Pembebasan narapidana kasus korupsi ini sangat bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi, dan kasus korupsi adalah tindakan kejahatan luar biasa yang tidak patut ditolerir.
Dengan dalih ingin menyelamatkan narapidana dari penularan wabah virus corona, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly ingin mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Revisi aturan ini tujuannya untuk membebaskan para narapidana dari rumah tahanan, hanya atas dalih agar tidak tertular virus corona.
Kalau benar terjadi direvisi PP nomor 99 Tahun 2012, maka beberapa narapidana korupsi kelas kakap, akan segera dibebaskan. Dari 22 narapidana yang dirillis Indonesian Corruption Watch (ICW), diantaranya ada Setya Novanto dan Patrialis Akbar.
Salah satu syarat yang menjadi rujukan pembebasan narapidana kasus korupsi ini, berusia diatas 60 tahun. Setya Novanto saat ini berusia 64 tahun, sementara Patrilais Akbar berusia 61 tahun. Ada juga Mantan Mentri Agama, Suryadharma Ali yang saat ini berusia 63 tahun.
Banyak pihak beranggapan pembebasan para narapidana dengan dalih menyelamatkannya dari virus corona, sangat tidak masuk akal. Tindakan ini bertentangan dengan tujuan memberi efek jera terhadap pelaku tindakan kejahatan korupsi.
Dilansir Tempo.co, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak wacana Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membebaskan narapidana korupsi lewat revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
“KPK berharap jika dilakukan revisi PP tidak memberikan kemudahan bagi para napi koruptor, mengingat dampak dan bahaya dari korupsi yang sangat merugikan negara dan masyarakat,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Kamis, 2 April 2020.
Lama tidak muncul ke publik, tiba-tiba Yasonna mengusulkan pembebasan para narapidana, yang termasuk didalamnya narapidana kasus korupsi.
Jelas usulan Yasonna ini memimbulkan pertanyaan banyak pihak, apa yang menjadi motif dibalik pembebasan para narapidana ini, selain dari untuk menghindari penularan virus corona.
Kalau anggota DPR setuju-setuju saja dengan usulan ini, ya wajar saja, karena sebagian besar narapidana yang memenuhi syarat pembebasan, adalah kader partai politik, dan bahkan banyak diantaranya mantan anggota DPR.
Pembebasan narapidana kasus korupsi ini sangat bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi, dan kasus korupsi adalah tindakan kejahatan luar biasa yang tidak patut ditolerir.
Berikut ini ada 22 nama narapidana kasus korupsi yang kemungkinan bisa dibebaskan, yang di rillis ICW, yang dilansir Tempo.co,
1. Terpidana kasus suap Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, Oce Kaligis (77 tahun)
2. Mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali (63 tahun)
3. Mantan Ketua DPR, Setya Novanto (64 tahun)
4. Mantan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar (61 tahun)
5. Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari (70 tahun)
6. Mantan Hakim Adhoc Pengadilan Tipikor, Ramlan Comel (69 tahun)
7. Mantan Menteri ESDM, Jero Wacik (70 tahun)
8. Eks pengacara Setya Novanto, Friedrich Yunadi (70 tahun)
9. Mantan Walikota Bandung, Dada Rosada (72 tahun)
10. Mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal (62 tahun)
11. Mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu (73 tahun)
12. Mantan Walikota Madiun, Bambang Irianto (69 tahun)
13. Mantan Bupati Batubara, OK Arya Zulkarnaen (63 tahun)
14. Eks Walikota Mojokerto, Masud Yunus (68 tahun)
15. Mantan Bupati Subang, Imas Aryumningsih (68 tahun)
16. Mantan Bupati Bengkulu Selatan, Dirwan Mahmud (60 tahun)
17. Mantan Walikota Pasuruan, Setiyono (64 tahun)
18. Mantan Anggota DPR, Budi Supriyanto (60 tahun)
19. Mantan Anggota DPR, Amin Santono (70 tahun)
20. Mantan Anggota DPR, Dewie Yasin Limpo (60 tahun)
21. Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro (60 tahun)
22. Terpidana kasus suap PLTU Riau-1, Johannes B. Kotjo (69 tahun)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews