Khilafah, Manuver Bahaya Jenderal Hendro!

Sebaiknya Jenderal Hendropriyono berhenti “menjual” khilafah untuk kepentingan kampanye, apalagi dibenturkan dengan Pancasila.

Sabtu, 30 Maret 2019 | 17:16 WIB
0
2101
Khilafah, Manuver Bahaya Jenderal Hendro!
Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono, Mantan Kepala BIN. (Foto: Kompas.com).

Lama tak muncul dalam arena politik, tiba-tiba mantan Kepala BIN Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono memprovokasi rakyat Indonesia. Menurutnya, Pemilu dan Pilpres 2019 pada  17 April 2019 adalah pertarungan dua ideologi: Pancasila versus Khilafah.

Tampaknya jenderal yang dikenal berada di kubu paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin ini mulai panik dengan realitas politik dukungan masyarakat pada paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, sehingga dia perlu menakuti-natuki rakyat dengan Khilafah.

Dengan kata lain, Hendropriyono sudah menjustifikasi paslon 02 sebagai kelompok Khilafah yang akan menggantikan Pancasila sebagai ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini sebuah ujaran kebencian yang berlebihan dari seorang alumni Lembah Tidar.

Apalagi, predikat Khilafah meski tidak menyebut nama, jelas sekali ditujukan kepada sesama alumni Lembah Tidar (baca: Akademi Militer-Akmil, Magelang). Prabowo termasuk salah satu diantara alumni Lembah Tidar yang kini meju sebagai calon presiden.

Sebagai sesama alumni Lembah Tidar, seharusnya dia turut bangga kalau ada alumni Akmil yang berhasil menjadi Presiden RI. Bukan malah sebaliknya, mengklasifikasikannya sebagai kelompok Anti Pancasila dengan sebutan Khilafah. Mengapa begitu, Jenderal?

Hendropriyono mengatakan, yang bertarung pada Pemilu kali ini adalah ideologi Pancasila berhadapan dengan ideologi Khilafah. Oleh sebab itu, dia meminta masyarakat harus mulai menentukan pilihan dan memahami calon pemimpin dipilih pada Pemilu 2019.

Pemilu kali ini yang berhadap-hadapan bukan saja hanya subjeknya. Orang yang berhadapan bukan hanya kubu, “Kubu dari Pak Jokowi dan kubu Pak Prabowo, bukan. Tapi ideologi,” kata Hendropriyono, seperti dilansir Merdeka.com, Kamis (28/3/2019).

Semburan Khilafah Jenderal Hendropriyono itu langsung ditanggapi mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo. “Rakyat Jangan Mau Diadu Domba Oknum Haus Kekuasaan!” Twiter Gatot Nurmantyo (@Nurmantyo_Gatot) 29 Maret 2019.

Sebagai sesama alumni Lembah Tidar, Jenderal Gatot geram dengan manuver jelang Pilpres 2019 oleh pihak tertentu yang memprovokasi masyarakat bahwa Pilpres 2019 kali ini yang berhadapan adalah Ideologi Pancasila dengan Ideologi Khilafah.

Provokasi seperti yang disemburkan Hendropriyono itu justru memecah belah negara ini. “Jangan lupakan sejarah dan jangan mau dipecah-belah sama orang-orang yang haus kekuasaan!” kata Jenderal Gatot melalui akun twitternya, Jum'at (29/3/2019).

Jenderal Gatot juga melampirkan berita merdeka.com yang berjudul “Hendropriyono: Pemilu Kali Ini yang Berhadapan Ideologi Pancasila dengan Khilafah”. Selain itu, Jenderal Gatot dalam twitnya melampirkan video provokasi dari pihak tertentu.

Dalam twit lanjutannya, Jenderal Gatot melampirkan arsip pernyataan Jenderal Besar AH Nasution yang menegaskan, pihak yang mempertentangkan Pancasila dan Islam adalah PKI. Jangan lupakan sejarah, siapa sesungguhnya pihak yang suka memecah belah negara ini!

Jika melihat jejak “sejarah” Hendropriyono, maka bisa dimaklumi betapa gethol-nya mantan Pangdam Jaya ini kampanye untuk menghambat laju Prabowo yang nyaris tidak terbendung dari dukungan rakyat. Pasalnya, Hendropriyono masuk daftar pelanggar HAM.

Dari catatan sejarah tersebut, jelas sekali bahwa:

Pilpres 2019 juga pertempuran Kaum Pelanggar HAM versus Kaum Pencari Keadilan Hukum untuk Korban Pelanggaran HAM.

Pilpres 2019 sesungguhnya pertempuran Koalisi Koruptor versus Koalisi Akal Sehat.
Karena itu, rakyat jangan salah coblos capres Koalisi Koruptor.

Gagalnya PKI berontak pada 1948 & 1965, karena bersatunya TNI dengan Kaum Muslim.
Karena itu, neo PKI berusaha benturkan TNI dengan Muslim.

Sejarah NKRI mencatat, yang adu domba Pancasila dengan Islam hanya PKI. Mereka yang berlaku sama saat ini, kader Neo Komunis.

Pilpres 2019 Kian Dekat. Manuver Dzolim provokasi benturkan Pancasila dan Islam bermunculan. Kaum Muslim Rapatkan Barisan. Lawan!

Masyarakat diminta meluangkan waktu untuk memberi kontribusi bagi negara, dengan cara mencoblos kertas suara di TPS. Rasanya Hendropriyono salah alamat jika harus “menyerang” yuniornya dengan label didukung Khilafah.

Statusnya sebagai salah satu konglomerat di Indonesia, salah satu pengusaha nasional yang mampu berbicara di tingkat dunia, sesungguhnya sudah cukup menyamankan hidup seorang Prabowo. Dia sebenarnya tidak perlu bersusah payah terjun ke dunia politik.

Namun,  jiwa Nasionalis dan Pancasilais dari hasil gemblengan Lembah Tidar merangsangnya untuk menyelamatkan NKRI yang kian terancam dalam peta politik dunia. Dia tidak rela komunis kembali bangkit dalam wujud faham sosialis dan Neo Komunis yang mulai berkembang di Indonesia.

Memanfaatkan kaum Milenial yang tidak paham sejarah kekerasan PKI terhadap ulama NU dan TNI/ABRI yang merekayasa dua kali pemberontakan besar di Indonesia, 1948 Muso dan 1965 DN Aidit. Dua kali pemberontakan yang merusak sistem pemerintahan dan perekonomian NKRI.

Karena itu, seorang alumni Lembah Tidar meminta, bagi rakyat Indonesia yang masih mencintai NKRI, bagi rakyat Indonesia yang keluarganya menjadi korban kekerasan PKI Muso dan Aidit, dan bagi rakyat Indonesia yang tidak rela ideologi Pancasila digerogoti strategi politik komunis yang dikembangkan RRC dalam belitan kucuran utang luar negeri.

“Marilah bersatu menangkan pasangan Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019,” ujarnya. Hanya paslon 02 sebagai harapan terakhir bangsa Indonesia dan NKRI untuk lepas dari lilitan utang luar negeri yang terus menumpuk.

Itu karena paslon 02 ini telah membuktikan dirinya sebagai duet yang tidak meragukan lagi jiwa patriotiknya, Pancasilaisnya, Nasionalisnya, kesuksesannya sebagai pengusaha, dan kepatuhannya melaksanakan ajaran Islam dalam bentuk Amar Mahruf Nahi Munkar.

Khilafah Selesai!

Manuver Hendropriyono juga mendapat reaksi dari Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof. DR. M. Din Syamsudin pada Jum’at, 29 Maret 2019 melalui suratnya. Sesuai Taushiyah Dewan Pertimbangan MUI sebagai hasil Rapat Pleno ke-37, 27 Maret 2019, dihimbau:

1. Sebaiknya kedua kubu Paslon Presiden-Wapres menghindari penggunaan isu keagamaan, seperti penyebutan Khilafah, karena itu merupakan bentuk politisasi agama yang bersifat pejoratif (menjelekkan).

2. Walaupun di Indonesia khilafah sebagai lembaga politik tidak diterima luas, namun khilafah yang disebut dalam Al-Qur'an adalah ajaran Islam yang mulia (manusia mengemban misi menjadi Wakil Tuhan di Bumi/Khalifatullah fil ardh).

3. Mempertentangkan khilafah dengan Pancasila adalah identik dengan mempertentangkan Negara Islam dengan Negara Pancasila, yang sesungguhnya sudah lama selesai dengan penegasan Negara Pancasilan sebagai darul Ahdi was Syahadah (Negara Kesepakatan dan Kesaksian).

4. Menisbatkan sesuatu yang dianggap Anti Pancasila terhadap suatu kelompok adalah labelisasi dan generalisasi (menggebyah-uyah) yang berbahaya dan dapat menciptakan suasana perpecahan di tubuh bangsa.

5. Menghimbau segenap keluarga bangsa agar jangan terpengaruh, apalagi terprovokasi dengan pikiran-pikiran yang tidak relevan dan kondusif bagi perciptaan Pemilu/Pilpres damai, berkualitas, berkeadilan, dan berkeadaban.

Menyimak catatan singkat di atas, sebaiknya Jenderal Hendropriyono berhenti “menjual” khilafah untuk kepentingan kampanye Jokowi guna men-down grade Prabowo. Karena, persoalan khilafah itu, seperti kata Din Syamsudin, “sudah selesai”!

Ayolah cari tema yang cerdas, jangan pakai tema basi yang pasti tidak akan laku lagi “dijual”!

***