dan di mana Bapak menyisipkan kalimat seolah golongan tertentu di negeri ini telah membuat dosa besar atas ketidakpunyaan ekonomi umat Islam di Indonesia, padahal tahun 1993-96 kalau tidak salah Bapak pernah jadi tim riset ekonomi, saat itu Bapak masih di Golkar. Dan kenapa Bapak tidak menyalahkan Orba dengan pusat orbit di Cendana.

Yang mulia Pak Din, pasca Presiden menyusun Kabinet Indonesia Maju, khususnya kehadiran Bapak FACHRUL RAZI sebagai menteri agama, komen bapak sangat tendensius, ada beberapa screen shoot saya sampaikan atas hal tersebut. Semoga itu hoaks. Termasuk screen shoot dari media internasional yang memasukkan Bapak dalam list teroris pada urutan 119. Oh mai got.

 Ini harusnya Bapak bisa tuntut secara proporsional, karena telah merusak nama baik seorang yang begitu kredibel pada bidang keislaman Indonesia, dimasukkan dalam daftar teroris. Kami sebagai rakyat tetampar atas berita itu, karena bapak bukan kelas Amrozi, dan Rizieq Shihab.

Bapak dalah ulama terkemuka Indonesia dan diakui dunia? Saya lupa apakah Bapak masuk dalam kelompok 100 orang Islam berpengaruh di dunia, kalau Pak Jokowi saya ingat no. 56, kalau tak salah.

Yang Mulia Pak Din, karena ketokohan Bapak yang pernah menjabat ketua umum Muhammadiyah ormas terbesar kedua umat Islam di Indonesia, maka apa saja statemen yang bapak ucapkan menjadi viral, sama dengan viralnya Bapakl Amien Rais dan keluarganya, yang bisa mengetuk pintu langit dan mendikte malaikat walau ramalannya 11-12 dengan Permadi.

Anda dan Amien adalah dua tokoh Muhammadiyah yang seharusnya sama juga dengan Buya Syafi'i yang begitu saya kabumi, karena Buyalah yang masih menjaga nama Muhammadiyah di luar perpolitikan yang penuh kekotoran dan kemunafikan serta menjijikkan itu.

Simpelnya anda dan Amien dibandingkan dengan  Buya seperti air dan minyak. Disadari atau tidak, kalian telah membuat Muhammadiyah kadang berminyak kadang ber-air. Ini yang disebut panas-dingin.

Pak Din, adalah sia-sia kalau gaya Anda memprontali kebijakan pemerintah, khususnya penempatan Bapak  FR sebagai menag . Bapak tidam bisa merendahkan Bapak FR, dia juga ulama dalam prilakunya walau bukan dalam titelnya, karena titel apa saja akan bisa terasa baik dan ada manfaatnya bila dicoating (bungkus) dengan akhlak mulia. FR, pria kelahiran Aceh ini sangat relegius, walau beliau bukan bekas ketua MUI dan ketua ormas Islam. Namun kesantunan beragamanya luar biasa, pemahaman Islamnya adalah urat nadi rahmatan lil alamin sebagaimana Islam yang sesungguhnya.

Beliau menjalankan ketauladanan apa yang nabi ajarkan, walau Bapak FR tidak menyuapi orang Yahudi buta di sudut jalan, namun beliau telah menyuapi kita dengan prilaku Islam yang damai, dan menganjurkan Islam yang sejuk dalam arti berprilaku, makanya aksi radikal tak bisa ditoleransi, TINDAKAN RADIKAL HARUS DIHABISI. Dan beliaulah satu-satunya yang pernah saya dengar bahwa beliau adalah menteri agama Indonesia, bukan menteri agama islam. Beliau telah mendudukkan esensi sebenarnya, sesuai azas dan ideologi Pancasia yang tak bisa di ganti, Pancasila adalah konsensus bernegara RI.

Jadi, menteri agama adalah Menteri Agama RI, bukan menteri agama Islam.

Yang mulia Pak Din, kenapa kesannya Anda berang atas rencana kerja menteri agama yang akan menertibkan ceramah-ceramah radikal di Indonesia, yang nota bene sudah menjalar ke sendi umat islam Indonesia khususnya kaum pemaham iIlam eksklusif, yang relasi kuasanya di atas umat Islam Indonesia dengan anggapan bahwa Islam Nusantara bukan Islam, padahal universitalitas Islam saat ini sebenarnya hanya tinggal pada syahadat saja.

Kerusakan tatanan sosial begitu terasa, Bapak ingat bagaimana Pilkada Jakarta begitu masifnya agama dijual murah, dan parahnya waktu itu seolah kita sepakat bahwa Islam itu begitu jahat, sampai seolah membuang jauh ketauladanan nabi yang begitu menjaga Islam sampai akhir hayatnya.

Saya mengatakan Pilkada Jakarta saat itu adalah perusakan Islam dengan cara membusukkan dari dalam, karena secara sadar hasilnya adalah barang busuk dalam prilaku keseharian, ya Anies itu adalah produk buruk dari sebuah proses yang penuh kekejian. Mesjid dijadikan amunisi menyerang Ahok, lembaga hukum jadi kandang perangkap menjerat Ahok.

Ahok tak bisa membela, dia dipenjara, sementara Buni Yani sang pengedit entah kemana, Rizieq sang ulama yang mendeklarasikan ulama umat Islam Indonesia, entah dengan jalan kesurupan apa dia bisa mengklain Islam Indonesia sudah di bawah komandonya. Padahal 212 saja sudah gak karuan bentuknya, FPI sudah tinggal menghitung hari untuk tak ada lagi. 

Pak Din, saya adalah muslim, yang belum tentu Islam, namun saya berusaha ke sana, menjadi Islam yang kaffah dan menjadi warga negara yang kaffah pula, sehingga ego agama saya bisa saya letakkan daalm tataran yang benar, bukan membenar-benarkan.

Definisi kebaikan tiap hari kita lafaskan, namun nyaris luput kita aksikan bahkan indikasinya saja nyaris tak ada, sementara radikalisme definisinya kita debatkan, padahal aksinya sudah kita rasakan, dan mereka sukses melakonkan.

Saya tidak mengajari ikan berenang, namun bila yang Anda tak merasakan radikalisme ada di tengah kita, kiranya perlu diasah sensitivitas batin Bapak untuk di "tera" ulang apakah Islam yang rahmatan lil alamin masih ada di hati Anda. Apakah kasus penusukan Pak Wiranto cuma tusukan tukang copet, dan banyak hal yang bisa dilihat di jalan, medsos, dst, bagaimana Felix Siaw yang belajarnya tak seujung kuku hitam anda, bisa berceramah dengan dalil yang bisa merusak sendi bernegara.

Baca Juga: Kerancuan Khilafah dan Khalifah Ala Din Syamsuddin

Begitu juga Bchtiar Nasir, dkk. Mereka jelas menentang dan memarjinalkan Pancasila, bagaimana menurut Anda, apakah itu biasa-biasa saja, apa Abdul Bashit dengan 29 bom molotov yang direncanakan itu hanya mainan, mau kita sebut apa mereka, orang mulia yang berjihad untuk Islam, dengan membunuh saudaranya, apa mau disebut sekedar "nakal", nakal kok ngebom, nakal itu kalau rekreasi cari bidadari ke kampung Arab di puncak. Atau nakalnya Pak JK ngundang Zakir Naik dan Thaliban ke istana, itu baru nakal.

Yang mulia Pak Din, Anda kan dekat dengan Pak Jokowi, Anda bisa kapan saja telpon beliau, kalau ada yang tak pas bisa dikasi masukan, jadi tidak berteriak fals seolah umat Islam Indonesia tersinggung atas kalimat radikal, atau tersinggung karena menteri agamanya bukan kiayi atau ulama kenamaan.

Gus Mus mengatakan, NU itu bukan ngurusi menteri, tapi Indonesia. Jadi, harusnya bapak yang masih ada bekas icon MU berfikirnya bisa lebih berisi sama, tak usah berang, biasa-biasa ajalah, atau memang kalimat radikal itu Bapak rasakan ada di dalam perasaan. Lagian kan Pak Jokowi memakai hak prerogatifnya sebagai presiden, dan programnya untuk membenahi SDM. Kalau Bapak punya rasa Indonesia, mestinya kalimat mensupport yang keluar dalam ujud suara, jangan rasan-rasan di pinggir jalan kelas lesehan. Negarawan kok baperan.

Apa kalau belum bisa ketemu Pak Jokowi, call saja Pak Machfud, Tito, Fachrul, ajak ngopi-ngopi sharing saja, gak perlu formal, gak perlu pakai jas, tapi outputnya jelas. Jadi grass root gak was-was.

Jadi, begitu saja yang mulia Pak Din, saya gak bisa kasi solusi, saya hanya sebatas sebagai muslim yang berusaha memberi indikasi bahwa saya masih ilam, tentunya Islam gak pakai radikal dan bisa mencekal hati untuk tak brutal.

Demikian sekadar masukan, mohon maaf kalau kurang berkenan.

Salam NKRI...

***