Antara Airlangga dan Sandiaga, Siapa yang Masuk Serat Jejangka?

Senin, 22 Oktober 2018 | 21:35 WIB
0
672
Antara Airlangga dan Sandiaga, Siapa yang Masuk Serat Jejangka?

Pada November 2011 saya menyusun sebuah artikel dengan judul Ramalan Intelijen dan Ramalan Jayabaya Presiden 2014. Pada saat itu, menyimpulkan Megawati Soekarnoputri yang akan menjadi presiden pada pilpres 2014 menggantikan Presiden SBY, mengaitkan ramalan intelijen dengan Ramalan Jayabaya, kira-kira begitulah.

Mengapa, kata pertanyaan ini selalu menjadi kunci yang harus dicari jawabnya oleh analis intelijen, dengan mencermati baik fakta maupun indikasi yang ada. Ramalan gagal karena nama Megawati berakhiran Ti, bukan Ga, dan yang menjadi presiden adalah Pak Jokowi.

Dalam ilmu intelijen strategis terdapat komponen budaya, di mana budaya sebuah bangsa masuk dalam pengamatan di samping delapan komponen lainnya. Nah, saat ini penulis menemukan sebuah fakta budaya yang dikaitkan dengan Ramalan Jayabaya.

Prabu Jayabaya meramalkan pemimpin nasional Indonesia mempunyai nama yang berakhiran No-To-No/Na-Go-Ro. Namun ada sebagian kalangan (pihak) yang justru membantah kebenaran ramalan tersebut. Beberapa Ramalan Jayabaya dinilai cukup fenomenal, banyak ramalannya yang bisa ditafsirkan “mirip” keadaan setelahnya.

Jayabaya misalnya telah meramalkan tentang bangsa Utara berkulit pucat yang akan menguasai Nusantara dengan tongkat berapi (zaman penjajahan bangsa Eropa). Kemudian kedatangan “saudara tua” menguasai Nusantara yang lamanya hanya seumur jagung (penjajahan Jepang).

Menurut beberapa kalangan, ramalan Jayabaya Notonagoro adalah sebuah mitos yang sudah telanjur berkembang di masyarakat. Pemikiran itu justru dilontarkan oleh Prof. Notonegoro pendiri UGM. Intinya adalah bagaimana mengatur dan menata negara dengan baik. Dalam pandangan Prof. Notonegoro, negara ini perlu ditata secara demokratis menurut paham kejawen.

Sementara, ramalan Jayabaya dibuat oleh Prabu Jayabaya, Raja Kediri sekitar tahun 1135 M dalam "Serat Jangka Jayabaya" yang mampu memprediksi kejadian-kejadian jauh melampaui jamannya. Disebut Jangka karena seperti alat jangka yang mampu menarik /mengukur jarak secara tepat, maksudnya waktunya. Tidak hanya bersifat ramalan, tetapi akurasinya terukur.

Ramalan ini dikenal khususnya di kalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga.

Asal usul utama serat jangka Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musasar yang digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keasliannya tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yang menuliskan bahwasanya Jayabayalah yang membuat ramalan -ramalan tersebut. Ramalannya yang dikaitkan dengan negara dan kepemimpinan di Indonesia adalah kata Notonagoro (No-To-No/Na-Go-Ro).

Noto berarti menata, nagoro berarti negara. Jadi pemimpin Indonesia juga disebut sebagai orang yang memiliki kemampuan untuk menata negara. Suku kata tersebut ditulis dalam huruf Jawa yaitu honocoroko (ada utusan), dotosowolo (berbeda pendapat), podojoyonyo (sama-sama menang), mogobotongo (sama-sama kalah).

Keduapuluh huruf Jawa itu mudah diberi huruf hidup hanya dengan menambahkan tanda. Ditambah tanda di depan atau dibelakang yang disebut ditaling tarung maka huruf A akan berubah menjadi O.

Nah, dikaitkan dengan ramalan Notonogoro, maka ramalan urutan pimpinan nasional yang memenuhi syarat setelah kemerdekaan adalah, No adalah Soekarno, To adalah Suharto, (setelah itu, BJ Habibie, Gus Dur dan Mega dalam urutan saat itu sebagai presiden tidak memenuhi syarat karena tidak memerintah satu periode penuh atau lebih/lima tahunan).

No selanjutnya adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Nah, setelah itu presiden Indonesia menurut ramalan yg berakhiran Go atau Ga. Tetapi yang menjadi presiden adalah Pak Joko Widodo. Muncul pertanyaan siapa satriya piningit berakhiran Ga atau Go itu?.

Pada bulan Januari 2018 saya mengikuti rekam jejak Airlangga (GA) yang jadi menteri dan Ketum Golkar. Sepertinya potensinya besar masuk radar jejangka. Tapi kini justru Airlangga sedang digoyang masalah integritas... rasanya kok berat.

Mendadak muncul tokoh muda Sandiaga Uno (49 tahun) yang lebih dikenal sebagai Sandiaga (GA). Kariernya makin berkembang, pintar dan kaya, menjadi Wagub DKI, dan bisa menembus pekatnya barrier koalisi Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat menuju pilpres 2019, sukses menjadi cawapresnya, Prabowo.

Tokoh ini jelas orang pintar dan cerdik, saat sekolah hingga SMA dia juara, juga sekolah di AS. Sandiaga lulus dari Wichita State University, Amerika Serikat, dengan predikat summa cum laude. Ia mengawali karier sebagai karyawan Bank Summa pada 1990. Di Bank Summa, ia bertemu dan berguru dengan konglomerat William Soeryadjaya pemilik Bank Summa.

Setahun kemudian ia mendapat beasiswa untuk melanjutkanpendidikan di Universitas George Washington, Amerika Serikat. Ia lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 4,00.

Pertanyaannya, kalau tokoh ini Satria Piningit, bagaimana jalannya dia naik menjadi pimpinan nasional? Kalau dibandingkan, nama asli Airlangga Hartarto adalah Airlangga, sedangkan Sandiaga, nama aslinya Sandiaga Salahudin.

Kita lihat, kesempatannya nanti di tahun 2024 jelas terbuka lebar. Selangkah lagi Sandiaga bisa jadi Capres dari Partai Gerindra. Atau ada momentum lain?

Analisa intelijen itu sulit, dan biasanya berakhir menjadi sebuah prediksi. Kira-kira begitulah. 

***

Marsda Pur Prayitno Ramelan, pengamat Intelijen