BNPT sebaiknya juga fokus mengikis habis radikalisme di Indonesia. Ketimbang menambah keruwetan memulangkan anggota ISIS ke sini.
Uni Sovyet menyerang Afganistan. AS tidak mau musuhnya menguasai Timteng. Tapi AS ogah perang sendiri. Dibangunlah strategi proxy. Rakyat Afganistan dipersenjatai. Didoktrin dengan semangat jihad ala Wahabi yang kaku dan bengis.
Sekolah-sekolah di Afgan diajarkan kebencian pada orang asing, yang dianggap kafir. Semua kafir harus dibunuh. Mereka dipompakan semangat beragama yang ekstrim. Dana milyaran dolar disiram ke negeri tandus itu. Juga senjata.
Ajaran jihad disebarkan ke seluruh pelosok. Sampai juga ke Indonesia. Ratusan warga Indonesia akhirnya berangkat ke Afgan, buat berperang melawan Sovyet yang dianggap kafir.
Sovyet ambruk. Taliban berkuasa. Tapi orang yang keranjingan perang penuh darah gak mau berhenti. Alqaedah dibentuk. Justru menyerang AS.
Sekitar 20-30 orang alumni Afganistan kembali ke Indonesia. Hasilnya, bom Bali I, Bom Bali II, Bom Marriot, Kedutaan Australia, berdarahnya konflik Ambon, dan berbagai aksi teror lainnya.
.
Pasukan yang diciptakan AS di Afganistan berubah jadi monster. Merangsek ke berbagai negara. Indonesia dibuat babak belur.
Terorisme menyebar. Alumni Afganistan bukan hanya pandai membuat kerusakan, mereka juga menelurkan pengikut yang gak kalah beringas.
Saat ingin menjatuhkan Bashar Assaad di Suriah, strategi serupa dipakai lagi oleh AS, Saudi dan Israel. Gerombolan hiu haus darah diundang masuk ke Suriah atas nama jihad. Menarik orang dari seluruh dunia.
Dan kita tahu, di Suriah dan Irak terbentuk gerombolan yang jauh lebih bengis, ISIS. Mereka mendeklarasikan khilafah tipu-tipu. Ada ribuan orang Indonesia yang mabuk agama akhirnya berangkat ke Suriah. Bergabung bersama Srigala lapar di gurun.
ISIS terdesak di Suriah. Ribuan kombatan ditangkap. Sebagian dijejalkan ke kamp-kamp pengungsian. Ada 1800 orang Indonesia disana.
Mereka berangkat ke Suriah atas kemauan sendiri. Berjalan yakin untuk membunuh musuh dengan slogan darah. Mereka melepas kewarganegaraan. Tidak ada yang memaksa.
Para lelaki menjadi tentara yang bengis. Para perempuan yang belum bersuami menjadi budak seks. Anak-anak diajarkan mengokang senjata. Dengan seprangkat kebencian di kepalanya.
Kini, ada kabar, Menteri Agama bermaksud memulangkan 600 kombatan ISIS ke Indonesia. Memulangkan orang yang dengan sadar melepas WNI untuk menjadi cecunguk khilafah.
Alasannya demi kemanusiaan. Sepertinya Menag perlu juga memikirkan kemanusiaan orang-orang Yazidi di Suriah, yang diseret dengan bengis dari rumahnya. Di penggal kepalanya. Dan anak-anak gadis mereka menjadi tawanan di kamar-kamar gelap gerombolan ISIS.
Mungkin menteri agama juga perlu mempertimbangkan kemanusiaan para korban terorisme di Indonesia. Hanya dengan 20-30 orang alumnus Afganistan saja Indonesia dibuat porak poranda. Bayangkan jika 600 orang kombatan ISIS ikut kembali ke tanah air.
Jangan terlalu yakin dengan program deradikalisasi. Buktinya di Indonesia teroris terus bermunculan. Gak habis-habis. Masa mau ditambah lagi dengan bibit unggul hasil didikan ISIS?
Baca Juga: Jokowi dan 600 ISIS dalam Pikiran Fachrul Razi
Mereka berangkat ke Suriah karena keyakinanya. Dan mereka mau pulang ke Indonesia bukan karena keyakinanya berubah. Tetapi karena kalah perang. Bukan karena sadar bahwa keyakinan jihadnya melenceng, tapi kekalahan telah membuat hidupnya sengsara.
Kemungkinan besar kepulangan mereka membawa juga ideologinya ke tanah air. Runyam kan?
Bayangkan jika ISIS benar-benar menguasai dunia. Apakah mereka akan merengek untuk balik ke Indonesia? Kayaknya gak. Ada kemungkinan mereka akan menjadi algojo seperti ketika menghabisi kaum Yazidi di Suriah. Atau menculik suku Kurdi di Irak.
Sebaiknya rencana memgembalikan 600 kombatan ISIS dipikir-pikir lagi deh. Jauh lebuh baik Menag memikirkan kehidupan beragama 250 juta warga Indonesia yang masih amburadul. Banyak gereja yang dirusak. Ada pura yang diobrak-abrik. Atau musholla yang dihalangi buat ibadah.
Itu adalah PR berat Menag. Juga BNPT. Bagaimana 250 WNI bisa lebih nyaman hidup beragama. Ketimbang memikirkan 600 orang yang pergi ke Suriah. atas kemauannya sendiri.
Sebaiknya Menag lebih fokus pada persoalan di tanah air. Para kombatan ISIS di Suriah, biarkan saja jadi urusan PBB. Mereka bukan WNI lagi. Mereka telah melepas kewarganegaraanya dengan sengaja.
BNPT sebaiknya juga fokus mengikis habis radikalisme di Indonesia. Ketimbang menambah keruwetan memulangkan anggota ISIS ke sini.
Jadi buat apa uang pajak kita dihambur-hamburkan untuk merawat orang yang meyakini Indonesia adalah negara toghut? Sama saja merawat anak Genderuwo yang akan memangsa tuannya jika dia sudah kuat.
"Menag kok, mau repot ngurusin warga ISIS ya, mas. Wong ngurus FPI aja masih plintat-plintut," ujar Abu Kumkum.
Iya, tuh.
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews