Jan Ethes Bikin Politikus Gaek Ini Berang

Selasa, 29 Januari 2019 | 21:23 WIB
3
6035
Jan Ethes Bikin Politikus Gaek Ini Berang
Hidayat Nur Wahid (Foto: MerahPutih.com)

Politik telah sampai pada serangan remah-remah. Ketika Jan Ethes ikutan kakeknya tampil dalam sejumlah kegiatan. Sasaran kemudian diarahkan pada anak kecil yang memang sedang lincah- incahnya, benar-benar ethes.

Bagi sebagian orang yang menyukai anak-anak tingkah laku Jan ethes itu ”nggemesin”, pengin nyubit, pengin mencium. Dan Jan Ethes seperti menenggelamkan politikus yang sedang berjuang mendapatkan simpati masyarakat. Untuk bisa polpuler mereka harus mengalahkan popularitas Jan Ethes anak Gibran Rakabuming Raka. Bahkan Sekelas Ketua MPR sampai turun tangan untuk mengantisipasi “efek Jan Ethess”

Di acara Ini Talk Show (Senin, 28 Januari 2019, Jam 20.00 - 21.00 WIB) Jan Ethes menjawab tangkas pertanyaan Sule. Penonton sampai terpingkal-pingkal mendengarnya. Dalam Politik dikenal dengan efek ekor Jas… Nah Jokowi yang notabene Mbahnya Jan Ethes terkena efek dari popularitas Jan Ethes seorang anak kecil yang masih polos dalam bertingkah.

Banyak politisi sepertinya merasa bahwa Jan ethes membawa pengaruh buruk terhadap persaingan memperebutkan kursi Presiden. Mereka menangkap kesan Jokowi sengaja memanfaatkan cucunya untuk  menaikkan popularitas, memanfaatkan untuk kampanye. Ini yang membuat Hidayat Nur Wahid Anggota MPR dari PKS merasa harus mengeluh ke Bawaslu.

"Ini Jan Ethes yg pernah sebut @jokowi, kakeknya, sbg “Artis” ya? Tapi bgmn kalau ini jadi legitimasi pelibatan anak2 dlm kampanye? Bgmn @bawaslu_RI masih bisa berlaku adil kah?" tulisnya. (cuplikan dari artikel Hidayat Nur Wahid Tuding Jokowi Libatkan Jan Ethes di dalam Kampanye di tribunjateng.com).

Kegeraman Hidayat mungkin mewakili suara- suara oposisi yang sedang mencari celah kelemahan Jokowi. Hidayat berpikir (dugaan saya) "Anak kecil jangan libatkan dalam politik".

Popularitas Jan Ethes secara tidak langsung memberikan keuntungan bagi Jokowi. Bisa jadi itulah potret keakraban sebuah keluarga, harmonisnya hubungan kakek dan cucu memberikan dampak nyata bahwa mereka butuh pemimpin yang bisa menjaga harmoni dalam keluarga.

Memang semakin aneh jua mengikuti intrik politik sekarang. Perkara remah- remah, yang seharusnya tidak perlu dibahas kemudian dibahas sebagai bahan nyinyiran.

Sebetulnya jika harus bertarung politisi harusnya mempunyai visi misi yang jelas tentang Indonesia Ke depan, bagaimana solusinya, bagaimana terobosannya yang logis untuk membuat negara menjadi maju. Yang saya lihat oposisi terlalu mencari-cari kesalahan petahana, sedangkan petahana merasa yakin dengan rekam jejaknya mampu menepis serangan Hoax dan kadang lupa bahwa mereka perlu memuji dan membawa pesan damai untuk tidak saling menyerang tetapi saling bersaing mendapatkan simpati masyarakat.

Karena latar belakang sejarah partai banyak politisi yang lupa bahwa mereka juga pernah menjadi bagian dari masa lalu. Politisi Golkar banyak yang masuk ke partai partai baru. Tentu spirit partainya masih tersisa dalam diri mereka.

PKS, Kemungkinan adalah pecahan dari orang- orang yang bernaung di bawah partai Islam PPP dan Sebagian partai lain adalah bagian dari PDIP. Kini mereka terpecah-pecah memperebutkan kursi legislatif dan memilih beda dalam memilih Presidennya.

Perang opini, perang ideologi dan spirit partai membuat politisi akhirnya harus menggunakan segala cara untuk menang. Saat ini posisi Petahana cukup kuat. Berbagai rekam jejak positif bisa dipetik, yang menjadi titik lemahnya adalah mengenai utang yang dikhawatirkan akan membuat negara kolaps bila tidak dikelola dengan baik.

Tetapi pemerintah tentu sudah berhitung dengan utang-utang yang digunakan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur. Prinsip kerja, kerja dan kerja mampu memberikan efek positif bagi damapak pembangunan. Namun membangun negara tentu bukan seperti main sulap yang langsung ketahuan hasilnya. Efek infrastruktur itu jangka panjang dan masyarakat banyak yang  pengin memetik hasil dan bisa mengubah peruntungan mereka saat ini.

Maka para oposisi mencari celah kelemahan pemerintah saat ini dengan mencari titik lemah yang belum digarap pemerintah. Mereka berusaha meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah tidak serius meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Oposisi mencari cara agar suara-suara negative terus  bergema agar petahana turun pamor. Maka Jan Ethes pun dijadikan sasaran bullyan, sasaran tembak untuk menjebak Jokowi yang diibaratkan mengeksploitasi anak-anak untuk tujuan kampanye.

Woalah, itulah kenapa media sosial amat ramai jika sedang bicara tentang Jan Ethes. Polosnya anak- anak sering dimanfaatkan untuk menaikkan posisi tawar. Saya sih tiak menyalahkan Pak Jokowi. Dalam masa kampanye sah-sah saja melakukan pencitraan. Pencitraan itu tidak dilarang kok.

Dan bagi saya Jan Ethes memang menggemaskan sama seperti ketika melihat anak saya yang masih berumur 3 tahun yang sedang ngglidik dan super duper lincah. Siapa tidak senang menyaksikan anak- anak lincah, tangkas menjawab dan tidak takut keramaian.

Bapak-bapak akan bangga membawa naknya yang lincah untuk dikenalkan pada temannya, Kakek-kakek akan meluap rasa bangganya cucunya demikian dekat dan akrab.

Nah jika ada sementara orang tidak senang. Itu juga hak mereka. Mungkin mereka tidak mempunyai cucu yang sedang Pethakilan, tidak punya anak yang bisa diajak “kerja”.

***