Akhirnya, Jokowi terpancing juga. Itulah yang dinanti. Fadli Zon dengan sigap menyantapnya; “Istilah sontoloyo, itu istilah yang agak kasar. Seorang Presiden tak pantas mengatakan hal itu. Bla-bla-bla. Yang sontoloyo itu ialah yang tidak melaksanakan (sistem pemerintahan) dengan baik,...”
Mengapa mesti Jokowi yang mengeluhkan para politikus sontoloyo itu? Bukankah dalam konteks kampanye Pilpres 2019, menjadi tugas tim suksesnya untuk mengantisipasi segala serangan pada pertahana?
Kritik tak proporsional, memang acap diberikan pada Jokowi, apalagi menjelang Pilpres ini. Presiden tak boleh berkata yang ‘agak kasar’ sekalipun, sementara yang tidak membolehkan itu boleh berbuat apa saja (ingat Fahri Hamzah bilang lembaga presiden boleh diserang sementara DPR tidak), kita memang melihat politik sontoloyo itu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata sontoloyo yakni konyol, tidak beres, bodoh. Padahal yang berasak dari bahasa Jawa ini, artinya tukang angon bebek atau itik. Ketika berubah sebagai makian, adalah bentuk penghalusan kejengkelan.
Fadli Zon berkali-kali bukan hanya mengritik Presiden, melainkan melakukan hujatan dan ujaran kebencian. Kritik beda dengan hujatan dan ujaran kebencian. Lewat kasus “penganiayaan” Ratna Sarumpaet dulu, seperti itulah hujatan yang ujaran kebencian sering disampaikan ke arah Jokowi.
Dalam posisi sebagai Wakil Ketua DPR, Fadli Zon masuk sebagai politikus kategori sontoloyo ini. Ia sering mengatakan pemerintah tidak proper, amburadul, kacau balau, dan sebagainya. Tapi kenapa tak pernah dipermasalahkan di Parlemen?
Sementara bagaimana dengan kinerja Parlemen sebagaimana tupoksinya? Mana produk legislasinya, tercapai berapa persen dari janjinya?
Dan bagaimana mungkin lembaga perwakilan rakyat bisa melahirkan koruptor, dalam jumlah besar pula? Karena anggota parlemen juga manusia? Kalau begitu, kenapa ingin disebut mulia, kalau nyatanya rendah, atau cuma manusia biasa?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews