Strategi "Sandbagging" Kyai Ma'ruf Amin

Senin, 18 Maret 2019 | 20:51 WIB
0
1670
Strategi "Sandbagging" Kyai Ma'ruf Amin
Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno (Foto: Kompas.com)

Setelah menyaksikan balap F1 di Australia melalui TV pada Minggu siang, saya marah-marah. Sebagai penggemar fanatik Ferrari sejak zaman Mbah Schumi, saya kesal karena Mercedes meraih posisi 1-2, dengan Valtteri Bottas sebagai pemenang. Sedangkan Ferrari hanya mampu menempatkan Sebastian Vettel di posisi keempat dan Charles Leclerc di posisi kelima. Ferrari bahkan kalah dari satu mobil Red Bull-Honda yang dikendarai Max Verstappen.

Semula banyak pengamat F1 yang memprediksi bahwa Ferrari akan kuat pada musim ini. Sesi ujicoba pramusim menempatkan Ferrari sebagai tim tercepat, dan Mercedes seakan angin-anginan sampai hari terakhir ujicoba. Tahun lalu, Vettel memenangi balapan pembuka musim di Australia.

Namun, selama akhir pekan ini, Ferrari tampak terseok-seok dan Mercedes tiba-tiba menjadi kuat. Mercedes mendominasi seluruh sesi balapan mulai dari latihan bebas, kualifikasi, dan balapan utama.

Apa yang dilakukan oleh Mercedes dikenal sebagai sandbagging.

Sandbagging adalah sebuah strategi di mana sebuah tim dengan sengaja menyembunyikan performa aslinya. Dia melaju lebih lambat dari yang seharusnya dia bisa. Baru kemudian pada sesi di mana kecepatan itu dibutuhkan, yaitu pada balapan resmi, ditunjukkan aslinya bagaimana.

Sandbagging dalam beberapa balapan dapat memberikan keuntungan tertentu. Misalnya pada balapan reli, apabila sepasang kru balap reli (pembalap dan navigator) sengaja memperlambat lajunya, dia akan memulai balap reli di belakang mobil lain, dan tidak perlu ‘membersihkan’ jalanan.

Namun, dalam konteks balap F1, sandbagging dapat dilakukan sebagai ‘perang psikologis’ pada lawan. Mercedes, dengan melakukan sandbagging, berhasil memukul Ferrari yang sudah merasa di atas angin dari hasil ujicoba.  

Malamnya, saat saya menyaksikan penampilan Prof. Dr (HC). KH Maruf Amin dalam debat cawapres tadi malam, saya tiba-tiba teringat istilah sandbagging ini.

Saya kaget menyaksikan Kyai Maruf Amin (KMA) dengan lancar menyampaikan berbagai program kerja dan pengetahuan beliau dalam topik debat semalam. KMA berhasil memukau penonton, dengan percaya diri menyampaikan pada anak muda agar tidak bersedih dan takut karena negara bersama mereka, dan juga menjelaskan problem stunting dan penyelesaiannya, yang menurut penilaian saya sudah sesuai dengan apa yang saya pelajari di kedokteran. 

Padahal, sebelumnya banyak yang memprediksi KMA akan ‘kalah debat’. Melihat performa KMA pada debat pertama, di mana KMA tampak tidak banyak bicara. Ketika berbicara pun, KMA terlihat kaku dan grogi. Performa KMA dalam debat pertama menunjukkan bahwa beliau sangat tidak menguasai panggung debat. 

Gara-gara paginya saya nonton F1, saya menemukan kemungkinan terunik untuk menjelaskan performa KMA semalam. Entah ini inisiatif KMA atau Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin, KMA melakukan sandbagging dalam debat pertama. KMA sengaja menunjukkan pada debat pertama bahwa beliau tidak bisa berdebat, tidak paham persoalan.

Apa keuntungan yang didapat KMA?

KMA berhasil memainkan ‘perang psikologis’. Sandiaga Uno dalam debat tadi malam, menggunakan gaya klasiknya dengan membawa-bawa nama orang, baru kemudian mengaitkan ke OK-OCE. Beberapa kali Sandi memiliki poin, misal dalam komitmen untuk menyelesaikan masalah BPJS meskipun tidak ada rencana konkretnya. Namun, Sandi banyak melakukan kesalahan.

Sandi tidak memahami permasalahan stunting sebaik KMA. Sandi bahkan sempat ‘tidak nyambung’ karena ketika KMA menanyakan instrumen untuk memantau dana pendidikan yang ditransfer ke daerah, malah menjelaskan wacana penghapusan UN (meskipun saya setuju dengan wacana ini). KMA terpaksa mengulang pertanyaannya dan menjelaskan programnya, persis seperti Djarot dalam debat Pilgub DKI 2017 silam.

Terlihat Sandi kurang persiapan tadi malam. Ini membuktikan bahwa sandbagging KMA membuat Sandi dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi seakan menggampangkan KMA, dan dibantai langsung karenanya. Ibarat Ferrari yang mati kutu dibantai Mercedes pada balap F1 Australia. 

Strategi sandbagging KMA juga manjur untuk meraih simpati masyarakat. KMA berhasil membalikkan pandangan masyarakat bahkan pengamat politik yang menyatakan bahwa Sandi akan lebih menguasai panggung debat. Dengan penampilan KMA yang memukau, KMA berhasil membuktikan pada masyarakat bahwa beliau bukan sekadar kyai.

Beliau bukan sekadar ‘ban serep’ Jokowi. KMA menunjukkan bahwa beliau seorang pemimpin yang visioner, dan siap bekerjasama dengan Jokowi untuk mewujudkan Indonesia Maju.

Oh iya, KMA dalam pernyataan penutupnya menyelipkan pesan penting yang hampir tidak pernah dibahas oleh lawannya: mari kita perangi hoaks!

***