Presiden Jokowi dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada awal 2015 mengatakan di berbagai media bahwa sejak Januari 2015 akan dilakukan moratorium Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) terkait dengan kebijakan reformasi birokrasi di bidang SDM aparatur, sekaligus untuk melakukan penghitungan kembali formasi serta kebutuhan SDM aparatur terutama di sekolah-sekolah kedinasan, mengurangi pemborosan, serta untuk melakukan revolusi mental. Namun demikian, untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) khususnya CPNS guru, dosen, tenaga kesehatan, penegak hukum dan jabatan fungsional khusus, tetap dibuka dengan ketentuan yang sangat ketat. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengatur dan membagi Pegawai Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disebut Pegawai ASN) menjadi PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Mereka diangkat dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang- undangan (Pasal 1 angka 2). Munculnya pengertian PPPK dalam ketentuan tersebut tidak serta merta dapat diimplementasikan dan dipahami sebagai pegawai tetap non- PNS apalagi ketentuan lebih lanjut tentang hal tersebut sampai saat ini belum ada. Hal inilah yang banyak menimbulkan permasalahan dalam praktik terkait kedudukan hukumnya karena hal tersebut sangat menentukan sejauh mana hak mereka dapat terlindungi. Apakah dengan belum diterbitkannya peraturan pelaksaaan untuk PPPK berakibat kedudukan hukum bagi pegawai tetap non-PNS menjadi tidak pasti bahkan cenderung terlanggar? Sementara, kebutuhan akan posisi terutama dosen di perguruan tinggi negeri (PTN) sangat mendesak. Kedudukan hukum dosen tetap non-PNS pada perguruan tinggi negeri Satuan Kerja belum diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang- undangan. Namun demikian, kebutuhan akan tenaga dosen di PTN Satker terus meningkat sementara moratorium CPNS masih berlangsung sampai dengan tahun 2020 atau 5 tahun setelah ditetapkan pada 1 Januari 2015. Berdasarkan analisis hukum normatif ini, menghasilkan pengetahuan mengenai kedudukan hukum atau a status defined by law (status yang ditentukan oleh hukum) dari dosen. Dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU Guru dan Dosen, dijelaskan dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang- undangan dan pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Dalam penjelasan umum, disebutkan pula bahwa kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Sementara, Pasal 48 ayat (1) UU Guru dan Dosen menjelaskan status dosen yang terdiri atas dosen tetap (yaitu dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu) dan dosen tidak tetap (yaitu dosen yang bekerja paruh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tidak tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu). Dalam ketentuan Pasal 52 ayat (2) dan (3), dijelaskan bahwa dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan, berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama, serta dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan (Pasal 63 ayat (3).
Adapun yang dimaksud dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama dalam undang-undang ini adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 angka 7).
Ketentuan dalam UU Guru dan Dosen diturunkan dalam dua buah peraturan pemerintah, yang salah satunya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2009 tentang dosen. Pada Pasal 1 angka 2 PP 37 Tahun 2009, dijelaskan mengenai dosen tetap yaitu dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu. Berdasarkan ketentuan ini, tidak dijelaskan secara eksplisit satuan pendidikan tinggi tertentu tersebut apakah negeri atau swasta sehingga dapat dianggap sebagai satuan pendidikan tinggi umumnya.
Dengan demikian, yang dimaksudkan sebagai dosen tetap dalam ketentuan ini adalah dosen tetap dengan status PNS maupun dosen tetap non-PNS serta dosen swasta (dosen yang terikat perjanjijan kerja pada satuan pendidikan tinggi swasta sebagai pemberi kerja). Lain halnya dengan UU ASN No. 5 Tahun 2014, yang dalam ketentuan Pasal 1 angka 1, 2, 3, dan 4 memberikan definisi sebagai berikut:
Pasal 98
Pasal 99
Dari ketentuan-ketentuan dalam UU ASN tersebut, diketahui bahwa selain pegawai dengan status PNS, dikenal pula pegawai dengan status terikat perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu (PPPK) yang bukan PNS, tetapi dapat mencalonkan diri untuk menjadi PNS bilamana ada kesempatan dan sesuai kriteria yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang- undangan. Status PPPK tersebut tidak dikatakan secara eksplisit sebagai pegawai tetap non-PNS, tetapi hanya ditekankan sebagai pegawai yang terikat dengan waktu kerja tertentu. Hal ini jika disandingkan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, PPPK termasuk ke dalam kriteria pekerja untuk suatu pekerjaan yang sifatnya tidak tetap sebagaimana ketentuan dalam Pasal 59 ayat (3) sehingga PPPK tidak dapat dikategorikan sebagai pegawai dengan status tetap non-PNS.
Jika ditelaah dari ketentuan UU Guru dan Dosen, UU ASN, maupun PP tentang Dosen tersebut, tidak ditemukan secara eksplisit pengaturan mengenai kedudukan dosen tetap non-PNS. Peraturan yang secara eksplisit memberikan pengertian sekaligus memberikan kedudukan hukum bagi dosen tetap non-PNS ada di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 84 Tahun 2013 tentang Pengangkatan Dosen Tetap Non-Pegawai Negeri Sipil pada Perguruan Tinggi Negeri dan Dosen Tetap pada Perguruan Tinggi Swasta, yang dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Dosen tetap non-PNS pada perguruan tinggi negeri adalah dosen yang bekerja penuh waktu. Serta Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Pengangkatan Dosen Tetap Bukan Pegawai Negeri Sipil Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri dan Dosen Tetap Perguruan Tinggi Keagamaan Swasta
Walaupun kedudukan sebuah peraturan menteri lebih rendah daripada PP atau UU, PP Nomor 84 Tahun 2013 merupakan turunan lebih teknis dari UU No. 14 Tahun 2005 maupun PP No. 37 Tahun 2009 sehingga dapat diberlakukan asas lex specialis derogat legi generalis (ketentuan yang khusus dapat mengesampingkan ketentuan yang lebih umum). Selain itu, merujuk kepada peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, di dalam Pasal 1 angka 2,3, 4, dan 14 terdapat penjelasan mengenai hal-hal berikut.
2.Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Masih terkait dengan hubungan kerja sesuai Pasal 1 angka 15, yaitu hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah, maka antara pekerja dengan pemberi kerja dibuat perjanjian kerja sesuai dengan Pasal 56 ayat (1), yaitu perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas (a) jangka waktu dan (b) selesainya suatu pekerjaan tertentu. (Pasal 56 ayat (2)).
Lebih jauh, pengaturan tentang perjanjian kerja waktu tertentu adalah sebagai berikut:
Pasal 58 mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Pasal 59
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Apabila ditelaah dan dilakukan analisis terkait kedudukan hukum dosen tetap non-PNS dari isi UU Ketenagakerjaan, dosen tetap non-PNS dapat dikategorikan sebagai pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Hal ini sesuai dengan perjanjian kerja pada Pasal 1 angka 4 UU ASN yang ditujukan untuk PPPK. Akan tetapi, ketentuan dalam UU ASN tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 59 ayat (2) dan (4) UU Ketenagakerjaan.
Dengan demikian, ditinjau dari UU Ketenagakerjaan, bagi dosen tetap non- PNS seharusnya dikenakan ketentuan sebagai berikut:
Pasal 60
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
(2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Pasal 61
(1) Perjanjian kerja berakhir apabila:
a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hakhak pekerja/buruh.
(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.
(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Diberlakukannya ketentuan mengenai pekerja dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu bagi seorang dosen tetap non-PNS maka secara hak dan kewajiban serta kedudukan hukumnya menjadi jelas. Oleh karena itu, pemecahan masalah dalam pelaksanaan pengadaan dosen tetap non-PNS di PTN Satker dapat diatasi melalui pengadaan yang didasarkan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang bersifat umum sebagaimana diatur di dalam ketentuan PAsal 60 dan 61 UU Ketenagakerjaan.
Berdasarkan hasil analisis hukum normatif, dapat disimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang kedudukan hukum dosen tetap non-PNS ada di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 84 Tahun 2013 tentang Pengangkatan Dosen Tetap Non Pegawai Negeri Sipil Pada Perguruan Tinggi Negeri Dan Dosen Tetap Pada Perguruan Tinggi Swasta, yang dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Dosen tetap non- PNS pada perguruan tinggi negeri adalah dosen yang bekerja penuh waktu. Serta Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Pengangkatan Dosen Tetap Bukan Pegawai Negeri Sipil Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri dan Dosen Tetap Perguruan Tinggi Keagamaan Swasta. Selain itu, dapat pula dirujuk pada ketentuan Pasal 60 dan 61 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu bagi dosen tetap non-PNS seharusnya diberlakukan perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Dengan diberlakukannya ketentuan mengenai pekerja dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu bagi seorang dosen tetap non- PNS, secara hak dan kewajiban serta kedudukan hukum seorang dosen tetap non- PNS menjadi jelas dan memiliki kepastian hukum. Berdasarkan hal tersebut, pengangkatan dosen tetap non-PNS menjadi ASN sesuatu yang niscaya karena berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia masih dimungkinkan untuk dilakukan oleh sebuah PTN Satker. Selain itu gerakan secara formal dan non formal dari Dosen sangat perlu dilakukan untuk menggangkat Dosen Tetap non PNS menjadi ASN tanpa syarat.
Diambil dari beberapa sumber dan Artikel
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews