Berada di Belantara Beton Jakarta

Di Kota Nusantara nanti, bisa jadi takkan ada kesemrawutan begini. Semua ruang dibangun terencana. Pemimpinnya bukan seorang gubernur, tapi kepala otorita.

Selasa, 18 Januari 2022 | 19:31 WIB
0
165
Berada di Belantara Beton Jakarta
Di belantara beton Jakarta (Foto: dok. Pribadi)

Belantara beton Jakarta yang kian senja sebagai ibu kota negara. Gedung-gedung dan rumah-rumah berhimpitan. Beririsan. Kota dengan napas yang sesak, tak memiliki paru-paru yang cukup untuk menghalau udara kotor. Hutan-hutan kota mengerut, permukiman meruyak. 

Berpuluh-puluh tahun, satu demi satu, ruang-ruang terbuka untuk publik di ibukota, dipreteli oleh pemerintah sendiri. Tiga ruang publik besar, Monas, Kemayoran dan Gelora Bung Karno, telah cuil oleh bangunan yang justru dibangun oleh pemerintah dan kerabatnya. 

Idealnya, Jakarta yang luasnya 65.000 hektare ini memiliki sedikitnya 30 persen areal ruang publik atau sekitar 19.500 hektare. Tapi, saya pernah membaca data Dinas Tata Kota, Jakarta baru memiliki sekitar 6.000-an hektare ruang terbuka di seluruh Jakarta dan Kepulauan Seribu atau tak sampai 10 persen dari luas ibukota, itu pun sudah termasuk kompleks pemakaman. 

Luas ideal, 30 persen ruang terbuka hijau, pernah dimiliki Jakarta hanya sampai akhir tahun 1960-an. Seiring berkembangnya ibu kota, jengkal demi jengkal tanah di Jakarta disulap menjadi areal menanam beton-beton yang menjulang serta rumah-rumah baru. 

Hari ini, DPR mengesahkan ibu kota negara yang baru di satu tempat di jantung Kalimantan. Namanya Nusantara.
Pembangunannya sudah berjalan jauh-jauh hari sebelumnya, semenjak Presiden Jokowi memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara.

Di Kota Nusantara nanti, bisa jadi takkan ada kesemrawutan begini. Semua ruang dibangun terencana. Pemimpinnya bukan seorang gubernur, tapi kepala otorita. 

Sementara Jakarta nanti tetap seperti ini: jadi belantara beton dan rumah-rumah. Ia menjadi kota bisnis, kota keuangan, tetap berderak jadi pusat segala kesibukan.

***