Menang atau Kalah Melawan Covid-19, Sebuah Analisis Intelijen

Hitungan penetrasi covid-19 kini ternyata bukan bulan lagi, tetapi sudah pekan, sebaiknya dilakukan operasi dan strategi khusus, jangan terbelenggu dengan birokasi

Kamis, 21 Januari 2021 | 07:31 WIB
0
212
Menang atau Kalah Melawan Covid-19, Sebuah Analisis Intelijen
Pandemi 1918 (Foto: Wikipedia.org)

Dalam perang melawan covid-19 sejak bulan Maret 2020, nampak indikasi kita semakin terdesak. Ini adalah Perang Rakyat Semesta, karena yang kita lawan penetrasi virus SARS-CoV-2 yang ganas, senyap dan bisa membunuh siapa saja. Dalam perang ini, upaya pemerintah saja tidak cukup, dibutuhkan partisipasi penuh rakyat untuk ikut berperang, bila tidak korban akan terus bertambah dan kita harus siap-siap kalah.

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito memperingatkan sistem kesehatan di Indonesia akan lumpuh jika pemerintah dan masyarakat gagal menekan laju penambahan kasus positif.

"Kenaikan kasus positif sebesar 20,6 persen pada pekan ini dibandingkan pekan sebelumnya yang juga terjadi kenaikan kasus dan hanya sekitar 7,9 persen" kata Wiku saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (12/1).

Khusus di DKI Jakarta terjadi perkembangan ke arah yang lebih buruk ditandai dengan kasus mingguan yang naik 7 kali lipat. Bila sistem kesehatan lumpuh, jumlah yang meninggal akan lebih banyak, selain diakibatkan covid, juga akibat penyakit lain.

Covid Tidak Terlihat, Tapi Terus Mengancam, Meluas dan Mematikan

Berdasarkan data dari WHO, ECDC, CDC-US, NHC-PRC, Worldometers, gov.uk, hingga Senin (18/1/2021) jam 11:10:59, jumlah yang terinfeksi virus corona di Dunia telah mencapai 95.487.196.Sedangkan yang meninggal dunia sebanyak  2.039.732 orang, dan 25.006.806 orang masih dirawat (positif aktif), serta 68.440.658 pasien dinyatakan sembuh.

Inilah data sepuluh negara yang terinfeksi COVID-19 terbanyak di Dunia ; Amerika Serikat, 24.482.050 kasus, 407.202 meninggal. India, 10.572.672 kasus, 152.456 meninggal. Brasil, 8.488.099 kasus, 209.868 meninggal. Rusia, 3.568.209 kasus, 65.566 meninggal. Inggris 3.395.959 kasus, 89.261 meninggal. Perancis, 2.910.989 kasus, 70.283 meninggal.Turki, 2.387.101 kasus, 23.997 meninggal. Italia, 2.381.277 kasus, 82.177 meninggal. Spanyol, 2.252.164 kasus, 53.314 meninggal. Jerman, 2.050.099 kasus, 47.440 meninggal.

Berdasarkan data dari kemkes.go.id, covid19.go.id, BNPB, hingga Senin (18/1/2021) jam 04:01:20, jumlah yg terinfeksi COVID-19 di seluruh Indonesia telah mencapai
909.802 kasus. Jumlah yang meninggal 26.018 orang, sementara 145.392 masih dirawat (positif aktif), serta 738.392 orang dinyatakan sembuh.

Sampai saat ini, jumlah kasus infeksi virus corona terbanyak terjadi di Pulau Jawa yaitu 582.599 kasus, dimana diprediksi tahun 2020 jumlah penduduk Pulau Jawa mencapai 152 juta jiwa. Bila dihitung dengan luas wilayah pulau Jawa mencapai 128.297 km² maka kepadatan penduduk mencapai 1.184 jiwa per km². Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Kemdagri, merilis Data Penduduk Indonesia Semester I 2020 per 30 Juni sebanyak 268.583.016 jiwa.

Baca Juga: Pandemi, Disrupsi dan Korupsi: The New Scapegoat

Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan angka kasus konfirmasi positif COVID-19 tertinggi di seluruh Indonesia yaitu 227.998 orang, sedang Kota Administrasi Jakarta Timur merupakan kota dengan jumlah kasus konfirmasi tertinggi yaitu 49.815 kasus. Kabupaten Bekasi menjadi Kabupaten dengan angka kasus konfirmasi terbanyak di Indonesia yaitu 10.730 orang.

Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi dengan jumlah meninggal disebabkan terinfeksi virus corona terbanyak yaitu 6.897 orang. Kota Surabaya menjadi kota dengan jumlah meninggal tertinggi yaitu 1.274 jiwa, Kabupaten Sidoarjo merupakan kabupaten dengan jumlah meninggal terbanyak di seluruh Indonesia yaitu 545 orang (sbr. Andrafarm).

Provinsi dengan jumlah yang terkonfirmasi positif tertinggi di seluruh Indonesia, yaitu DKI Jakarta, 227.998 terkonfirmasi, 3.745 meninggal dan 202.402 sembuh. Provinsi Jawa Barat, 112.865 terkonfirmasi, 1.350 meninggal, 91.567 sembuh. Provinsi Jawa Tengah, 103.037 terkonfirmasi, 4.491 meninggal, 68.095 sembuh. Provinsi Jawa Timur, 99.559 terkonfirmasi, 6.897 meninggal dan 85.110 sembuh.

Mengapa DKI Jakarta Terbanyak?

Jakarta adalah ibukota dan barometer Indonesia, dibanding provinsi lain di pulau Jawa, luas wilayahnya lebih kecil. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Jakarta 2019 11.063.324 jiwa, termasuk 4.380 jiwa merupakan warga negara asing (WNA). Persebaran penduduk tertinggi terdapat di kelompok umur 30-34 tahun (1,03 juta) dan 35-39 tahun (971,3 juta).

Dari jumlah penduduk Jakarta 11.063.324 jiwa, dibandingkan dengan luas wilayah 662,33 km², maka kepadatan di Jakarta mencapai 16.704 jiwa per km². Angka ini menjadi yang tertinggi di Indonesia. Bila data Kepulauan Seribu dikeluarkan maka angka kepadatan meningkat menjadi 16.882 jiwa per km². Angka ini jauh diatas rata-rata data kepadatan penduduk Indonesia yang hanya 141 jiwa per km².

Penduduk Jakarta Heterogen, mayoritas pendatang, di kota yang padat ini, persaingan hidup semakin berat, terdiri dari kelompok elit, middle class dan grass root. Penduduk cenderung individualistis, terutama di kelompok middle class dan elite. Karena Jakarta adalah kota impian untuk mencari nafkah bagi pendatang, maka ikatan batiniah ke daerah asalnya masih sangat erat, terutama yang menyangkut tradisi.

Sebagai contoh, kendati libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) dipangkas oleh pemerintah, tetapi tetap terjadi eksodus yang besar keluar dari Jakarta. Tercatat sebanyak 483.072 kendaraan, pergi meninggalkan Jakarta sejak 23 Desember 2020 hingga 25 desember 2020.

Jumlah tersebut merupakan kumulatif arus lalu lintas dari empat Gerbang Tol (GT) utama, yakni Cikupa, Ciawi, Cikampek Utama, dan Kalihurip Utama.

Dibandingkan kondisi lalu lintas normal, volume kendaraan saat libur Natal naik 17,4 persen. Menurut PT Jasa Marga jumlah volume kendaran saat arus libur Natal di tengah pandemi meningkat dibandingkan periode yang sama pada 2019.

Analisis dan Saran Way Out

Apa sebenarnya yang bisa dipetik dari data-data tersebut diatas? Menurut persepsi intelijen dalam berperang, kita harus mampu mengukur kekuatan, kemampuan dan kerawanan baik lawan maupun pihak sendiri. Kekuatan menyangkut jumlah, artinya kita harus mengukur jumlah covid, memang sulit, yang diukur pesebarannya.

Sebagai contoh, ada analisis yg membandingkan rasio yg terkonfirmasi positif dengan jumlah penduduk. Diterakan pada 13 Desember 2020, bahwa satu diantara 75 penduduk DKI terpapar, yang mengkhawatirkan pada 15 Januari 2021, satu diantara 50 penduduk tertular. Ini berarti kekuatan penetrasi covid besar (semakin banyak menulari). Bagaimana kekuatan pihak kita, ini tergantung dengan perilaku, imunitas dan sistem kesehatan.

Pemerintah dengan wewenangnya terus berusaha menekan kasus. Menerapkan PSBB, meningkatkan sistem kesehatan, bansos, pemberian sanksi dan larangan kerumunan, pembatasan tempat hiburan. Upaya terbaik pemerintah, sejak 13 Januari 2021 dimulai suntikan perdana vaksin kepada Presiden Jokowi, dan dilanjutkan vaksinasi nasional. Pemerintah punya kekuatan dana menggratiskan vaksin.

Dari sisi kemampuan, covid mampu menulari siapapun yg bisa dia tulari melalui manusia yang sudah mereka penetrasi. Sementara kemampuan kita baru tahap penerapan protkes, 3M, penyiapan ICU, dan rumah sakit serta tempat isolasi mandiri. Pemerintah sehebat apapun dan dimanapun sementara ini tidak berdaya perang melawan covid bila tidak didukung rakyat atau bisa bertindak keras. Dari data dunia terlihat 10 negara tertinggi jumlah covidnya adalah negara-negara maju dan modern. Tapi terlihat mereka tidak berdaya dan kini semuanya lebih berharap kepada vaksin.

Baca Juga: Raffi Ahmad dan Duta-duta Konyol

Dari sisi kerawanan covid, secara teori pesebaran dan pemutusan rantai covid bila tercapai kekebalan bersama (herd immunity), khususnya setelah 70 persen penduduk di vaksin. Kedua, bila sebelum di vaksin manusia disiplin, faham dan sadar dengan protokol kesehatan, penularan akan dan bisa semakin turun, tapi sepertinya dari data yang ada akan gagal, sehingga vaksin tetap akan menjadi prioritas di negara manapun.

Kerawanan kita terutama rakyatnya tidak disiplin, tidak percaya, cuek mungkin karena jenuh bermasker, terbiasa pola hidup kumpul-kumpul. Bagian terberatnya serangan covid mengganggu komponen intelstrat lain seperti perekonomian, sosial dan budaya.

Kesimpulan dan Saran

Dari analisis, nampak jelas covid semakin merajalela, semakin mengkhawatirkan. Peringatan Wiku akan bisa terjadi bila covid tetap tidak ditekan, sistem kesehatan bisa lumpuh, berakibat korban meninggal akan semakin banyak, keresahan akan meningkat.

Untuk memukul penetrasi covid, dari teori intelijen, musuh dipukul dahulu di medan pertempuran utama yaitu di pulau Jawa, pertama jumlah penduduk terbanyak, dalam pengertian fokuskan vaksinasi di pulau Jawa. Sebagai barometer Indonesia di pulau Jawa, DKI Jakarta kini merupakan provinsi pertama yang harus dibereskan lebih awal, karena tertinggi pesebarannya.

Artinya selesaikan vaksinasi di pusat pertempuran untuk meredam penetrasi lawan dan meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah. Seluruh sudut Kota Administrasi DKI bisa dijangkau dalam satu hari, baru setelah itu serangan bertahap ke provinsi lain di Pulau Jawa sesuai ranking dan pulau lainnya.

Baca Juga: Mengapa Mereka yang Antivaksin di Era Pandemi Menjadi Public Enemy Nomor Satu?

Dalam teori memenangkan perang kita tidak harus menang dari seluruh medan pertempuran, bila di Jawa sudah dikuasai, herd immunity diperkirakan akan lebih cepat tercapai. Perlu diingat, kita berlomba dengan waktu, jangan ditunda. Mungkin lebih baik pihak swasta diberi kesempatan mengadakan dan melaksanakan vaksinasi, dan harus berkordinasi dengan Kemenkes, ini akan lebih mempercepat jumlah yang di vaksin.

Hitungan penetrasi covid-19 kini ternyata bukan bulan lagi, tetapi sudah pekan, sebaiknya dilakukan operasi dan strategi khusus, jangan terbelenggu dengan birokasi, "persoalannya kini hanya menang atau kalah". Inilah kesimpulan serta saran analisis dan prediksi intelijen Old Soldier dari luar sistem, semoga bermanfaat to my President Jokowi, hormat. Pray Old Soldier

Marsda TNI (Pur) Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen

Jakarta, 18 Januari 2021