Farhan, WNI yang Disandera Abu Sayyaf Berhasil Dibebaskan

Langkah diplomasi kepada negara lain harus didukung kekuatan militer dengan langkah yang terukur. Tanpa militer, diplomasi hanyalah permohonan atau protes yang belum tentu digubris.

Minggu, 19 Januari 2020 | 12:36 WIB
0
214
Farhan, WNI yang Disandera Abu Sayyaf Berhasil Dibebaskan
Muhammad Farhan (Foto: Tribunnews.com)

Upaya pembebasan satu orang WNI, Muhammad Farhan yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan berhasil dilaksanakan dengan aman. Ops Basra (Operasi Pembebasan Sandera) dilakukan gabungan antara Kemlu RI, TNI dan BIN. Team TNI bekerja sama dengan ISAFP (Intelligence Service of the Armed Forces of the Phillipines) di wilayah kekuasaan Abu Sayyaf.  Kemlu RI memberikan dukungan diplomasi, sementara back up lainnya dari Badan Intelijen Negara (BIN).

M. Farhan adalah sandera yang tertinggal saat dilakukan pembebasan tiga sandera tanggal 22 Desember 2019 dalam operasi militer yang dilakukan militer Filipina. Farhan terpisah dari rombongan prajurit saat pembebasan. Dalam kontak tembak, seorang prajurit Filipina gugur, dari pihak Abu Sayyaf satu tewas.

Ketiga nelayan (Samiun Maneu, Maharuddin Lunani dan Muhamad Farhan) diculik kelompok Abu Sayyaf sejak 24 September 2019 ketika sedang mencari ikan di perairan Tambisan, Lahad Datu, Negara Bagian Sabah, Malaysia, yang berdekatan dengan Filipina Selatan. Mereka berasal dari Baubau dan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, saat diculik sedang bekerja di kapal milik perusahaan Malaysia. Pihak Abu Sayyaf menuntut uang tebusan 30 juta Peso (sekitar Rp 8 miliar).

Langkah Pemerintah Indonesia Dalam Upaya Pembebasan

Sejak penyanderaan tiga WNI nelayan, Menlu Retno Marsudi mengatakan bertemu dengan Menhan Filipina saat KTT ASEAN dan Korsel, meminta bantuan pembebasan tiga WNI yang disandera Abu Sayyaf. Menurut Menlu, Presiden Jokowi juga telah bertemu Presiden Filipina Rodrigo Duterte, meminta otoritas Filipina lebih intensif mengupayakan pembebasan tiga WNI tersebut.

Menko Polhukam, Mahfud MD, Selasa (17/12/2019) di kantor Kemenko Polhukam memimpin rakor terbatas tingkat Menteri untuk pembebasan tiga WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf.

Seusai rakor, Mahfud menegaskan, "Kami akan melanjutkan langkah yang sudah diambil, selama ini untuk tetap berusaha membebaskan tersandera tanpa korban jiwa dan tanpa menodai kedaulatan negara kita maupun negara-negara yang bersangkutan."

Lebih lanjut Mahfud menjelaskan, "Komunikasi jalan, diplomasi antar kementerian luar negeri dengan Filipina jalan, Presiden dengan Presiden ada juga pernah menyinggung itu. Ada juga masalah penataan laut nelayan sebagian juga sudah dianalisis dan sebagainya. Macam-macamlah, pokoknya semua sudah kita lakukan seperti layaknya sebuah negara yang mempunyai kewajiban melindungi warganya," kata Mahfud.

Berhubung penyandera adalah kelompok militan bersenjata maka operasi lapangan dilaksanakan sesuai arahan Menko Polhukam, oleh team TNI yang memiliki kerjasama dengan Armed Forces of the Phillipines, khususnya kerjasama intelijen militer . Kemlu RI mendukung diplomasi dan Badan Intelijen Negara (BIN) memberikan dukungan lainnya.

Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menugasi Bais sebagai handler. Pada tanggal 22 Desember 2019 terjadi kontak tembak antara pasukan Filipina dengan Abu Sayyaf selama 30 menit di pegunungan Panamao di Pulau Jolo, Filipina, seorang tentara Filipina dan seorang anggota Abu Sayyaf tewas. Dalam operasi dua sandera berhasil diselamatkan, sementara Muhamad Farhan tertinggal dan tetap disandera.

Pembebasan Farhan

Pembebasan WNI atas nama Muhamad Farhan, dilakukan secara soft approach kerjasama antara team TNI dengan ISAF (Intelligence Service of Armed Forces of Philippines) serta unit intelijen dari Divisi-11 di Jolo.

Tanggal 14 Januari 2020 sore Timgab berhasil mengecoh, mengamankan Farhan dari penyandera. Setelah pelolosan Farhan dibawa dengan berjalan kaki ke titik pelepasan di Barangay Patao, Maimbung dan tanggal 15 Januari 2020, Farhan diserahkan kepada Ketua Baranggai Patao, diserahkan unit intel kepada Panglima Divisi-11, Major General Corleto Vinluan. Sore hari Farhan diterbangkan dengan helicopter dari Sulu ke Westmincom Camp Navarro, Zamboanga.

Tanggal 16 Januari 2020, setelah proses data oleh aparat intel Westmincom, personel NICA dan ISU, Farhan diliserahkan dari Westmincom kepada polisi Filipina, AKU (Anti Kidnaping Unit). Selanjutnya dari AKG Farhan diserahkan kepada Biro Imigrasi dan NICA yang membuat surat kepada Anti Terrorism Council utk dikeluarkan clearance bagi sandera untuk bisa dibawa ke Indonesia.

Farhan didampingi Konjen RI, Athan RI Kolonel Reza Suud dan pihak AKG menuju ke Pengadilan, menyelesaikan surat pemberkasan kasus yang dijadikan salah satu dasar untuk dikeluarkannya clearance dari ATC. Kemudian dilaksanakan serah terima tersandera atas nama Muhammad Farhan dari NICA kepada pemerintah RI yang diwakili Konjen RI di Davao, Dicky Febrian di Fusion intel Center Camp Navarro Westmincom Zamboanga yang dihadiri Intel Westmincom , personel NICA, AKG dan ISU.

Pada tanggal 17 Januari 2020 Pukul 09.00 WS, M. Farhan dibawa ke Manila didampingi oleh Athan RI di Manila. KBRI di Manila merencanakan akan menerbangkan Farhan ke Indonesia pada hari Selasa tanggal 21 Januari 2020.

Setelah menerima laporan Pembebasan Sandera dari Team TNI, kemarin (16/1) Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Lanud Leo Wattimena, Morotai, Maluku Utara, memuji kinerja aparat yang telah membebaskan Muhammad Farhan dari kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

Panglima TNI juga berterima kasih atas kerja aparat (militer gabungan Filipina dan Indonesia) yang berhasil membebaskan WNI tersebut).

"Saya mengucapkan terima kasih kepada aparat yang telah sukses membebaskan sandera setidak-tidaknya yang terakhir adalah Muhammad Farhan," kata Hadi.

Analisis

Operasi Pembebasan WNI yang disandera atas nama M.Farhan berjalan sukses dan aman. Berbentuk soft approach , untuk menghindari jatuhnya korban seperti operasi Basra tanggal 22 Desember 2019 (ops tempur).

Pembebasan Farhan sebagai WNI yang disandera adalah bukti bahwa negara hadir di medan berat dan berbahaya yang dikuasai Abu Sayyaf militan bersenjata di Luar Negeri. Proses pembebasan diawali dari perintah Presiden Jokowi, kemudian dikordinasikan oleh Menko Polhukam, Prof Mahfud MD, langkah diplomasi Kemlu RI, operasi dilaksanakan oleh TNI dan mendapat dukungan dari BIN ( Badan Intelijen Negara).

Upaya tersebut membuktikan kerjasama beberapa institusi terkait, bila dikordinasikan dengan baik secara profesional dan proporsional akan berhasil sesuai instruksi presiden. Farhan hanya seorang nelayan kecil, tetapi dia tetap WNI yang harus dibebaskan saat disandera, OpsBasra kali ini seperti dikatakan Menko Polhukam membuktikan negara hadir .

Abu Sayyaf adalah militan bersenjata dan dikenal selalu mencari sandera untuk menuntut tebusan. Mereka memang gerakan separatis dan ada kaitan dengan kelompok Teroris ISIS, sangat sulit diberantas oleh pemerintah Filipina sekalipun.

Semoga kerja sama beberapa  institusi di bawah Menko Polhukam tetap solid dalam melaksanakan tugasnya. Penulis juga memberikan apresiasi pemikiran strategis Pak Mahfud, sipil kedua yang menjabat Menko Polhukam, lebih alert dan memahami kerjasama operasi intelijen militer di luar negeri serta mengarahkan pelaksana agar tidak menciderai kedaulatan negara lain (Filipina) dan juga negara sendiri.

Penutup

Artikel ini disusun untuk menunjukkan betapa sulit, ribet dan berbahayanya operasi pembebasan WNI yang disandera Abu Sayyaf. Selain itu untuk klarifikasi jalannya operasi, tidak perlu ada klaim mereka yang paling berjasa, karena inilah kronologis kenyataan di medan konflik di Filipina Selatan.

Tiap institusi jelas sulit bila harus bekerja sendiri untuk membebaskan sandera, kecuali bila ada yang mau membayar uang tebusan. Bila ini dikerjakan, kita akan jadi sapi perahan belaka dan seterusnya.

Terakhir, fakta menunjukkan bahwa langkah diplomasi kepada negara lain harus didukung kekuatan militer dengan langkah yang terukur. Tanpa militer, diplomasi hanyalah permohonan atau protes yang belum tentu digubris, karena tiap negara punya kepentingan nasional masing-masing

Sebelum OpsBasra, pelanggaran wilayah ZEE Natuna oleh kapal-kapal China yang mencuri ikan adalah studi kasus serupa.

Nota diplomatik Kemlu RI kepada pemerintah RRT didukung Panglima TNI yang mengirimkan 8 Kapal Perang TNI AL dan 4 F-16 TNI AU, kapal-kapal pencuri ikan dari China termasuk kapal coast guard yang mengawal semuanya keluar. Semoga bermanfaat,

Marsda Pur Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen

***