Pada 1 September 1939, Jerman melakukan serangan ke wilayah Polandia, yang merupakan awal dari meletusnya Perang Dunia II. Dan Jerman, yang saat itu dipimpin oleh Adolf Hitler beralasan bahwa penyerangan itu terjadi karena Polandia lebih dahulu meng-invasi Jerman, sehari sebelumnya. Tetapi, tahukah kita fakta sebenarnya dibalik serangan Jerman kepada Polandia saat itu? Asal mulanya adalah berita Hoaks!
Seorang Jenderal SS Jerman, Alfred Naujocks alias Hans Muller, memimpin 6 orang perwira nya untuk melakukan penyamaran sebagai pasukan pemberontak Polandia. Mereka menculik seorang Petani bernama Franciszek Honiok, menyiksanya, dan membawanya ke stasiun radio Jerman yang berbatasan langsung dengan Polandia, tepatnya di daerah Gliwice.
Dari stasiun radio itu, Naujocks dan rekan-rekannya yang menyamar mengumumkan bahwa tentara Polandia telah menguasai stasiun radio tersebut, dan berencana akan menginvasi daerah Jerman sebagai target berikutnya. Mendengar berita tersebut, Hitler pun murka dan memerintahkan pasukan "Nazi" nya untuk segera menyerang Polandia. Perang tidak terhindarkan, dan perang Jerman-Polandia menjadi awal dari perang dunia kedua di Eropa saat itu.
Pihak Muslim di Mesir pun pernah merasakan dampak Hoax yang mendera mereka. Pemicu utamanya adalah Israel. Kala itu, Israel merasa khawatir dengan kemesraan yang dibangun pemerintah Mesir dibawah Gamal Abdul Nasser, dengan Amerika Serikat dan Inggris. Apalagi saat itu, Gamal Abdul Nasser begitu dekat dengan Ratu Elizabeth II dan mengajaknya terlibat dalam operasi gabungan pengamanan, terusan paling sibuk di dunia, yakni terusan Suez.
Israel khawatir, hubungan Mesir-AS-Inggris nantinya akan menyingkirkan Israel sebagai sekutu utama mereka di kawasan Arab. Melihat hal tersebut, Israel mengambil tindakan licik, dengan meledakkan bom dibeberapa target AS dan Inggris di Mesir. Setelahnya, Israel menyebarkan Hoax dengan menyatakan bahwa peledakan bom itu dilakukan oleh kelompok muslim Mesir, yang tidak bahagia melihat hubungan kerjasama pemerintah Mesir dengan AS beserta Inggris.
Hubungan yang susah payah dibangun Gamal Abdul Nasser dengan AS dan Inggris pun seketika tegang dan renggang. Jelas saja, karena AS dan Inggris tidak terima dan percaya bahwa yang melakukan tindakan pengeboman itu adalah ulah muslim Mesir.
Dan bukan hanya dua fakta di atas, Hoax memang begitu dahsyat untuk menciptakan perselisihan berujung peperangan dan perpecahan, baik dalam sebuah kelompok hingga antar negara. Dan pada kenyataannya, hoax seakan tidak bisa hilang dari kehidupan kita, karena dianggap sebagai 'senjata' paling ampuh dan jalan terakhir, untuk memuluskan sebuah misi yang ingin dicapai, meski para penyebarnya paham bahwa itu adalah tindakan yang melanggar hukum dan berdampak memecah belah.
Bisakah kita Merdeka dari Hoax?
Kita mungkin sudah paham definisi dari Hoax, yakni berita bohong yang dengan sengaja disebarkan oleh oknum tertentu, untuk memuluskan kepentingan pribadi maupun kelompok. Tidak perduli apa dampak dari berita bohong yang disebarkan, asal tujuan awalnya, apakah itu urusan politik, maupun kepentingan ekonomi, bisa terwujud.
Penyebarannya pun beragam, dari mulut ke mulut, pesan berantai, maupun media sosial. Tidak susah menemukan berita hoax yang beredar ditengah masyarakat saat ini, apalagi gempuran teknologi yang tidak dibarengi dengan kualitas SDM penggunanya, serta minat baca dan gali informasi yang minim. Hoax begitu merajalela, hingga kerap menyulut perselisihan ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
Bukan hanya dalam urusan politik dan ekonomi, hoax juga kerap kali menimpa para pesohor dunia, seperti Artis. Bahkan beberapa Artis rela menyebarkan berita hoax, demi menaikkan popularitas yang kian hari kian menurun. Dan parahnya, masyarakat Indonesia masih banyak yang menerima berita bohong tersebut dan menganggapnya adalah fakta.
Dalam beberapa tahun terakhir, perpecahan hampir saja terjadi ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia, dikarenakan berita hoax yang beredar terkait isu politik bangsa ini.
Hanya demi kepentingan kelompok tertentu yang ingin berkuasa, mereka tega menyebar hoax, menciptakan "chaos" ditengah-tengah masyarakat kita, agar lebih mudah mencari kambing hitam dari permasalahan yang timbul, dan jalan menuju kekuasaan lebih mudah.
Dan minimnya minat baca masyarakat Indonesia guna mencari informasi faktual tentang sebuah berita yang diterima, menyebabkan konsumsi hoax terus saja terjadi. Media sosial menjadi sarana paling sering digunakan para penyebar berita bohong tersebut, untuk memuluskan aksinya.
Beruntung, pihak Kepolisian Indonesia mampu bergerak cepat meringkus beberapa penyebar hoax yang selama ini meresahkan masyarakat. Yang hampir saja menimbulkan perpecahan ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Tentu masih segar diingatan, bagaimana Polisi berhasil mengungkap komplotan penyebar hoax seperti Saracen, Portal Piyungan, Majalah Obor Rakyat, serta perseorangan. Tujuan mereka sama, menyebar berita bohong, agar masyarakat membenci pihak tertentu yang dianggap lawan.
Masyarakat kita hampir saja terpecah, hoax SARA yang digaungkan oknum yang tidak bertanggungjawab, hampir saja berhasil memicu perang saudara di Indonesia. Beruntung, kita punya Pancasila sebagai dasar negara yang kokoh, sebagai tolak ukur bangsa Indonesia, kenapa kita harus tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, ditengah gempuran hoax yang tiada henti, hingga akhirnya kita melewati panasnya suhu politik bangsa ini dalam keadaan baik-baik saja.
Tetapi, kita tidak boleh terlena dengan keberhasilan kita melewati hadangan hoax yang begitu besar menjelang Pemilu yang sudah usai, karena hoax tidak akan pernah mati, dan penyebarnya tidak akan pernah berhenti sebelum tujuan mereka tercapai. Kita harus tetap waspada, dan lebih berani lagi menyuarakan kebenaran dan menyingkirkan hoax dari kehidupan kita.
Dan tepat pada bulan ini, bulan yang begitu bersejarah dan membanggakan bagi seluruh bangsa Indonesia, yakni bulan Agustus sebagai bulan peringatan Merdeka nya bangsa kita dari penjajahan, semangat memberantas hoax harus terus kita dengungkan. Semangat kemerdekaan harus terus hidup guna bisa memerdekakan bangsa kita dari hoax yang kian hari kian merajalela.
Jika pada saat merebut kemerdekaan, para pejuang berikrar bahwa tidak ada lagi penjajahan di bumi Indonesia, maka saat ini, kita harus berikrar bahwa tidak ada tempat bagi hoax ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia harus bersatu padu, mengawal pemerintahan yang bersih, adil dan makmur, demi Indonesia yang maju.
Masyarakat juga harus turut serta memberangus hoax yang bisa menghambat kemajuan bangsa, setidaknya pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, sehingga kita memiliki pondasi yang kuat sebagai suatu bangsa, dimana hoax tidak akan ada atau tidak mampu lagi untuk menggoyahkan cita-cita bangsa ini menjadi bangsa yang maju di segala lini.
Dan dengan ujian-ujian ini, untuk tiap periode pemerintahan berikutnya, kita tidak lagi dengan mudah terpengaruh berita hoax, tidak mudah terprovokasi oleh berita yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Dan masyarakat Indonesia benar-benar menjadi masyarakat yang merdeka dalam segala aspek kehidupan, termasuk merdeka dari Hoax.
'Kita memiliki Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia, Agama sebagai Identitas diri, dan Budaya sebagai jati diri bangsa, yang siap menjadi benteng utama dalam memerangi Hoax yang mengancam keutuhan NKRI. Dan dengan semangat kemerdekaan Indonesia, dan dihari kemerdekaan bangsa Indonesia yang ke-74 tahun ini, hendaklah semangat itu terus kita jaga, demi terwujudnya kesejahteraan, pemerataan pembangunan, dan kemajuan bangsa Indonesia.
Merdeka!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews