Kita tidak boleh membiarkan dan bersikap ambigu pada upaya pengkhianatan terhadap bangsa seperti yang akan dilakukan oleh HTI.
Saya terkejut ketika membaca imbauan dari Prof Din Syamsudin yang disebarkan oleh teman di WAG. Beliau, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI, pada Rapat Pleno Ke-37 pada 28 Maret 2019 kemarin menyatakan bahwa walaupun di Indonesia khilafah sebagai lembaga politik tidak diterima luas, namun khilafah yang disebut dalam Al Quran adalah ajaran Islam yang mulia.
Khilafah adalah ajaran Islam…?! Apa gak salah nih Din Syamsudin ngomong begini?
Saya sampai menduga bahwa itu pasti hoax. Tidak mungkinlah seorang sekelas Prof Din Syamsudin bisa melakukan kesalahan yang fatal seperti itu pikir saya. Tapi setelah saya cek ternyata itu benar. Itu pernyataan atau imbauan asli dari beliau. Yungalah…!
Saya langsung berpikir kemana saja beliau ini dan apa yang terjadi pada pemahaman beliau sehingga mengeluarkan imbauan dengan fakta-fakta yang keliru seperti itu?
Ternyata bukan saya saja yang merasakan keanehan tersebut. Rais PCINU Australia Gus Nadirsyah Hosen sendiri heran dan bahkan dengan terang-terangan mengoreksi kekeliruan Din Syamsudin ini di akun twitternya "Pernyataan Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini keliru krn tidak bisa membedakan antara sistem khilafah dg khalifah. Point kedua amat fatal kelirunya: tidak ada satupun ayat Qur’an yg menggunakan istilah Khilafah. Yg ada itu soal Khalifah. MUI gagal paham bedakan keduanya. Parah!"
Tentu saja saya bisa memahami mengapa Gus Nadir berkata dengan keras seperti itu karena apa yang disampaikan oleh Din Syamsudin ini memang benar-benar aneh, rancu, dan out of context.
Din menyebutkan bahwa mempertentangkan Khilafah dengan Pancasila identik dengan mempertentangkan Negara Islam dengan Negara Pancasila. Mempertentangkan keduanya merupakan upaya membuka luka lama dan menyinggung perasaan umat Islam. Komentar saya langsung di grup adalah, “Kemana aja beliau selama ini kok tidak tahu bahwa yang mempertentangkan Pancasila dengan khilafah adalah orang-orang HTI? Kok justru pendapat ini tidak disampaikannya pada orang-orang HTI sejak dulu?” Bukankah seharusnya hal ini beliau sampaikan pada orang-orang HTI sejak dulu?
Saya merasa aneh bahwa beliau baru bicara seperti ini dan justru menyampaikannya bukan pada orang-orang HTI yang selama ini belasan tahun mempertentangkan dan bahkan melawan Pancasila dengan isu khilafah.Jika mempertentangkan antara Pancasila dan sistem khilafah bisa membuka luka lama dan menyinggung perasaan umat Islam lantas mengapa beliau TIDAK PERNAH menyampaikan hal ini secara tegas dan keras langsung kepada orang-orang HTI sendiri? Mengapa beliau selama ini justru terkesan sangat lunak pada HTI yang jelas-jelas merupakan organisasi pengkhianat bangsa? Mengapa imbauan itu justru disampaikan pada isu pilpres dan mengatakan bahwa penyebutan khilafah adalah bentuk politisasi agama yang menjelekkan?
Kemana saja Din Syamsudin selama ini dan kenapa sekarang baru bicara soal jeleknya politisasi agama oleh HTI dan tidak sejak dahulu ketika HTI sedang kencang-kencangnya mengkampanyekan sistem khilafah untuk menggantikan Pancasila? Kenapa beliau dulu tidak pernah tampil membantah dan menyatakan semacam itu dengan menggunakan kapasitas beliau sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI?
Terus terang saya heran dan tidak habis pikir karena selama ini beliau tidak jelas sikapnya terhadap HTI dan saya anggap selalu bermain aman. Saya bersyukur dan sangat salut pada orang-orang NU yang secara tegas dan jelas sikapnya menentang upaya pengkhianatan HTI yang merongrong dasar negara kita. Di sini saya baru benar-benar percaya bahwa NU adalah ormas yang menjadi tulang punggung paling penting dalam menjaga keutuhan bangsa dari para perongrongnya. Itu sudah terbukti terus menerus.
Pada Juli 2017 yang lalu di acara “Diskusi Perppu Ormas dan Keutuhan NKRI” di Gedung Astranawa NU Surabaya, Dr. Muhibbin dan saya sebagai pembicara sepakat bahwa pembubaran HTI itu adalah langkah tepat meski pun terlambat. Virus HTI ini telah begitu massif masuk ke umat Islam dan telah menimbulkan perpecahan di tubuh umat Islam. HTI telah berhasil memasukkan persepsi pada umat bahwa gerakan ideologi mereka adalah ajaran Islam.
Itu sebabnya maka banyak umat Islam yang tertipu dan terbuai oleh gerakan ideologi mereka yang melenceng tersebut. Sementara itu pembicara satunya dari Muhammadiyah tetap saja bicara dengan sikap ambigu tentang HTI.
Saya sampai heran kok seolah dia tidak paham bahwa upaya mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah adalah sebuah pengkhianatan bagi bangsa. Dengan sikap seolah arif dia mengatakan bahwa sesesat-sesatnya mereka toh mereka umat Islam juga.
Apa…?! Apakah dia tidak membaca sejarah tentang pengkhianatan umat Islam di zaman khulafaur rasyidin sampai mereka membantai Khalifah Usman? Apakah dia tidak membaca sejarah bahwa umat Islam juga yang berkhianat pada Khalifah Ali sehingga sejarah kekhilafahan yang semula berdasarkan kompetensi dan kualitas pribadi berubah menjadi dinasti? Apakah dia tidak membaca sejarah bahwa sesama umat Islam juga yang membantai cucu Nabi?
Lha kalau para khalifah yang agung dan cucu Nabi sendiri pun dibantai oleh para pengkhianat yang sesama umat Islam maka apakah kita akan membiarkan sejarah kelam itu terulang lagi? Bukankah perang yang terjadi di Suriah, Iraq, Libya, Afghanistan, Irak, Yaman, Somalia, Libanon, Sudan dan Aljazair adalah perang antara sesama muslim?
Muslim yang membangkang dan berkhianat harus dicegah dan dilawan. Bukan dengan membiarkannya sampai mereka melakukan pemberontakan hanya karena mereka membawa-bawa bendera atau jargon Islam.
Bahayanya Ideologi HTI
Saya bisa mengerti kalau banyak umat Islam awam yang telah tertipu oleh pemikiran islamisasi negara ala HTI ini. Yang saya heran sebenarnya adalah mengapa para akademisi, ulama, tokoh nasionalis, dll tidak melihat dan tidak menyadari betapa berbahayanya organisasi ini sejak dulu? Padahal sangat banyak bukti dan contoh dari negara lain atas sikap berkhianat dari organisasi ini dan mereka juga sudah terang-terangan memproklamirkan diri untuk mendirikan khilafah di Indonesia.
Mereka bahkan sudah berupaya untuk mengajak militer untuk ikut agenda mereka. Kok ya para petinggi negara tenang-tenang saja. Terus terang saya sangat gregetan. It was so obvious but why couldn’t they see it?
Yang lebih mengherankan saya adalah banyak akademisi muslim cemerlang yang justru ikut terperosok pada agenda organisasi politik transnasional yang bahkan di negara asalnya saja ditendang tapi di Indonesia malah diberi panggung. What’s wrong with you, guys? Apakah aroma agama yang disebarkan oleh organisasi politik ini begitu membuai sehingga Anda tertipu?
Jelas sekali bahwa organisasi ini akan merongrong dan menggerogoti kecintaan rakyat pada bangsa dan negaranya. Umat Islam diajarkan untuk kufur terhadap nikmat kemerdekaan dan berdirinya bangsa dan negara NKRI karena bukan berbentuk khilafah.
Bahkan lebih daripada itu, warga muslim Indonesia diajak untuk melakukan makar pada bangsa dan negaranya sendiri dengan menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara thagut yang tidak layak untuk diikuti dan patut ditentang. Hal ini menyebabkan warga muslim Indonesia kehilangan kepatuhan dan kesetiaannya pada pemerintah, bangsa dan negaranya..
Pemimpin Sesat
Umat Islam Indonesia memang masih mudah dikecoh dengan segala atribut yang berbau agama. Dan itu sudah disampaikan oleh Ibnu Rusd berabad-abad yang lalu dengan peringatannya, ”Jika ingin menguasai orang bodoh, bungkuslah kebatilan dengan agama.”
Umat Islam sangat mudah dikecoh dengan kemasan yang berbau agama dan itulah yang dilakukan oleh organisasi politik bernama Hizbut Tahrir ini. Meski pun mereka jelas-jelas adalah organisasi politik yang berasal dari Timur Tengah toh sangat banyak umat Islam yang menganggap ini semacam lembaga dakwah Islam yang ingin membawa kemurnian dan kejayaan agama Islam dan menghancurkan kebatilan yang ada di Indonesia.
Tapi, organisasi ini sangat berbahaya bagi umat islam mau pun bagi bangsa Indonesia. Kalau tidak berbahaya kan tidak mungkin 21 negara di dunia melarang partai politik ini. Itu sebabnya kita harus menunjukkan sikap tegas dan jelas dalam menghadapinya.
Tidak peduli rektor, pejabat, kiai, atau dosen sekali pun, kalau ia membiarkan, apalagi mendorong umat Islam Indonesia untuk berikrar utk menegakkan atau bersumpah setia pada sistem khilafah ala HTI maka ia adalah pemimpin sesat. Saya sangat sedih bahwa ada dosen yang justru mengajak mahasiswanya untuk ikut organisasi sesat ini. Ini benar-benar dosen yang menyesatkan mahasiswanya.
Bagaimana mungkin umat Islam Indonesia dibiarkan untuk menukar kesetiaannya pada bangsanya kepada sistem khilafah ala HTI? Semua pemimpin yang waras akan berupaya sekuat tenaga agar generasi penerusnya setia kepada bangsa dan negaranya, bukannya membiarkan mereka tertipu dan berikrar pada sistem kekhalifahan ala HTI.
Ketika berbagai bangsa dan negara lain telah dengan secara tegas membubarkan organisasi Hizbut Tahrir di negara mereka, baik itu negara Islam atau pun bukan, dan bahkan dengan tegas menangkapi anggotanya tanpa perlu bikin Perppu segala, sebagian dari kita malah ada yang membelanya. Ada apa ini?
Kita tidak boleh membiarkan dan bersikap ambigu pada upaya pengkhianatan terhadap bangsa seperti yang akan dilakukan oleh HTI. Kita tidak ingin sejarah pemberontakan DI/TII, Permesta, PKI terulang lagi. Mari kita bersikap tegas dan terukur.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews