Fitnah Jokowi PKI Pakai "Obor Rakyat", La Nyalla Minta Maaf dan Tobat

Minggu, 16 Desember 2018 | 05:44 WIB
0
567
Fitnah Jokowi PKI Pakai "Obor Rakyat", La Nyalla Minta Maaf dan Tobat
Jokowi, La Nyalla dan Prabowo (Foto: Tribunnews.com)

 

Pengakuan mengejutkan datang dari La Nyalla Mahmud Mattalitti. Ia mengakui ikut terlibat dalam penyebaran isu-isu hoax tentang Joko Widodo alias Jokowi PKI semasa Pilpres 2014 lalu. Pernyataan La Nyalla dilakukan secara terbuka kepada publik.

La Nyalla mengaku bertobat dan memilih berpaling dari Prabowo Subianto dan bergabung bersama Jokowi pada Pilpres 2019. Ia pun membongkar berbagai manuvernya ketika masih berada di posisi lawan Jokowi dulu, termasuk mengenai isu PKI.

“Waktu itu wajar saya bilang gitu karena oposisi. Oposisi kan apa saja dihajar lawannya,” ungkap La Nyalla di kediaman Ma'ruf Amin, Jl Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, seperti dilansir Radarpribumi.com, Selasa (11/12/2018).

Tak hanya itu, La Nyalla juga turut menghembuskan berbagai isu negatif lainnya tentang Jokowi saat Pilpres 2014. Ia juga mengaku menjadi salah satu pihak yang ikut menyebarkan Obor Rakyat, media propaganda yang merugikan Jokowi.

“Saya yang fitnah Pak Jokowi Kristen, China. Saya yang sebarkan 'Obor Rakyat' di Jawa Timur, Madura,” kata La Nyalla. Menurutnya, ia mengaku menyesal telah menyebarkan isu-isu negatif soal Jokowi.

La Nyalla bahkan sudah mendatangi Jokowi langsung dan meminta maaf atas sikapnya pada pilpres lalu. “Saya datang ke beliau, saya minta maaf. Bahwa saya yang isukan Pak Jokowi PKI. Karena sekarang saya bukan oposisi, saya harus tobat,” jelasnya.

Bukan hanya meminta maaf, La Nyalla juga turut membantu capres nomor urut 01 tersebut membersihkan namanya dari isu anak PKI. Ia sudah menegaskan mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019.

“Saya sudah keliling, kita sudah keliling, dengan saya memviralkan bahwa Pak Jokowi bukan PKI. Saya minta maaf, saya yang sebarkan isu PKI itu. Saya yang ngomong Pak Jokowi PKI, Pak Jokowi Kristen, agamanya nggak jelas, saya sudah minta maaf,” sebut La Nyalla.

Mantan Ketum PSSI ini ikut pula dalam pemenangan paslon Joko Widodo – Ma'ruf Amin. Ia menyatakan sudah berkeliling mensosialisasi program-program Jokowi, bahkan ia juga telah mendirikan rumah pemenangan Jokowi – Ma'ruf di Jatim.

“Kita turun ke daerah, door to door, kita merangkul pemain sepakbola, suporter, itu semua barisan sama kita. Pokoknya Anda tahu Pak Jokowi menang di Jatim. Kalau dulu menangnya hanya 800 ribu, kalau sekarang lebih jauh lagi,” ungkapnya.

La Nyalla menargetkan, “Pak Jokowi harus menang di atas 70 persen,” katanya. Menurutnya, ia pun berkomitmen akan benar-benar meninggalkan Prabowo, yang kini berpasangan dengan Sandiaga Uno. La Nyalla menyatakan sudah melupakan mantan ketumnya tersebut.

“Lupakan. Lupakan Prabowo. Tidak usah ngomong Pak Prabowo lagi. Kita sudah mau memenangkan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin,” tegas mantan politisi Gerindra itu. La Nyalla lalu berbicara tentang keislaman Prabowo dan Jokowi.

Ia membandingkan tingkat keimanan kedua capres tersebut, dan menantang Prabowo untuk memimpin salat dan membaca surat Al-Fatihah. “Dulu saya fight untuk dukung si Prabowo. Salahnya, Prabowo itu saya tutupi semua. Saya tahu Prabowo, ” ungkap La Nyalla.

Kalau soal Islam, ia menilai, lebih hebat Jokowi. Jokowi berani mimpin salat. “Pak Prabowo berani suruh mimpin salat? Nggak berani. Ayo, kita uji keislaman Pak Prabowo. Suruh Pak Prabowo baca Al-Fatihah, Al-Ikhlas, baca bacaan salat. Kita semua jadi saksi,” ucapnya.

Ia total mendukung Jokowi – Ma'ruf pada Pilpres 2019. La Nyalla sesumbar akan memotong leher sendiri bila Prabowo – Sandi menang di wilayah Madura. “Saya kan sudah ngomong potong leher saya kalau Prabowo bisa menang di Madura,” janjinya.

Pada Pilpres 2014, Prabowo, yang kala itu berpasangan dengan Hatta Rajasa, menang telak atas Jokowi – Jusuf Kalla di Madura. Ia mengaku telah melakukan komunikasi dengan warga Madura untuk meluruskan isu-isu negatif atas Jokowi.

La Nyalla optimistis pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin memperoleh kemenangan di Pulau Madura pada Pilpres 2019 mendatang. Dia menampik pulau tersebut masih menjadi basis pendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2019 mendatang.

“Saya sudah ngomong, potong leher saya kalau Prabowo bisa menang di Madura,” kata La Nyalla saat ditemui di kediaman Ma'ruf Amin. Pada Pilpres 2014 lalu paslon Jokowi - JK kalah dari Prabowo-Hatta Rajasa di empat kabupaten di Pulau Madura.

Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, total perolehan suara Prabowo – Hatta di Pulau Madura sebanyak 830. 968, sementara Jokowi – JK berjumlah 692.631 suara. “Orang di Madura itu dulu milih Prabowo karena nggak ngerti, dikira Pak Jokowi ini PKI,” ujar La Nyalla.

“Kan saya sudah jelasin, saya yang sebarin 'Obor' (tabloid 'Obor Rakyat'). Orang Madura itu paling sensitif, paling nggak mau dibilang ini bukan agama Islam. Ini nggak mungkin dipilih, begitu ini nanti dibuka, ini kembali. Padahal yang Islam itu Pak Jokowi,” lanjutnya.

Secara yuridis formal, pengakuan La Nyalla itu sebenarnya bisa jadi pintu masuk Polri untuk “menyembelih” La Nyalla. “Asalkan ada tambahan saksi dan alat bukti berupa tabloid Obor Rakyat satu eksemplar saja, sudah cukup,” ungkap sumber PepNews.com.

Sumber di lingkaran Istana itu mengajak berpikir logis. Menjelang Pilgub Jatim 2018 lalu, La Nyalla melempar isu tentang mahar. “Gerindra hanya membantah dan sikap Gerindra benar,” ungkap sumber tadi.

“Karena di dalam hukum ada asas (prinsip) bahwa siapa yang mendalilkan, maka dia harus membuktikannya. Jadi beban pembuktian benar atau tidak isu mahar itu ada di La Nyalla, bukan Gerindra,” tegasnya.

Jadi, “Pernyataan La Nyala yang lempar isu Jokowi anak PKI dan sebagainya, sama seperti di atas, La Nyalla harus menbuktikannya. Anehnya, biasanya kubu Jowowi begitu galak kalau Jokowi diterpa isu yang katanya “hoax”, tapi dengan pengakuan La Nyalla koq diam?”

Padahal itu sudah memenuhi prasyarat pembuktian hukum pidana. Coba lihat apa saja yang menjadi alat-alat bukti tindak pidana pada Pasal 184 (1) KUHAP: Yang dimaksud alat bukti adalah: (1) keterangan saksi, (2) keterangan ahli, (3) surat, (4) petunjuk, dan (5) keterangan terdakwa.

Pernyataan La Nyalla tak ubahnya dengan petunjuk dan akan berubah menjadi alat bukti lain yang bernama keterangan terdakwa saat persidangan berlangsung. Hanya tinggal menambah alat-alat bukti lain yang menguatkan, seperti saksi-saksi dan surat/dokumen.

Ihwal dokumen, mungkin bisa digunakan pemberitaan tentang pengakuan La Nyalla itu. Agar lebih kuat sebaiknya ada tabloid Obor Rakyat sebagai tambahan barang bukti. Jadi, La Nyalla bisa dijerat dengan hukum pidana umum dan hukum pidana khusus, terutama UU ITE.

Sekali lagi, pertanyaannya mengapa kubu Jokowi diam saja?! Apakah karena La Nyalla telah menjadi bagian dari kubu mereka sekarang? Di sinilah rasanya hukum perlu berjalan. Seperti Bambang Tri, penulis buku Jokowi Uncercover, yang diproses hukum.

Atau La Nyalla hanya menjadi alat untuk pembersihan tindakan hukum pidana umum (baca: permainan fitnah dan playing victim) yang dilakukan kubu Jokowi pada Pilpres 2014 lalu?!

La Nyalla bisa “disembelih” dengan Obor Rakyat. Jangan sampai ia menyembelih dirinya sendiri nanti!

***