Siapa Bilang Arteria Dahlan Tidak Beradab?

Debat Arteria Dahlan dan Emil Salim bukan antara kyai dan santrinya atau antara seorang anak dengan orang tua. Yang dituntut berlakunya "adab" atau sopan santun terhadap yang lebih tua.

Jumat, 11 Oktober 2019 | 12:48 WIB
0
1260
Siapa Bilang Arteria Dahlan Tidak Beradab?
Arteria Dahlan dan Emil Salim (Foto: Kumparan.com)

Dalam debat antara anggota DPR dari PDIP yaitu Arteria Dahlan dan mantan menteri orde baru, Emil Salim, yang dipandu oleh Najwa Shihab terjadi perdebatan panas dan saling tunjuk.

Arteria Dahlan berlatar belakang seorang pengacara atau hukum dan Emil Salim berlatar belakang ekonomi atau ekonom. Beda generasi ini dipertemukan dalam panggung debat Mata Najwa dengan tema atau topik terkait revisi UU KPK dan Perppu.

Dan ini debat politik, satu pihak tidak mendukung dikeluarkan Perppu dan dipihak lain mendukung dikeluarkan Perppu.

Dalam suatu debat supaya bisa berjalan lancar peran moderator sangat menentukan karena moderator tak ubahnya seorang wasit dalam pertandingan. Kalau terjadi keributan dalam debat, bisa jadi peran moderator tidak berjalan dengan baik atau maksimal.

Debat antara Arteria Dahlan dan Emil Salim bukan debat antara kyai dan santrinya atau debat antara seorang anak dengan orang tua. Yang dituntut berlakunya "adab" atau sopan santun terhadap yang lebih tua.

Dalam debat sebenernya tidak berlaku "adab" tapi mungkin yang lebih tepat "etika debat". Orang boleh beradu argumentasi, bahkan dengan suara yang keras atau disertai aksi tunjuk tangan. Yang terpenting harus tetap menjaga emosi supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau benda-benda lain melayang seperti demonya para mahasiswa.

Dalam debat tersebut banyak warga net atau nitizen yang mengecam dan menganggap Arteria Dahlan tidak punya "adab" atau sopan santun kepada yang lebih tua, apalagi dengan suara keras dan main tunjuk kepada Emil Salim.

Seolah-olah warganet atau nitizen adalah orang-orang yang paling beradab dan paling sopan. Padahal seperti kita ketahui, warganet sendiri kalau debat dalam media sosial-kata-katanya atau kalimat dalam berkomentar sangat tidak beradab. Padahal di antara mereka tidak saling kenal secara langsung, hanya kenal lewat media sosial.

Kata-kata atau kalimat: goblok, bodoh, bego, anjing, bangsat, tersesat, kafir, babi, dan kata-kata atau kalimat yang tidak pantas lainnya sangat familiar di media sosial.

Tapi anehnya mereka atau nitizen merasa lebih beradab dari Arteria Dahlan, hanya karena mengeluarkan kata "sesat" kepada Emil Salim.

Baca Juga: Yakinilah, Arteria Dahlan Itu Anggota DPR Terhormat, Bukan Bangsat

Orang bisa menilai seseorang tidak beradab, tapi jarang bercermin kepada dirinya sendiri yang sering mengeluarkan umpatan di media sosial. Bahkan dalam bentuk tulisan pun juga sering ada kata-kata atau kalimat yang bersifat umpatan. Orang-orang semacam ini apa pantas merasa lebih "beradab" dari Arteria Dahlan? Bercerminlah!

Dalam panggung debat yang dipandu oleh seorang moderator tidak mengenal tua dan muda. Tapi lebih banyak soal kompetensi ilmu dari narasumber tersebut dengan tema atau topik debat. Kalau seorang moderator mempertemukan dua narasumber yang mempunyai perbedaan keahlian di bidangnya atau tidak sesuai tema atau topik debat, maka yang salah bukan narasumbernya tetapi moderatornya.

Seperti dalam debat antara Arteria Dahlan yang berlatang belakang hukum dan Emil salim yang berlatar belakang ekonom. Yang lebih aneh, Emil Salim adalah menteri era Suharto. Dan yang dibicarakan soal Perppu terkait KPK.

Apakah Emil Salim tokoh yang bersih yang menyuarakan anti korupsi pada era Suharto?

Apakah tidak ada narasumber yang lain yang lebih kompeten dan muda dan bersih dari pandangan negatif masyarakat atau publik?

Apakah kita termasuk warga net atau nitizen yang beradab dalam berkomentar di media sosial?

Sering-seringlah bercermin!!

Beranikah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menghentikan acara "Mata Najwa" seperti KPI menghentikan acara Hotman Paris yang ribut ketika bintang tamu Nikita Mirzani dan Elsa Syarif terjadi adu mulut? Ah, rasa-rasanya KPI akan menutup mata.

Ada engkong-engkong yaitu Ridwan Saidi sekalipun usianya sudah senja tapi gaya bicaranya tidak kalah dengan yang muda, baik ucapan dalam bentuk nyinyiran atau hinaan dan celaan. Tapi tidak ada tuh yang ngritik atau orang tua yang tak tahu diri.

Apakah engkong-engkong itu juga perlu dislepet juga?

Ga tua ga muda, dalam debat bisa salah satu tersulut emosi.

***