Seperti Siluman, Saat Tertangkap Kubu Pelempar Hoax Tak Mau Mengakuinya

Sabtu, 12 Januari 2019 | 12:03 WIB
0
3503
Seperti Siluman, Saat Tertangkap Kubu Pelempar Hoax Tak Mau Mengakuinya
Ilustrasi Hoax 7 Kontainer Surat Suara Tercoblos/ sumber:Liputan6.com

Terjadi lagi. Modusnya hampir sama dengan apa yang terjadi pada Pilpres 2014 lalu.

Saat itu, kita semua tak mungkin bisa melupakan kemunculan Tabloid Obor Rakyat. Tabloid ini isinya hujatan-hujatan terhadap Joko Widodo (Jokowi), yang kebetulan diusung untuk mengikuti kontestasi Pilpres 2014, melawan Prabowo Subianto. 

Intinya, Tabloid Obor Rakyat diterbitkan sebagai kampanye hitam (black campaign) yang diharapkan bisa menggerus elektabilitas Jokowi. Penyebaran tabloid tersebut ke pesantren-pesantren yang menjadi lumbung suara Jokowi-JK.

Selaku Pemimpin Redaksi tabloid Obor Rakyat, Setiyardi Budiono menyatakan, pihaknya hanya berusaha mengkritik pasangan calon presiden Jokowi-Jusuf Kalla.

Selain itu, Setyardi juga menekankan bahwa tabloid Obor Rakyat, bukan diterbitkan untuk mendukung Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Namun, kenyataanya tidak seperti apa yang dikatakan Setiyardi. Belakangan terkuak adanya hubungan antara penerbitan Obor Rakyat dengan Tim Sukses Prabowo-Hatta.

Hal ini diutarakan Ketua Umum Partai Persatuan Pembanganan (PPP) Romahurmuziy dan La Nyala Mattalitti, yang di Pilpres 2014 lalu mereka memang berada di barisan Prabowo-Hatta.

Nah, kejadian serupa juga muncul setelah pasangan capres dan cawapres terbentuk. Ratna Sarumapet (RS) yang merupakan bagian dari Timses Prabowo-Sandi mengatakan bahwa dirinya dianiaya sekelompok orang di Bandung. 

Berita penganiayaan itu menjadi viral, karena elite pendukung Prabowo-Sandi, di antaranya Fadli Zon, Fahri Hamzah, Hanum Rais, dan masih banyak lainnya menyebarluaskannya melalui media sosial.

Bahkan, Prabowo dan timsesnya mengadakan konferensi pers dan mengutuk kejadian itu. Sepertinya, apabila kejadian yag menimpa RS bisa dikapitalisasi dengan baik, hasilnya tentu akan menggerus elektabilitas Presiden Petahana Jokowi, dan ini keuntungan bagi Prabowo-Sandi.

Akibat kesigapan aparat kepolisian, terkuak sudah bahwa semua itu adalah sebuah rekayasa atau kebohongan. Sebenarnya, wajah lebam RS, bukan diakibatkan penganiayaan, melainkan akibat operasi plastik.

Begitu pula yang terjadi di awal tahun 2019. Adanya narasi 7 kontainer surat suara tercoblos untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf, ternyata merupakan berita bohong alias hoax yang dibuat dan disebarluaskan oleh Bagus Bawana Putra. Penjahat ini kini sudah dicokok aparat kepolisian, boleh jadi bakal dipidana lebih berat dari maling ayam.

Narasi 7 kontainer surat suara tercoblos itu menjadi viral, dan membuat pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU), seperti kebakaran jenggot. Ketua KPU Arief Budiman murka, sehingga langsung mengadakan penyelidikan ke Pelabuhan Tanjung Priok. Dan, ternyata hasilnya, nihil.

KPU segera meminta pihak Kepolisian mengkap penyebar hoax. Bagaimana mungkin ada sekitar 80 juta surat suara dalam keadaan sudah tercoblos di Tanjung Priok, sedangkan pihak KPU sendiri belum juga mecetaknya surat suara yang dimaksud. Bahkan, untuk urusan tendernya juga belum diurus.

Mantan Ketua Mahkamah Konsitusi (MK) menilai hoax 7 kontainer surat suara tercoblos ini merupakan gerakan utuk mengacaukan keamananannegara. 


Sebelum menangkap Bagus, polisi telah menetapkan tiga orang berinisial J, HY, dan LS sebagai tersangka. Mereka diketahui berperan sebagai penyebar hoax 7 kontainer berisi surat suara tercoblos di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Untuk diketahui, Bagus Bawana Putra (BPP), sang kreator hoax 7 kontainer surat suara tercoblos ini adalah Ketua Dewan Koalisi Relawan Nasional (Kornas) Prabowo. Namun, seperti halnya Obor Rakyat dan penganiayaan Ratna Sarumpaet, kubu Prabowo-Sandi ramai-ramai tidak mengakuinya keterlibatannya alias lepas tanggung jawab..

Apa yang dilakuakan Obor Rakyat, Ratna Sarumpaet, dan Bagus Bawana Putra, secara politis akan mengutungkan kubu Prabowo Sandi. Namun, ketika terbukti apa yang dilakukannya itu melanggar hukum, ramai-ramai mereka tidak mengaku terlibat. Bahkan, mengaku tak pernah mengenalnya. Munafik!

Mungkinkah mereka yang disebut oleh Pengamat politik Burhanudin Muhtadi sebagai Tim Siluman? Alasannya, Karena mereka bekerja di ranah dirty job, pekerjaan kotor dan karenanya secara formal tidak terafiliasi dan tidak terdaftar di KPU.

Akan tetapi, mereka semua punya hubungan dengan capres atau cawapres yang diuntungkan dari pekerjaan kotor Tim Siluman tersebut.

Begitu menyedihkan rasanya. Pilpres yang seharusnya dilakukan dengan cara-cara yang beradab, justru dikotori dengan hoax, fitnah, dan ujaran kebencian. Pilpres yang seharusnya menyatukan, tapi justru memecah belah.

Kalau kekuasaan dicapai dengan meyebaruaskan hoax, kebencian, dan juga fitnah, masyarakat seperti apa yang akan terwujud nantinya?

Nauzubilah minzalik!

***

 

 


sumber:

  1. Kompas.com (14/06/2014):"Pemred "Obor Rakyat": Kritisi Jokowi, Kami Tidak Dukung Prabowo-Hatta"
  2. Kompas.com (13/04/2018): "Romahurmuziy Blak-blakan soal Dalang di Balik "Obor Rakyat" untuk Serang Jokowi"
  3. Tempo.co (05/010/2018): "Begini Kronologi Kasus Hoax Ratna Sarumpaet"