Prabowo Buktikan Diri Masih Butuh Amerika di Pilpres

Kamis, 17 Januari 2019 | 20:14 WIB
0
434
Prabowo Buktikan Diri Masih Butuh Amerika di Pilpres
Rob Allyn juga pernah berkiprah saat mendukung George Bush di Amerika Serikat, terkenal dengan keahlian menerapkan jurus politik pecah belah - Foto: redaksiindonesia.com

Ada nama yang masih menjadi tanda tanya sekaligus jadi sorotan publik, tak lama setelah Prabowo Subianto tampil berpidato di JCC Senayan, Senin (14/1/2019). Sosok itu adalah Rob Allyn, yang sejak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu pun telah menjadi buah bibir.

Maklum, sosok Allyn kian terkenal sebagai figur yang identik dengan sosok Prabowo. Saat ia berpasangan dengan Hatta Rajasa, Allyn sudah menjual jasa kepada pasangan itu. 

Ciri khas pergerakan yang dilakukan di Pilpres lalu telah menjadi rahasia umum. Kubu Prabowo gencar melancarkan serangan demi serangan terhadap sosok Joko Widodo, dari tuduhan sebagai orang Partai Komunis Indonesia (PKI), sampai dengan isu-isu terbilang "receh" seperti menyangsikan siapa ibu kandungnya.

Tak hanya itu, Allyn juga sangat mewarnai karakteristik "branding" alias pencitraan Prabowo hingga bagaimana merespons pelaksanaan Pilpres hingga pasca-Pilpres. 

Masih ingat bagaimana ketika kubu Prabowo menggaungkan isu kecurangan terjadi di Pilpres lalu dan mengaku memiliki bukti puluhan truk? Nah, ini juga tidak lepas dari sudut pandang Allyn sebagai konsultan.

Apalagi ada banyak laporan bagaimana Allyn bersikukuh bahwa tidak ada yang bisa dipercaya dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Maka itu setelah pengumuman hasil Pilpres lalu, gaung ketidakpercayaan terhadap KPU hingga berujung ke Mahkamah Konstitusi menggema dengan kerasnya.

Gema itu terus dijaga, dengan gaung yang terus dipertahankan, hingga keriuhan sejak usai Pilpres lalu masih berlanjut hingga saat ini. Bedanya, tudingan-tudingan miring terhadap KPU hari ini sudah dilancarkan sejak sebelum Pilpres berlangsung.

Kesamaan irama antara yang terpampang hari ini dengan yang sudah terjadi empat tahun lalu, ditengarai karena memang sosok yang berada di belakang Prabowo adalah Allyn.

Apalagi keahliannya sebagai "spin doctor" atau pakarnya urusan memelintir data dan fakta, menjadi sesuatu yang sangat penting bagi Prabowo. Pasalnya dengan keahliannya itu juga ia bisa mengacak-acak citra lawan. Ia pun tidak segan-segan melakukan kampanye hitam hanya untuk dapat menghancurkan lawan.

Lembaga Survei Indonesia (LSI) pun pernah membeberkan siapa sebenarnya sosok Allyn yang masih berada di belakang Prabowo, melalui catatan yang pernah ditayangkan di situs Indonesia-2014.

Dilaporkan, Allyn sudah menjalankan kiprahnya dengan pengaruh besar sejak merancang kampanye George Bush dalam kontestasi menuju Gubernur Texas. Tak terkecuali dalam perjalanan Bush mengincar kursi kepresidenan Amerika Serikat, ia juga turut berperan penting. 

Namun, menurut catatan LSI, pengaruh Allyn paling besar justru saat jadi konsultan politik Vincente Fox tak lama setelah Bush menang dan duduk di kursi kepresidenan.

Sepak terjang Allyn memang tidak dapat dibilang sederhana. Latar belakangnya sebagai pakar di bidang public relations sampai dengan periklanan dengan jam terbang tidak kurang dari 25 tahun, membuatnya sangat terasah dalam kemampuan memengaruhi publik. Ia mampu menjungkirbalikkan pandangan banyak orang terhadap sesuatu dengan kemampuannya menciptakan citra, baik atau buruk terhadap sesuatu.

Ia pun dapat dikatakan sebagai konsultan yang siap melakukan segala cara demi memenangkan seorang kandidat yang menggunakan jasanya. Tidak heran jika sepanjang ia turun tangan di kancah politik Tanah Air, ciri khasnya sangat kental terlihat. 

Lihat saja bagaimana permainan fitnah hingga pemelintiran terjadi secara masif. Belum selesai sebuah kebohongan tersengaja, sudah muncul kebohongan lain. Tidak apa-apa kebohongan itu diketahui publik, sebab ia meyakini bahwa ketika militansi sudah tumbuh, maka kebohongan itu sendiri takkan lagi terlihat sebagai kebohongan.

Jika biasanya sebuah kebohongan dianggap sebagai sebuah dosa, atau sebagai keburukan, di tangannya hal itu bisa berubah terlihat sebagai hal biasa, dan bukan masalah. Jangan heran jika dengan kelihaiannya itu, figur-figur yang terkenal sebagai pemuka agama pun bisa "menghalalkan" fitnah dan kebohongan tanpa merasa terbeban.

Ini juga disinggung dalam artikel yang tayang 13 Juli 2014 di situs Indonesia-2014. Juga menunjukkan bagaimana konsep "Revolusi Mental" yang diusung Jokowi justru bisa di-branding oleh Allyn sebagai gagasan komunis. Untuk menguatkan itu, ia juga melakukan berbagai langkah seperti mengedarkan bukti-bukti berupa foto, akta kelahiran, hingga surat nikah palsu, yang sebenarnya memang direkayasa untuk menguatkan citra buruk dilemparkannya.

Citra Allyn yang siap melakukan segalanya untuk bisa memenangkan pihak yang menggunakan jasanya juga pernah jadi sorotan penulis buku "Indonesia Etc: Exploring the Improbable Nation", Elizabeth Pisani. Sosok yang juga pernah menjadi jurnalis Reuters tersebut membeberkan sepak terjang Allyn.

Dalam artikel yang pernah ditayangkan New York Times, Pisani sempat mengungkapkan bahwa Allyn adalah seorang Republikan. Ia juga menyorot bahwa pada tahun 2000, Allyn pun pernah berperan aktif dalam upaya menjatuhkan citra John McCain.

Dalam artikel itu berjudul "Indonesia's Democracy Test" Pisani menjabarkan, "Mr. Prabowo hired the American campaign consultant Rob Allyn, a Texas Republican who in 2000 worked on a campaign that discredited John McCain as a primary candidate," tulisnya.

Pisani juga menggarisbawahi bagaimana permainan Allyn dalam menjatuhkan nama Jokowi. "Soon afterward, he supplemented his campaign trail theatrics with a smear that miscast Mr. Joko, a Javanese Muslim, as an ethnic Chinese Christian," yang menegaskan bagaimana Allyn menjungkirbalikkan fakta bahwa Jokowi sebagai seorang Jawa Muslim dipelintir sebagai Cina Kristen--untuk menciptakan kesan minoritas ganda.

"That tactic clearly played a role in reducing Mr. Joko’s early polling lead to a gossamer-thin margin by the day of the election. But that margin should be enough to redeem Indonesia’s democracy," tulis Pisani lebih jauh. Bahwa permainan Allyn seperti itu mampu membuat selisih antara hasil didapatkan Jokowi dengan Prabowo tak lagi terpaut jauh, sebagai bukti hasil propaganda konsultan tersebut.

Soal ini juga pernah diakui oleh Allyn sendiri. Menurutnya, kinerjanya untuk pasangan Prabowo-Hatta memang membuahkan hasil sehingga Prabowo-Hatta di Pilpres lalu tidak ketinggalan jauh dibandingkan Jokowi-JK, dan itu didapatkan hanya dengan kegiatan yang berlangsung dua bulan terakhir masa kampanye.

Di sisi lain, hal ini juga yang dikritik oleh Elizabeth Pisani. Bagaimana bisa, seorang Prabowo yang kencang berteriak-teriak akan menegakkan kedaulatan Indonesia, justru ia sendiri menggunakan jasa asing untuk menghantam "lawan politik" yang tak lain adalah saudara sebangsanya sendiri. 

Menurut Pisani, ada hal aneh dalam sikap Prabowo dalam menghadapi kontestasi Pilpres sejak 2014 lalu. "While railing against the disproportionate power of American corporations, Mr. Prabowo hired the American campaign consultant Rob Allyn," gugatnya. Menegaskan, semestinya sesumbar Prabowo melawan arogansi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia, diikuti juga dengan konsistensi tidak menggunakan jasa konsultan negara itu. 

Namun yang terjadi, Prabowo hanya sekadar berteriak kencang di podium di mana hanya dia yang bisa berbicara, dan yang lain hanya mendengar. Ia meneriakkan kalimat-kalimat yang sekilas terasa "wah", namun dalam urusan konsultan politik saja, ia menunjukkan kebutuhan sangat besar terhadap Amerika. 

Apakah pemimpin seperti ini yang ingin Anda percaya? Itu hak Anda, namun terpenting, kenali sebaik-baiknya kepada siapa negara sebesar Indonesia ini mau dipercaya.

***