"Efek Zelensky", Cak Lontong Bisa Jadi Presiden RI Mendatang

Zelensky, pelawak yang jadi politikus dan sebentar lagi dilantik sebagai presiden, sangat berkebalikan dengan politikus Indonesia, mengapa?

Rabu, 3 April 2019 | 08:49 WIB
2
988
"Efek Zelensky", Cak Lontong Bisa Jadi Presiden RI Mendatang
Volodymyr Zelensky (Foto: Washington Post)

Membaca Foreign Policy berjudul "Comedian Will Soon the World" tiba-tiba terbayang wajah Cak Lontong, komedian Indonesia dengan kecerdasan humor di atas rata-rata. Media ini menulis, komedian Ukraina Volodymyr Zelensky yang membintangi sebuah acara televisi nasional kemungkinan akan menjadi presiden. Sky News memberitakan pula, Zelensky merajai jajak pendapat di negerinya, mengatasi petahana Presiden Petro Poroshenko dan Yulia Tymoshenko yang sudah dua kali menjadi Perdana Menteri.

Saat Pilpres putaran pertama Minggu (31/3/2019), Exit polls menunjukkan, Zelenskiy yang lahir di Krivoy Rog meraih lebih dari 30% suara, jauh mengungguli Poroshenko dengan 17% suara dan kandidat lainnya seperti Tymoshenko di urutan ketiga. Uniknya, Zelensky yang kini berusia 41 tahun itu sering tampil sebagai presiden dalam acara satire televisi berjudul Servant of the People (Hamba Rakyat). Memang masih ada pemilu putaran berikutnya, tetapi popularitas dan elektabilitas pelawak ini tidak sudah berbendung lagi.

Zelenskiy merupakan putra dari seorang profesor fibernetika dan lulus dari Fakultas Hukum Institut Ekonomi, Universitas Ekonomi Nasional Kiev. Uniknya lagi, Zelenskiy tak pernah menggeluti pekerjaan yang sesuai dengan jurusannya tersebut. Ia lebih memilih berkarir sebagai bintang televisi dengan program unggulan "Hamba Rakyat" itu tadi. Dalam acara satir tersebut, Zelensky kerap menunjukkan kegeramannya terhadap korupsi di tubuh pemerintah pemerintah yang makin merajalela.

Tahukah Anda partai mana yang mengusung Zelensky maju sebagai kanidat presiden? Ya dari Partai Hamba Rakyat, partai yang didirikannya sesuai dengan program acara televisi yang dibesutnya itu. Unik, kan?

Apakah di dunia ini hanya pelawak macam Zelensky saja yang sukses menuju tangga kepresidenan atau setidak-tidaknya menjadi politikus nasional? Tidak,  Zelensky tidak sendirian.

Kini semakin banyak -kalau tidak mau dikatakan semakin menjamur- komedian alias pelawak profesional di seluruh dunia yang beralih menjadi politikus, beberapa di antaranya berhasil mencapai jabatan tinggi. Sebutlah Marjan Sarec, seorang satiris yang terpilih menjadi perdana menteri Slovenia pada Agustus 2018 lalu. Lalu Jimmy Morales, yang sebelumnya adalah aktor komik (stand up comedian), sukses menjadi presiden Guatemala.

Kalaupun tidak menjadi presiden atau perdana menteri, setidak-tidaknya politikus papan atas di negerinya masing-masing. Di jajaran ini ada nama Jon Gnarr, seorang pelawak standup Islandia yang sukses menjadi walikota Reykjavik hingga 2014. Juga ada Beppe Grillo, seorang komedian Italia, yang membidani lahirnya Gerakan Bintang Lima, yang sekarang menjadi bagian dari koalisi pemerintah yang berkuasa di Italia.

Artinya, demikian Forein Policy menulis, jangan berpikir Zelensky bakal menjadi komedian terakhir yang beralih dari mik standup ke podium politik. Masih ada para komedian lainnya yang mengantri di belakang, yang kelak bakal menguasai dunia, sesuai judul artikel yang ditulisnya.

Nah, paparan Foreign Policy berikutnya agak serius, sebab mempertanyakan mengapa seorang pelawak bisa terjerumus menjadi seorang politikus untuk kemudian menjadi presiden, juga mengapa seorang komedian sukses berada dalam mode politik populis saat ini.

Pertama, mereka cenderung, para pelawak seperti Zelensky, menolak nilai-nilai dan otoritas dari kekuasaan yang ada —bentuk apa pun yang mungkin diambil. Platform kampanye Morales yang sukses dibangun, misalnya, mengusung slogan Ni corrupto, ni ladrón — tidak korup atau pencuri. Tagline ini langsung menusuk jantung pemerintahan Guatemala yang memang rawan korupsi.

Kedua, di Ukraina, Hamba Rakyat mengumpulkan banyak pengikut karena mengolok-olok pemerintah dan politisi, dan, seperti karakternya, Zelensky mengatakan fokusnya adalah untuk mengatasi korupsi tersebut. Pelawak lain, Sarec, juga populer karena sandiwara antikemapanan yang efektif, melalui peniruan dan ejekan para pemimpin sebelumnya.

"Pada saat hanya separuh orang di dunia yang mempercayai pemerintah atau media mereka, menurut Edelman Trust Barometer terbaru, tentu saja ada kekosongan yang harus diisi oleh para elit anti-elit," demikian Tej Parikh menulis untuk Foreign Policy.

Komedian juga memiliki keunggulan psikologis dalam menarik bagi publik, lanjutnya, sebab humor biasanya merupakan sinyal sosial positif; seolah-olah mereka yang membuat dirinya merasa baik. Dan pada saat perubahan global, ekonomi, dan teknologi mendorong pergolakan serta ketidakpastian, dapat dipahami bahwa pemilih akan cenderung bersandar pada kepemimpinan dasar perasaan baik yang melibatkan tidak hanya humor, tetapi juga janji-janji yang jelas tidak realistis.

Di Islandia, pendekatan yang jujur, anekdot, dan ringan terhadap pidato-pidato politik membuat Gnarr menjadi populer setelah krisis keuangan 2008. Anggota partainya yang antara lain diisi punk rocker, berkampanye menggunakan handuk gratis di semua kolam renang dan beruang kutub untuk kebun binatang ibukota.

Hayk Marutyan, seorang komedian Armenia yang terkenal, juga memimpin kampanye yang optimis dan ramah untuk menjadi walikota ibukota Armenia, Yerevan, pada bulan September 2018 lalu. Platform kampanye awalnya sederhana, termasuk janji standar rawa pada perbaikan infrastruktur dan panggilan untuk merancang pertunjukan cahaya 4D di sekitar benteng kuno di kota.

"Tapi ini bukan hanya tentang kesukaan komedian. Satir juga merupakan alat komunikasi yang cerdas. Kadang-kadang, tidak ada lagi pesan yang efektif selain pesan yang lucu, dan lelucon tidak hanya menghasilkan tawa, tetapi juga strategi defleksi yang efektif," tulis Parikh. "Ini menjadi semakin nyata dengan munculnya media sosial, yang memperkuat daya tarik humor melalui GIF dan meme".

Kembali ke Cak Lontong yang bernama asli Lies Hartono, seorang insinyur yang lahir di Magetan, 7 Oktober 1970, ia pelawak dengan kecerdasan humor di atas rata-rata, komedian dengan lawakan yang lucu, kekinian dan mengena tanpa menjelek-jelekkan dan merendahkan pihak lain. Lawakannya yang sederhana disampaikan dengan bahasa baku terstruktur, namun mengandung logika absurd yang menantang pendengar untuk berpikir.

Ya, di Indonesia ini ajakan untuk berpikir dilakukan oleh seorang komedian seperti Cak Lontong, bukan oleh seorang "filsuf" beken di televisi. Kebalikannya dengan Cak Lontong yang ahli silogisme dan kadang suka menyelipkan peribahasa ciptaannya ini yang mengajak penontonnya berpikir, "filsuf" yang satu ini malah memaksa penontonnya untuk tertawa tanpa perlu berpikir. 

Dalam konteks lebih luas, orang seperti Zelensky di Ukraina, pelawak yang jadi politikus dan sebentar lagi dilantik sebagai presiden, sangat berkebalikan dengan para politikus Indonesia, baik yang masih menjadi Caleg mapun yang sudah menjadi anggota DPR. Tahu alasannya kenapa, sebab kebanyakan politikus ini malah seringnya berubah menjadi pelawak.

***