Tentang Pelaporan Ade Armando

Saya yakin justru AB dan antek-anteknya akan menekan polisi untuk mempetieskan kasus tersebut. Mereka sangat paham teori efek gelembung sabun!

Selasa, 5 November 2019 | 19:12 WIB
0
722
Tentang Pelaporan Ade Armando
Ade Armando dan Fahira Idris (Foto: tribunnews.com)

Tulisan ini bukan berdasar solidaritas sesama civitas FISIP UI. Tidak sama sekali! Sebab dalam banyak kesempatan, civitas UI baik yang masih aktif maupun di luar kmapus yang diperankan oleh banyak publik figurnya. Justru saling gontok-gontokan di mass media, maupun sosial media. Dengan sudut pandang, yang menurut saya tidak akan pernah ketemu.

Bukan, karena mereka melenceng dari kredo klasik bukan "satu guru satu ilmu". Masih tetap satu ibu kandung, tetapi di masa tuanya sudah kembali pada akarnya masing-masing. Dan/atau terafiliasi kepada lembaga-lembaga di mana mereka menclok numpang beken.  Atau sedang membesarkan lembaga kecilnya sendiri. Atau (lagi) malah secara spesifik dan kerdil, hanya mempopulerkan nama besar dirinya sendiri.

Dalam berbagai kasus banyak contohnya. Saya mengikuti bagaimana guru-murid: yang ternyata dengan figur Bang Ade Armando dan Arif Zulkifli sebagai Pemred Tempo. Tidak pernah nyambung sama sekali, kalau gak bisa dikatakan bumi dan langit. Tak apa keduanya bisa bersembunyi dan berlindungi: demikianlah demokrasi, alam kebebasan berpendapat memungkinkan dan membolehkanya.

Pun demikian, antara sesama guru, lagi-lagi harus menyebut Ade Armando dengan Chusnul Mariyah, yang belakangan lebih condong sebagai feminis yang mewakili Muhammadiyah itu.

Tapi, harus diakui bahwa dari sekian tokoh itu, tetap Bang AA-lah yang paling kontroversial!

Saya secara pribadi, sudah mengenal sejak tahun 1988, jadi lebih dari 30 tahun yang lalu. Seorang pribadi yang sangat cerdas, tapi sekaligus sederhana. Sangat keras, tapi sangat suka berbagi. Menurut saya, ia benteng terakhir kebebasan berpendapat. Beda dengan saya misalnya yang penakut, yang menutup kolom komentar di Facebook untuk "yang bukan teman". Di laman FB-nya, Bang Ade menyediakan dirinya dicaci maki setiap hari. Sebagian ia komentari, sebagian besar dibiarkannya saling bunuh, antara pendukung dan pencela. 

Dan saya yakin, beliau sadar keduanya pada level yang sama: apa yang saya sebut "dungu pembela" dan "dungu pembenci". Pada konteks ini, kalau boleh disebut mungkin keduanya punya guru besar yang sama bernama Rocky Gerung, yang dengan enteng menyebut orang di luar dirinya, dungu semua. Sayang walau UI, RG adalah anak Fakultas Sastra. Gak aci melibatkannya.

Mentalitas petarung inilah, yang saya pikir nyaris tidak lagi bersisa di lingkungan sempit FISIP UI. Bagi saya, lepas dari cara beliau bereaksi terhadap masalah, benar atau salah. Saya selalu menaruh rasa hormat yang tinggi. Karena ia juga tak pernah pilih-pilih masalah, sebagai orang yang pakar ilmu komunikasi tentu saja ia tahu nilai sensitifitas suatu topik. Tapi nyatanya tidak sekedar sosial-politik, tetapi agama sekalipun ia berani bongkar dan hadapi.

Dan bila hari-hari ini, ia dipolisikan untuk ke sekian kalinya. Saya pikir ia akan baik-baik saja. Persoalannya, kenapa hal ini jadi menarik dan penting saya tulis. Adalah karena persoalan yang diangkat dan siapa yang melaporkannya. Permasalahannya, karena AA merusak gambar AB dengan pulasan muka ala Joker. Dalam teks ini walau sebagai teman, saya tidak setuju. Karena menurut saya tetap berlaku prinsip Kejawen saya "ngono ya ngono, tapi ya ya aja ngono".

Tapi tujuannya sangat jelas: ia ingin berkata "gubernur yang jahat, berawal dari menteri yang dipecat". Bila tanpa teks, tentu akan bisa kena pasal penghinaan, tapi dengan pakai teks akan sangat debatable. Dan saya pikir, AA sangat berhitung di sini, tidak sekedar ngawur-ngawuran.

Nah, hal yang bagi saya menarik adalah siapa yang melaporkannya: Fahira Idris. Ia juga alumnus UI, cuma bedanya ia anak FE. Yang bukan kebetuan adalah anaknya Fahmi Idris, seorang Eksponen 66 yang pada masa Habibie dan SBY sempat menjadi Menteri.

FI adalah mantu dari KH Hasan Basri, yang dulunya pernah menjadi Ketua MUI. Pada masa Orde Baru, ia adalah seorang aktivis cum pebisnis yang cukup banyak menikmati fasilitas dari penguasa pada saat itu. Pada masa itu, ia menjadi pelopor apa yang hari-hari ini dianggap sebai CSR (Company Social Resonsibility).

Di FISIP UI, ia adalah yang pertama. Hal yang sudah dianggap wajar bila hari-hari ini, nyaris di setiap gedung atau ruangan di FISIPUI diberi nama penyumbangnya. FI dan Kodel-nya sudah melakukannya pada tahun 1990. Di situlah awal saya bekerja sebagai peneliti, ya di Gedung Kodel ini!

Fahira Idris sebagai seorang aktivis aka pebisnis yang kalau meminjam istilah Pram: sesungguhnya ia sudah tidak adil sejak dalam pikiran. Ia membela cover Pinokio Tempo, dan dengan seenaknya menghina Jokowi dengan berkata kalau tidak mau dihina, jangan jadi Presdiden. Tapi tatkala muka AB digambari ala Joker, ia melaporkan AA dengan pasal penghinaan pejabat publik. Absurd, tapi terlalu gampang dimengerti. Ia menyusui warisan bisnis keluarganya dengan bergantung pada AB, hal yang mana hilang dan tidak ia dapatkan dari Jokowi! Sesimpel itu...

Saya akan sangat senang bila Kapolda Metro Jaya bersedia memproses aduan FI itu. Karena daripadanya justru akan memberi energi baru untuk menumbangkan AB. Figur yang menurut saya pribadi dari hari ke hari makin memalukan orang Jogja itu.

Tapi tampaknya saya harus kecewa, saya yakin justru AB dan antek-anteknya akan menekan polisi untuk mempetieskan kasus tersebut. Mereka sangat paham teori efek gelembung sabun!

Lagi-lagi ini hanya sinetron, tidak ada pelajaran apa-apa dari padanya! Media tetap punya cerita. Bisnis mencuri uang rakyat jalan terus. Dan Bang Ade bisa terus nyetatus...

***