Pemilu Damai, Janji Para Penulis

Senin, 25 Februari 2019 | 08:07 WIB
0
448
Pemilu Damai, Janji Para Penulis
Dok. Pepnews.com

30 penulis, Bertempat di hotel Santika, slipi Jakarta ( Minggu: 17 Feb 2019) mendeklarasikan Penulis untuk Pemilu Damai. Saya mendapat kehormatan membacakan, yang kemudian diikkti semua yang hadir. Ini isi deklarasi tersebut.

Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai 

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Kami Penulis Indonesia Berjanji;

Menulis dengan hati nurani Menulis dengan jiwa yang sehat Melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme

Melawan segala bentuk penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian

Kami Penulis Indonesia Berjanji;

Mengedepankan rasa aman dan nyaman melalui pilihan kata, fakta dan data

Kami penulis Indonesia Berjanji;

Mendorong terciptanya pemilu damai

Menegakkan yang benar Membela yang tak bersalah

Dengan sepenuh jiwa raga Tetap NKRI

Pemilu 2019 Damai, Damai, Damai!

 

Sebetulnya perlu ngak sih deklarasi semacam ini?

Tergantung masing-masing penulis berdasarkan wawasan, pendidikan dan tujuan dari kegiatan menulisnya. Saya seorang perempuan yang menulis untuk menyalurkan kebawelan yang tidak berlawan. Artinya saya tidak bisa berbicara karena nggak ada orang lain, makanya saya perlu menulis. Karena untuk menulis saya nggak perlu orang lain. Kaitannya dengan pemilu?

Otomatis pemilu dan segenap komponennya menjadi topik-topik yang saya tuliskan. Baik itu cuma status di media sosial atau sebagai tulisan artikel yang utuh. Pemilu 2019, menjadi ajang kontestasi politik yang “panas”.  Visi, misi dan program kerja tidak menjadi topik yang diperbincangkan. Justru hoax atau informasi yang nggak berdasar, menjadi ajang perdebatan.

Mengutip Pramoedia Ananta Toer: Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian Pesan Pram, adalah salah satu motivasi saya menulis. Saya nggak merasa perlu menjadi terkenal, yang penting buah pikir saya bisa tersampaikan dan dimengerti. Jadi bila Pram mengatakan menulis adalah bekerja untuk kebadian, saya setuju banget.

Seorang kawan sempat berkata, mungkin kalau capres-cawapresnya ada tiga pasang, situasi dan kondisinya nggak terbelah seperti sekarang. Karena capres cawapres cuma dua pasang, otomatis terbentuk dua kubu/pihak, seperti sedang berperang.

Saya sendiri agak sulit memahami, mengapa pilpres 2019 terasa “menyeramkan”, seolah kita memang sedang berperang. Padahal pemilu adalah pesta demokrasi dan pesta demokrasi ya harus disambut dengan sukacita, penuh kegembiraan, bukan menakutkan atau saling menakut-nakuti.

Sebelum janji penulis untuk pemilu damai di deklarasikan, Pepih Nugraha, sang inisiator  dari PepNews.com menyampaikan harapan, bahwasannya para penulis yang hadir dan mau berjanji mengawal pemilu karena menyadari pentingnya peran para penulis. Pembuat pesan dalam kontestasi politik adalah para penulis. Artinya para penulis memegang peranan besar, bakan bisa dibilang para penulis adalah pengendali. Pesan apa yang akan dibuat lalu disebarkan bisa mengarahkan ke satu tujuan. seperti motonya Pepnews.com, WRITE IS RIGHT. dengan menulis kita sudah melakukan yang benar atau bisa juga dipahami, menulis adalah hak. Ya setiap WNI memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan dijamin UUD 1948 pasal 28.

Balik lagi ke penting atau nggak penting deklarasi ini, menurut saya menjadi penting,  dilihat dari besarnya peran penulis sebagai pembuat pesan. Terlepas dibayar  (buzzer) atau tidak dibayar, ada tanggung jawab moral yang besar untuk turut mejaga pesta demokrasi.  Terlau mahal kalau sebuah demokrasi harus di bayar dengan revolusi. Ingat peristiwa Reformasi’98. Tak terhitung nilai kerugian moril dan materil.

Maka saya katakana, deklarasi penulis untuk Pemilu damai adalah penting untuk diucapkan dan dilakukan. Saya dan para penulis lainnya, ambil bagian dan siap menjaga pesta demokrasi agar tetap tercipta perdamian. Bukan hanya saat pilpres dan pileg 17 April 2019, tapi hingga hasil diumumkan dan peralihan kepada kepala Negara yang baru. Siapapun kepala Negara yang baru tersebut, Capres-cawapres  dari pasangan 01 atau 02, hasil yang ditetapkan nanti harus dihormati dan diterima.

Pemilu Damai bukanlah sebuah harapan tapi sebuah proses, hasil akhirnya adalah Kepala Negara yang baru. Jika proses demokrasi bisa dilalui dengan terkendali, artinya masyarakat Indonesia sudah sampai pada tataran kesadaran yang lebih baik.

Tinggal para poliikus yang bakal menjadi wakil rakyat dan duduk menjadi anggota dewan, yang juga harus menjaga tutur kata dan prilakunya, agar Kepala Negara dan perangkat pemerintahan yang juga baru  bisa melanjutkan membawa masyarakat Indonesia ke cita-cita para pendiri bangsa ini. Membawa masyarakat pada kehidupan yang makmur, aman dan damai.

***