Awalnya kaget juga ketika diajak menghadiri deklarasi Penulis untuk pemilu damai yang diinisiasi Pepnews. Meski lama saya dengar Kang Pepih telah hengkang dari kantornya yang lama dan membidani kantor baru, namun hati saya sedikit gentar dengan acara yang akan saya ikuti,
Deklarasi bukan sesuatu yang asing karena sebelumnya beberapa kali diundang deklarasi-deklarasi berbagai komuniatas mendukung paslon atau partai, yang memang marak pada saat menjelang Pilpres atau Pileg.
Tapi apakah Pemilu 2019, menjadi Pesta Demokrasi Gelisah. Dulu di masa Orba. Pemilu belum berjalan, hasil akhirnya sudah dapat diketahui, pasti Dia lagi dan dia lagi. Sehingga pemilu hanya formalitas hura-hura, dan melabelkan pesta demokrasi sebatas pengertian pesta. Ramai-ramai, hura-hura, dan hambur-hamburan uang menghabiskan dana APBN.
Sejak Reformasi 98, proses demokrasi berjalan lebih baik. Kebebasan menyampaikan pendapat sudah dirasakan. Walau ada yang bilang kebabablasan. Tapi ini semua tak lepas dari perkembangan teknologi intenet dan media komunikasi. Hadirnya media sosial, memiliki peran besar dalam mengubah proses komunikasi dan sikap masyarakat.
Proses saling mempengaruhi menjadi bagian dari perkembangan media sosial. Di mana media sosial digunakan untuk semua hal, termasuk curhat urusan rumah tangga sampai ajakan memilih Capes-Cawapres. Dampanya tiap orang kini bias menjadi pembuat dan pengirim pesan. Bagi saya “politik” adalah mahkluk biasa. Bahkan sejak memutuskan melanjutkan pendidikan tinggi di salah satu Institut Ilmu Politik, Jakarta.
Istilah “Pemilu Damai” membuat saya berpikir ulang, apa saya mampu untuk menjadi pelakunya sementara dalam hati dan pikiran sudah condong ke salah satu Paslon dan satu partai yang menggiurkan.
Kekhawatiran condong ke satu Paslon cenderung membuat tutup mata kepada Paslon dan partai lain, karena kekurang mampuan observasi, dan “ketidak inginan” untuk melihat Paslon dan partai lain, menjadikan Pemilu Damai seakan hal yang sulit untuk dilakukan.
Bukan karena telah “dibeli” dan dibayar sesuatu oleh salah satu Paslon atau Partai, sama sekali tidak. Tidak pernah terbersit keyakinan pilihan karena suatu imbalan atau grafitikasi-istilah kerennya. Keberpihakan pilihan lebih pada kenyamanan dan logika sederhana, Observasatif terbatas keadaan masyarakat sekeliling dan adopsi cerita positif yang banyak ditulis media sosial maupun media mainstream, cetak atau elektronik yang memborbardir pengetahuan secara sadar ataupun tidak.
Pemilu damai juga istilah umum yang sering saya dengar terutama pada saat pilkada tingkat I atau II, pemilihan setingkat Gubernur, Walikota atau Bupati. Pemilu damai bukan mahluk asing yang menyeruak tiba-tiba sebagai pengetahuan baru sehingga harus melalui adaptasi.
Meski tidak pernah terlibat seara langsung sebagai pemilih dalam kontestasi pemilihan Gubernur DKI misalnya. Saya tinggal dan ber KTP Tangerang, begitu juga pemilihan walikota Bogor, kota kelahiran saya. Lewat pemberitaan yang begitu gencar lengkap dengan segala daya upaya memenangkan kontestasi kepala daerah, tertanam dalam di benak saya.
Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai yang diikuti 30 penulis, bertempat di hotel Santika, Slipi Jakarta (Minggu 17 Feb 2019) membuka wawasan pemikiran baru. Sebagai penulis, saya menjadi pengontrol pesan.
Karena saya berperan sebagai pembuat sekaligus pendistribusian pesan. Artinya saya tahu betul, arah dan tujuan dari apa yang saya tulis. Maka Deklaras penulis untuk pemilu Damai, menjadi pengingat betapa besar peran penulisi sebagai pengontrol.
Otomatis penulis menjadi memiliki tanggung jawab moral untuk turut serta mengawal pemilu damai. Biarpun sudah condong pada salah satu calon atau partai tertentu. Sebagai penulis, sikap independen mengawal pemilu menjadi semacam kewajiban moral sebagai warga Negara.
Ya, setiap warga Negara berkewajiban turut serta menjaga keamanan dan kedamaian, termasuk pemilu. Pemilu 2019, jangan jadi Pesta Demokrasi Gelisah. Yuk, kita jaga proses pelaksanaan pemilu dan tetap menciptakan kedamaian.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews