Ada Potensi Kebocoran Anggaran Penanganan Covid-19

Menjadi pertanyaan, apakah yang dibagikan Pemprov DKI Jakarta ini adalah bagian dari bantuan sosial yang dikeluarkan Kementerian Sosial?

Selasa, 14 April 2020 | 19:26 WIB
0
357
Ada Potensi Kebocoran Anggaran Penanganan Covid-19
Illustrasi: Jawapos.com

Pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar 405,1 triliun untuk penanggulangan penyebaran Covid-19. Alokasi anggaran yang sedemikian besar kalau tidak diwaspadai penyalahgunaannya, maka apa yang ingin dicapai tidak akan efektif dan tepat sasaran.

Dalam kondisi yang normal saja masih bisa terjadi penyelewengan, apa lagi dalam kondisi darurat bencana. Dari alokasi anggaran yang terbilang Jumbo ini, Rp 75 triliun akan dipakai untuk keperluan sektor kesehatan, untuk alat pelindung diri (APD) tenaga medis dan kesehatan, obat-obatan, serta perlengkapan lainnya.

Dari pengadaan alat rapid test kid yang dibagikan kesetiap daerah, belumlah teruji akurasinya, dan seperti apa disitribusi dan penggunaannya. Lobi-lobi pengusaha yang dekat dengan pemguasa dilingkaran kekuasaan, akan sangat rawan menggoda para pengambil kebijakan.

Yang lebih rawan lagi, jika pengawasan dalam distribusi alat kesehatan dan APD dilapangan, sangat mudah untuk diperjual-belikan, karena ini menyangkut moral hazard aparatur dilapangan.

Dalam situasi darurat dan krisis saat ini, membuka peluang dan menggoda oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, untuk menyalah-gunakan wewenangnya. Anggaran yang sebegitu besar kalau tidak dicermati penggunaannya dilapangan, akan sangat rentan untuk diselewengkan.

Dalam kondisi seperti sekarang ini, pemerintah menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang kurang mampu. Pos ini mendapatkan alokasi anggaran sekitar 110 triliun, yang akan dibagi-bagikan kesetiap daerah. Anggaran ini sangat mungkin terjadi penyelewengan dalam penyalurannya, mengingat penyalurannya bersifat berjenjang, mulai dari Pemerintah pusat, ke kementrian Sosial, sampai ke pemerintah daerah.

Di pemerintah daerah sendiri akan berjenjang lagi, dari kabupaten, kecamatan, sampai ke RT/RW. Nilai anggaran yang diperuntukkan sebagai bantuan sosial bagi masyarakat, kalau tidak secara transparan nilainya, pada serial jenjang akan terjadi pengurangan. Bisa jadi ketika sampai ditangan masyarakat yang berhak, nilainya sudah jauh berkurang.

Sistem penyaluran bantuan ini kalau tidak dicermati, tidak diperhitungkan seaman mungkin, agar sampai ke masyarakat tidak berkurang nilainya, maka bantuan sosial bagi masyarakat yang tidak mampu, menjadi tidak efektif.

Yang menikmati bantuan sosial tersebut bukanlah masyarakat yang membutuhkan, tapi malah oknum-oknum yang mengambil kesempatan ditengah kesempitan masyarakat.

Untuk Pemprov DKI Jakarta sendiri, pemerintah pusat memberikan bantuan sebesar 25 triliun, yang diperuntukkan bagi 2,5 juta jiwa pekerja informal. Itu artinya, setiap orang akan mendapatkan bantuan senilai Rp 1 juta per-orang, apakah realisasinya memang demikian?

Sebagaimana kita ketahui, saat ini pemprov DKI Jakarta sudah membagikan bantuan sosial, berupa paket sembako senilai Rp 149.500,- per-minggu untuk satu KK. Jadi dalam satu bulan akan menerima Rp 149.500,- x 4 = Rp 598.000,-.

Baca Juga: Mari Kita Bangun Sistem Penyaluran Bantuan yang Baik

Kalaulah diberikan secara genap Rp 150.000,- per-minggu, maka dalam satu bulan masyarakat akan menerima senilai Rp 600.000,-. Ada selisih Rp 500,- kalau dikalikan 3,7 juta jiwa yang berhak, maka nilai selisih itu cukup lumayan.

Sebelumnya, sebagaimana kita ketahui Gubernur Anies saat teleconference dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, sempat mengatakan ada sekitar 3,7 juta jiwa masyarakat DKI Jakarta yang membutuhkan bantuan.

Sekarang di media sosial sudah banyak yang mengeluhkan nilai sembako yang diterima, karena isinya pun beragam, apakah disetiap kecamatan akan sama isi paket sembakonya? Itupun masih perlu terus dipantau. Sementara bantuan ini akan diberikan per-minggu, apakah setiap minggunya akan sama isi paket yang diterima, dan apakah benar senilai Rp 149.500,-? Ini masih perlu terus dicermati.

Gubernur Anies Baswedan perlu mencermati dan mengawasi apa yang sudah diterima masyarakat, apakah sesuai dengan kebijakan yang sudah dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta, atau jangan-jangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.

DPRD DKI Jakarta harus menjalankan fungsi pengawasan terhadap anggaran Banson yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta, sudah sesuaikah anggaran yang dikeluarkan dengan nilai awal yang direncanakan. 

Ini barulah satu Propinsi DKI Jakarta, bagaimana pola distribusi bantuan sosial didaerah lainnya? Yang juga jadi pertanyaan, apakah yang dibagikan Pemprov DKI Jakarta ini adalah bagian dari bantuan sosial yang dikeluarkan Kementerian Sosial?

Sumber

***