Kalo gitu baiknya jangan menamakan diri "relawan", Boss, ganti aja dengan "bukanrelawan" kayak bukan empat matanya Tukul Arwana itu.
Pikir-pikir dulu deh sebelum kamu mau menyerahkan sebagian kecil hidupmu sebagai relawan. Relawan apa saja; relawan kemanusiaan, relawan sosial bahkan relawan politik.
Namanya juga rela, ya harusnya bekerja tanpa pamrih. Tanpa harus tahu dan bertanya di ujung, "gue dapet apa?"
Kalo pertanyaan "gue dapet apa" sudah menerungku kepala dan mengerangkeng pikiranmu, sebaiknya dipikirkan apakah kamu pas atau tidak jadi relawan. Ini persoalan serius, jangan sampai memalukan dirimu sendiri kelak di kemudian hari.
Ada berita yang sepertinya biasa-biasa saja, ga cukup seksi untuk sebuah isu politik kalo dibandingkan dengan pengumuman menteri baru Jokowi. Tetapi di balik berita yang kurang seksi itu ada pelajaran etika yang bisa diambil hikmahnya oleh siapa saja, termasuk olehmu. Iya, kamu... kok masih larak-lirik kiri kanan!
Berita itu terkait dengan Projo. Itu loh, ormas Pro Jokowi yang kecewa atas gabungnya Prabowo Subianto ke Joko Widodo sebagai menteri pertahanan, yang dianggap mengecewakan sekaligus menyakitkan. Projo pamit dan "say goodbye" kepada Jokowi.
Apakah harus bersimpati kepada Projo yang telah berkeringat dan "berdarah-darah" dalam mendukung Jokowi saat Pilpres lalu?
Coba berempati dari sisi Projo. Memang sih, melalui perjuangan mereka memenangkan Jokowi, rival satu-satunya yang harus ditenggelamkan (meminjam istilah Bu Susi) adalah Prabowo. Eh, Prabowo malah dipeluk, disambut, dikasih kursi pula pada akhir cerita. Paham dong ya kekecewaan Projo sampai di sini; bagaimana Prabowo yang menjadi sasaran tembak tiba-tiba berbaikan dengan Jokowi.
Ibarat titik bidik di keker senjata otomatis seorang sniper di mana jidat sasaran tembak sudah berada di titik merah, pelatuk tinggal ditarik, eh tiba-tiba badan Jokowi menghalangi Prabowo sejidat-jidatnya. Pemandangan dalam kekeran berganti jadi tubuh Jokowi.
Sebagai sniper dan petarung, tentu kecewa berat tatkala senjata harus dibereskan lagi dan peluru tidak jadi dimuntahkan. Itulah gambaran kekecewaan Projo.
Tetapi benarkah cuma persoalan teknis semacam itu yang menjadikan Projo ngambek dan menyudahi dukungannya kepada Jokowi?
Ga juga. Mengingat pernyataan kekecewaan dimuntahkan berbarengan dengan euforia pengumuman kabinet Jokowi jilid dua, orang langsung menghubungkan kekecewaan Projo karena para pentolannya ga da dapet jatah kursi menteri. Bukan semata akibat kecewa kepada Jokowi yang tos-tosan sama Prabowo.
Kalo begini kejadiannya, namanya jadi sukarelawan yang ga rela dong. Atau kasarnya sukarelawan yang pamrih, yang di ujung bertanya, "gue dapet apa".
Meski tak terkatakan, tidak tersurat dan hanya semata-mata tersirat, toh orang melek politik bisa menangkap makna kegalauan Projo ini, yang sejatinya ternyata menuntut pamrih juga.
Kalo gitu baiknya jangan menamakan diri "relawan", Boss, ganti aja dengan "bukanrelawan" kayak bukan empat matanya Tukul Arwana itu.
Eh, tapi kalo "Bukanrelawan Projo" jadinya "Relawan Prowo" dong. Ya sama-sama pamrih juga dan di ujung ujung-ujungnya bertanya, "gue dapet apa?"
Ah, sutralah...
#PepihNugraha
***
Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [18] Oposisi Hati
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews