KPK Memang Diperlakukan Tidak Beres

Selayaknya pimpinan KPK menyerahkan ketidakberesan langsung ke sumbernya, demi meluruskan kembali yang salah dan KPK diajak ikut serta dalam pembahasan revisi UU dengan DPR.

Sabtu, 14 September 2019 | 22:30 WIB
0
347
KPK Memang Diperlakukan Tidak Beres
Agus Rahardjo (Foto: Tribunnews.com)

Anda diberi amanat menjalankan organisasi dengan segudang tanggung jawab yang besar, kemudian anda tidak diajak urun rembuk ketika mekanisme organisasi itu diubah. Apa reaksi anda jika berhadapan dengan situasi ini?

Dalam konteks inilah bisa dimengerti mengapa tiga komisioner KPK menyerahkan mandat ke Presiden. Mereka tidak mau bertanggung jawab atas apapun yang terjadi terkait dengan revisi UU KPK karena tidak pernah diajak urun rembuk. Draft nya saja tidak dikasih.

Keanehan lain adalah KPK tidak diikutsertakan dalam pembahasan revisi itu. Presiden Jokowi hanya memerintahkan Menkumham orang PDIP dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin, mantan Wakapolri sebagai wakil pemerintah berhadapan dengan DPR.

Siapa berani jamin menteri yang notabene orang PDIP itu bisa memperjuangkan penegasan Presiden bisa diterima 100 persen? Rapat berlangsung tertutup. KPK tidak bisa mengikuti jalannya rapat itu.

Apalagi manuver DPR tiba-tiba memasukkan revisi UU KPK sebagai prolegnas karena kemauan Menkumham sendiri. Padahal Presiden Jokowi tidak setuju. Ini bisa diurut pada peristiwa di tahun 2015.

Kompas tanggal 25 Juni 2015 melaporkan revisi UU KPK ditetapkan masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2015 dalam sebuah rapat paripurna DPR.

Meski Presiden Jokowi menyatakan tak ingin merevisi UU KPK, nyatanya DPR berpegangan pada pernyataan resmi Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly di rapat Badan Legislasi pada Mei 2015. Yasonna bahkan yang mengusulkan agar revisi UU KPK dimasukkan sebagai prioritas tahun ini, dari yang sebelumnya masuk dalam daftar prolegnas 2014-2019.

Dalam konteks ini benar kata pakar hukum tata negara Refli Harun bahwa penyerahan mandat yang dilakukan KPK ke Jokowi merupakan bentuk protes karena dinilai tak ada pelindungan terhadap upaya pelemahan KPK.

Sebagaimana dikutip Detik, Refly mengatakan, "Walaupun presiden mengatakan tidak ingin melemahkan KPK, tapi kan pasal-pasalnya kan melemahkan, seperti misalnya pembentukan Dewan Pengawas, kita ini bicara mengenai sesuatu yang normal dalam kondisi yang abnormal."

Penjelasan Refly ini sejalan dengan penegasan Ketua KPK Agus Rahardjo saat menyerahkan mandat ke Presiden. Dia dikutip media pekabaran sebagai mengatakan :

" Yang sangat kami prihatin dan mencemaskan adalah mengenai RUU KPK, karena sampai hari ini kami draf yang sebetulnya aja kami tidak mengetahui, jadi rasanya pembahasannya seperti sembunyi-sembunyi, kemudian saya juga mendengar rumor, dalam waktu yang sangat cepat kemudian akan diketok, disetujui. "

Kembali ke paragraf pertama, jika anda Ketua KPK kemudian "dibegitukan", apa yang Anda lakukan? Sementara tudingan deras ditujukan kepada Anda bahwa organisasi Anda sarang Taliban. Jual beli perkara dan sebagainya.

Bagaimana sikap Anda ketika menyaksikan massa tidak jelas justru menyerang organisasi Anda?

Mengapa sekarang demo tidak jelas itu justru soal mendukung Ketua Baru dan menuding kepemimpinan Anda bobrok?

Padahal sejauh ini yang demo adalah yang membela KPK.

Bukankah ini aneh?

Kembali saya tanyakan, jika anda itu berada dalam posisi Agus, Saut dan Laode, apa yang Anda lakukan?

Anda berada dalam posisi yang jelas-jelas ditelikung diam-diam, dicampakkan dan dituduh macam-macam.

Saya yakin hati nurani Anda akan menjawab : Ada yang tidak beres.

Dan sudah selayaknya pimpinan KPK menyerahkan ketidakberesan itu langsung ke sumbernya. Untuk meluruskan kembali yang salah dan KPK diajak ikut serta dalam pembahasan revisi UU dengan DPR.

Supaya KPK tidak diacak-acak oleh tangan-tangan jahat dan para pendukung sialannya yang gentayangan di media sosial menebar fitnah disana sini.

**

.