Sebaiknya Menkopolhukam Menerima HMI MPO dan HMI Dipo

Dalam forum Kongres di Padang tesebut terpecahlah HMI menjadi dua, yaitu HMI yang menerima penerapan asas tunggal (HMI DIPO) dan HMI yang menolak asas tunggal (HMI MPO).

Rabu, 17 Februari 2021 | 18:21 WIB
0
510
Sebaiknya Menkopolhukam Menerima HMI MPO dan HMI Dipo
Maenkopolhukam

Saya dengar, bahwa Pejabat (Pj) Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB.HMI) Abdul Muis Amiruddin dan Sekjen PB HMI Naila Fitria menyatakan penundaan Kongres XXXI 2021 PB HMI periode 2018-2020. Katanya dikarenakan meningkatnya Covid-19. Ini adalah PB. HMI yang dulu kita kenal sebagai HMI Dipo 16, karena berkantor di Jalan Diponegoro no.16, Jakarta.

Selanjutnya, saya juga mendengar Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam – Majelis Penyelamat Organisasi ( PB HMI-MPO) Periode 2018-2020 mengadakan silaturahmi dengan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).

Dalam kunujungannya sejumlah Pengurus Besar HMI diterima langsung oleh Menkopolhukam, Moh.Mahfud MD, di Kantor Kemenkumham, Jalan Medan merdeka Barat, Senin, 21 Januari 2020.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum PB HMI menyampaikan mengenai rencana PB HMI yang akan melaksanakan Kongres HMI MPO pada 29 Februari – 05 Maret 2020 di kota Kendari, Sulawesi.

“Hari ini kita diterima langsung oleh Bapak Prof Mahfud sebagai Menko Polhukam. Kami menyampaikan kepada beliau ha-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kongres di Kendari”, kata ketua Umum PB HMI MPO, Zuhad Aji Firmantoro, di kantor Kemenkopolhukam.

Sebaiknya ketika menerima utusan HMI MPO, ada baiknya juga mengundang sekaligus HMI Dipo, sehingga di masa Presiden Joko Widodo ini, perpecahan di tubuh HMI bisa disatukan.

HMI didirikan oleh Lafran Pane pada tanggal 5 Februari 1947 di Yogyakarta, format awal gerakan HMI selain memberikan pembinaan agama Islam kepada mahasiswa dan masyarakat untuk mengantisipasi pengaruh sekulerisme Barat, juga selain itu mengerahkan milisi mahasiswa untuk berjuang secara fisik dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dalam perkembangannya perjalanan sejarah HMI hingga terbentuknya HMI-MPO telah mengalami proses pematangan konsepsi gerakan. Di tingkat internal, tujuan HMI juga telah mengalami perubahan sampai enam kali. Hal ini menunjukkan bahwa HMI MPO senantiasa menyikapi secara kritis dinamika melingkupinya dengan tetap berupaya menegaskan prinsip-prinsip vital gerakannya.

Format gerakan HMI mengalami perubahan besar sejak munculnya HMI MPO yang menjadi simbol perlawanan kelompok-kelompok kritis dalam HMI.

Lahirnya HMI MPO dari tubuh HMI telah merubah pakem gerakan HMI yang semula selalu lebih banyak akomodatif terhadap kekuasan (state) menjadi gerakan kritis yang menjadi oposisi negara.

Tambahan nama MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) di belakang HMI sebenarnya muncul saat menjelang Kongres HMI XVI yang diselenggarakan di Padang pada tanggal 24-31 Meret 1986.

Menjelang diselenggarakannya Kongres HMI XVI di Padang, Sumatera barat, tahun 1986, mulanya MPO merupakan nama sekelompok aktivis kritis HMI yang prihatin melihat HMI begitu terkooptasi oleh rezim Orde Baru.

Kelompok ini merasa perlu bergerak untuk mengantisipasi intervensi penguasa pada HMI dengan mewajibkan HMI mengubah azasnya yang semula Islam menjadi Pancasila.

Bagi aktivis MPO, perubahan azas ini merupakan simbol kemenangan penguasa terhadap gerakan mahasiswa yang akan berdampak pada termatikannya demokrasi di Indonesia.

Baca Juga: NDP, Pandangan dan Aktualisasi Keagamaan HMI terhadap Dunia, Saatnya Direvisi?

Untuk menyampaikan aspirasinya, mula-mula forum MPO ini hanya berdialog dengan PB (Pengurus Besar) HMI. Akan tetapi karena tanggapan PB yang terkesan meremehkan, maka akhirnya MPO melakukan demonstrasi di Kantor PB HMI (Jl. Diponegoro 16, Jakarta).

Demonstrasi tersebut ditanggapi PB HMI dengan mengundang kekuatan militer untuk menghalau MPO. Beberapa anggota MPO malah ditangkap oleh aparat dengan tuduhan subversif.

Akhirnya simpati dari anggota HMI mengalir dan gerakan ini menjadi semakin massif.

Akhirnya dalam forum Kongres di Padang tesebut terpecahlah HMI menjadi dua, yaitu HMI yang menerima penerapan asas tunggal (HMI DIPO) dan HMI yang menolak asas tunggal (HMI MPO).

Sejak terjadi perpecahan ini, kita tidak pernah mendengar ada upaya untuk mempersatukan HMI sehingga berhasil. Sementara kalau kita mendengar nama-nama Jusuf Kalla, tokoh HMI yang mampu mempersatukan kelompok yang bersengketa di Ambon dan Maluku, mengapa di Organisasi Kader HMI, ia tidak mampu? Juga terdapat nama-nama seperti Akbar Tandjung, dan tokoh HMI lainnya?

Diskusi tentang Tokoh HMI Achmad Tirtosudiro

Membahas sejarah HMI tidak terlepas dari sosok “Achmad Tirtosudiro”. Hal inilah yang menjadi alasan _redaksi hmipapua.info_ menggelar diskusi buku dengan judul “Mengenang 70 Tahun Acmad Tirtosudiro."

Buku tersebut ditulis oleh saya, Ahmad Zacky Siradj dan Toto Izul Fatah. Saya merupakan juga salah seorang Alumni HMI Cabang Irian Jaya (Baca Jayapura) pada era 1976-1979.

Diskusi dilaksanakan secara daring melalui zoom, peserta berasal dari para Alumni HMI Cabang Jayapura, Pengurus KAHMI Daerah di Papua dan Papua Barat, Pengurus Badko Papua-Papua Barat, HMI Cabang se Papua dan Papua Barat, dan kader HMI se Papua.

Redaksi hmipapua.info menghadirkan penulisnya sebagai narasumber yakni saya sendiri. Turut hadir juga Ketua Kahmi Provinsi Papua Achmad Idrus dalam memberikan Pengantar dan Sambutan. Selain itu Dewan Pakar KAHMI Provinsi Papua Abang Arobi A. Aituarauw, juga hadir sebagai penanggap dalam diskusi tersebut.

Ketua KAHMI dalam pengantar diskusi dan sambutannya menyampaikan terima kasih kepada penulis dan penyelenggara kegiatan diskusi serta berharap ada kelanjutan diskusi berikutnya.

“Saya menyambut baik dengan kegiatan seperti ini, kepada bang Dasman terima kasih masih tetap bersama kami walaupun jauh di Jakarta, dan juga penyelenggara kegiatan yang punya hajatan ini. Mudah-mudahan kedepan diskusi diskusi berkualitas seperti itu terus ditingkatkan”. Ucapa Abang Mato (sapaan akrab Ketua Kahmi Papua) pada 29 November 2020.

Hasil diskusi buku juga melahirkan gagasan agar sosok Ayahanda Achmad Tirtosudiro dapat diusulkan menjadi pahlawan Nasional sesuai dengan peran dan jasanya selama menjadi prajurit dan juga sebagai Alumni HMI.

Achmad Tirtosudiro dalam wikipedia disebutkan bahwa pada masa 1947 sampai dengan 1948, sempat mengikuti pendidikan di UGM jurusan hukum, tetapi tidak sampai selesai. Ia juga sempat menjadi wakil HMI. Sampai tahun 1949, ia sangat aktif dalam mengembangkan sayap HMI, tetapi pada akhirnya ia lebih memilih jalan militer.

***