Selayaknya pimpinan KPK menyerahkan ketidakberesan langsung ke sumbernya, demi meluruskan kembali yang salah dan KPK diajak ikut serta dalam pembahasan revisi UU dengan DPR.
Anda diberi amanat menjalankan organisasi dengan segudang tanggung jawab yang besar, kemudian anda tidak diajak urun rembuk ketika mekanisme organisasi itu diubah. Apa reaksi anda jika berhadapan dengan situasi ini?
Dalam konteks inilah bisa dimengerti mengapa tiga komisioner KPK menyerahkan mandat ke Presiden. Mereka tidak mau bertanggung jawab atas apapun yang terjadi terkait dengan revisi UU KPK karena tidak pernah diajak urun rembuk. Draft nya saja tidak dikasih.
Keanehan lain adalah KPK tidak diikutsertakan dalam pembahasan revisi itu. Presiden Jokowi hanya memerintahkan Menkumham orang PDIP dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin, mantan Wakapolri sebagai wakil pemerintah berhadapan dengan DPR.
Siapa berani jamin menteri yang notabene orang PDIP itu bisa memperjuangkan penegasan Presiden bisa diterima 100 persen? Rapat berlangsung tertutup. KPK tidak bisa mengikuti jalannya rapat itu.
Apalagi manuver DPR tiba-tiba memasukkan revisi UU KPK sebagai prolegnas karena kemauan Menkumham sendiri. Padahal Presiden Jokowi tidak setuju. Ini bisa diurut pada peristiwa di tahun 2015.
Kompas tanggal 25 Juni 2015 melaporkan revisi UU KPK ditetapkan masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2015 dalam sebuah rapat paripurna DPR.
Meski Presiden Jokowi menyatakan tak ingin merevisi UU KPK, nyatanya DPR berpegangan pada pernyataan resmi Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly di rapat Badan Legislasi pada Mei 2015. Yasonna bahkan yang mengusulkan agar revisi UU KPK dimasukkan sebagai prioritas tahun ini, dari yang sebelumnya masuk dalam daftar prolegnas 2014-2019.
Dalam konteks ini benar kata pakar hukum tata negara Refli Harun bahwa penyerahan mandat yang dilakukan KPK ke Jokowi merupakan bentuk protes karena dinilai tak ada pelindungan terhadap upaya pelemahan KPK.
Sebagaimana dikutip Detik, Refly mengatakan, "Walaupun presiden mengatakan tidak ingin melemahkan KPK, tapi kan pasal-pasalnya kan melemahkan, seperti misalnya pembentukan Dewan Pengawas, kita ini bicara mengenai sesuatu yang normal dalam kondisi yang abnormal."
Penjelasan Refly ini sejalan dengan penegasan Ketua KPK Agus Rahardjo saat menyerahkan mandat ke Presiden. Dia dikutip media pekabaran sebagai mengatakan :
" Yang sangat kami prihatin dan mencemaskan adalah mengenai RUU KPK, karena sampai hari ini kami draf yang sebetulnya aja kami tidak mengetahui, jadi rasanya pembahasannya seperti sembunyi-sembunyi, kemudian saya juga mendengar rumor, dalam waktu yang sangat cepat kemudian akan diketok, disetujui. "
Kembali ke paragraf pertama, jika anda Ketua KPK kemudian "dibegitukan", apa yang Anda lakukan? Sementara tudingan deras ditujukan kepada Anda bahwa organisasi Anda sarang Taliban. Jual beli perkara dan sebagainya.
Bagaimana sikap Anda ketika menyaksikan massa tidak jelas justru menyerang organisasi Anda?
Mengapa sekarang demo tidak jelas itu justru soal mendukung Ketua Baru dan menuding kepemimpinan Anda bobrok?
Padahal sejauh ini yang demo adalah yang membela KPK.
Bukankah ini aneh?
Kembali saya tanyakan, jika anda itu berada dalam posisi Agus, Saut dan Laode, apa yang Anda lakukan?
Anda berada dalam posisi yang jelas-jelas ditelikung diam-diam, dicampakkan dan dituduh macam-macam.
Saya yakin hati nurani Anda akan menjawab : Ada yang tidak beres.
Dan sudah selayaknya pimpinan KPK menyerahkan ketidakberesan itu langsung ke sumbernya. Untuk meluruskan kembali yang salah dan KPK diajak ikut serta dalam pembahasan revisi UU dengan DPR.
Supaya KPK tidak diacak-acak oleh tangan-tangan jahat dan para pendukung sialannya yang gentayangan di media sosial menebar fitnah disana sini.
**
.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews