Demokrasi Amerika Tergantung pada "Deep State"

Fukuyama menyimpulkan bahwa justru "deep state" lah pahlawan sejati rakyat Amerika karena sudah berhasil menyelamatkan pemerintahan konstitusional Amerika.

Senin, 23 Desember 2019 | 22:00 WIB
0
347
Demokrasi Amerika Tergantung pada "Deep State"
Lukisan opini Wall Street Journal (Foto: wsj.com)

Tulisan opini penulis ini menggelitik saya. Bikin saya teringat kata Pak Presiden Trump, bulan lalu pernah bilang bahwa FBI itu dia curigai sebagai Deep State-nya Amerika. Yang kemudian dikomentari banyak orang. Benar atau tidaknya, hanya Presiden Trump lah yang dapat menjawab maksud ucapannya sendiri waktu itu.

Apa maksud tulisan opini ini juga begitu? Penulisnya Prof. Fukuyama yang seorang scholar, menguraikan definisi siapa "Deep State" dan pentingnya peran deep state dalam menjalankan demokrasi dalam negara. Suka juga baca tulisan opini yang analisanya tajam dan independen ini.

Berbeda dengan kebanyakan orang yang alergi pada "deep state", profesor dari Stanford University ini punya pandangan berbeda. Ia mendukungnya, malah bilang : "Those attacking the “deep state” are really attacking the rule of law". Nah.

Di akhir tulisannya Fukuyama menyimpulkan bahwa justru "deep state" lah pahlawan sejati rakyat Amerika karena sudah berhasil menyelamatkan pemerintahan konstitusional Amerika. Kata Fukuyama: "Under such circumstances, only a deep state would preserve the possibility of continued constitutional government in the United States".

Menurut opini saya, kalimat ini agak bersayap. Karena kalau bicara pemerintahan konstitusional di Amerika maka pemerintahan yang ada saat ini juga (baca: Pemerintahan Presiden Trump) adalah pemerintahan konstitusional.

Sebagai penonton sejati, saya berharap agar fakta turunnya tingkat kesejahteraan (karena tingkat pertumbuhan ekonomi 2% setahun di Amerika saat ini) tidak serta merta membuat kualitas demokrasi rakyat Amerika menurun. Dan karenanya juga dunia tidak perlu melihat bagaimana para politisi Amerika harus "berkelahi" berebut tulang tanpa daging.

Masalahnya tetap akan ada dan perlu proses waktu untuk selesai satu per satu. Ibarat kereta api, Amerika adalah kereta yang punya gerbong amat banyak, teramat banyak dan berat, juga besar. Perlu tenaga kuat konstan pelan tapi pasti membawa Amerika berjalan maju ke tujuan yang diinginkan.

Karenanya, siapapun presiden Amerika dan parpol yang berkuasa, meski didukung kekuatan super lembaga intel yang hebat manapun, tidak akan pernah dapat menjamin negeri ini akan makmur dalam sekejap. Kalau menurut Prof Fukuyama, disinilah peran "deep state", mengkondisikan dan memastikan pemerintahan konstitusional tetap berjalan normal.

Tetapi dunia juga sudah berubah. Amerika tentu tidak perlu diajari tentang ini. Amerika pasti tahu salahnya itu dulu ada dimana. Tuhan sudah mengirim banyak orang-orang pintar berpendidikan dan berakal sehat di negeri ini. Semoga nasehat mereka didengar sebagaimana saya baca dalam banyak tulisan-tulisan opini publik di berbagai media massa Amerika.

Jadi, terimalah kenyataan ini. Sepertinya memang tidak ada tempat jurus sulap beraksi. Bahwa Amerika saat ini memang sedang bekerja keras menaikkan tingkat pertumbuhan ekonominya dan menurunkan tingkat pengangguran sudah sesuatu fakta yang luar biasa. Lepas dari gonjang-ganjing politik, harus diakui, sesedikit apapun, bagaimanapun, hasil kerja Presiden Trump sudah terlihat di bidang ekonomi.

Kembali ke tulisan Profesor Fukuyama, menurut saya, adalah sangat menyedihkan kalau demokrasi Amerika harus bergantung pada sebuah institusi yang bernama "Deep State". Adoh.... Semoga Indonesia tidak punya kesimpulan begini juga di masa yang akan datang.

Inikah Amerika yang disebut "guru" demokrasi dan HAM dunia itu? Masa, demokrasi sebuah negara besar bernama Amerika bergantung pada kekuasaan "Deep State". Apa kata dunia?

Menurut saya, harusnya demokrasi di Amerika harus bergantung pada seluruh rakyat Amerika sendiri. Apa rakyat Amerika saat ini sudah tak peduli dan / atau tak berdaya sama sekali atas situasi politiknya? Tentu tidak. Justru rakyat Amerika itu dikagumi karena sudah dewasa dalam berpolitik. Kebebasan berpendapat dan berekspresi dijamin penuh di Amandemen Kedua. Apalagi kebebasan beraspirasi politik.

Mereka sadar betul, partai politik itu cuma kendaraan untuk mencapai tujuan. Dan rakyat sudah sadar, politisi-politisi mereka yang makin lama makin "ganas trengginas" itu seperti apa kualitasnya. Paling tidak, pengalaman pahit selama 20 tahun terakhir pasti sudah membuka rakyat Amerika. Tidak mungkin rakyat tidak belajar tentang bagaimana negeri mereka berjalan mundur secara ekonomi.

Memang, partai politik itu bukan bumbu penyedap masakan. Tetapi sepertinya pelengkap penderita juga. Yang penting memang bukan parpol, tapi konsistensi program yang jelas wakil rakyat demi menyejahterakan rakyat. Kurang lebih seperti Indonesia juga, bukan?

Jadi, tulisan pak Profesor Fukuyama ini benar-benar menggelitik cerdas. Setelah membaca tulisannya, membuat orang seperti saya juga bertanya: Sebenarnya, sedang ada apa sih di Amerika saat ini? Sehingga beliau harus menulis kekuatan demokrasi negara Amerika Serikat harus bergantung "deep state" sebagai judul tulisan ini.

Kepikiran juga, apa artinya suatu saat nanti harus ada mata kuliah "Deep State"? Sebuah pengakuan terhadap "Deep State", sebagai suatu institusi sah dalam perangkat negara. Legalnya lembaga "negara dalam negara" tak resmi, yang di bangku kampus mata kuliahnya dinilai 4 kredit, untuk menyesaikan sarjana ilmu administrasi negara dan sarjana ilmu politik?

Asik juga kalau sampai kejadian. Heran juga saya akan kekaguman Pak Fukuyama pada kekuatan deep state yang dashyat itu di Amerika. Kalau di China, mungkin juga ada deep state, tapi demokrasinya mati. Sosialis murni. Jadi memang studi deep state ini harus komprehensif. Beda negara, beda gaya. Tak tahu kalau di Indonesia. Mau saya cari juga infonya. Kalau pulang liburan lagi tentunya.

***